23

2.2K 130 30
                                    


"Ah ...."

Entah sudah sejauh mana jemari Edrick menyusuri setiap jengkal tubuh gue yang telanjang bulat ini. Sesekali lidahnya yang bergerak, menjilati bagian tubuh gue yang menurut dia mungkin 'nikmat'.

Bibirnya juga tak mau kalah, mengecup pelan di sela-sela bagian leher dan tengkuk, memberi sensasi yang tak bisa ditahan dan meminta lebih.

Kami berdua bergulat, tak ada yang bisa diam, saling mengecup, saling meraba, saling menggesek dan menarik satu sama lain untuk melakukan lebih.

"Ah ..." gue kembali menggelinjang ketika dengan lembutnya lidah Edrick menjilati telinga gue dengan tangannya yang tiada henti memainkan sesuatu di bawah sana.

"Drick ..."

"Hmm ... sakit?"

Gue hanya menggeleng dan terus menarik tengkuk Edrick, menahannya agar meneruskan jilatannya.

Perlahan bibirnya turun, mengecup, menjilat seolah memancing tangan gue untuk segera menarik yang sudah menegang sedari tadi.

"Sabar ..."

Gue gak peduli, gue cium bibirnya dia dengan penuh nafsu, sampai gue bisa merasakan deru nafasnya yang menggebu.

"Mmmhhh .... aahhhh" di sela ciuman bibir, Edrick terus menggerakan tubuhnya, menggesekan kejantanannya.

Perlahan dia membalikkan tubuh gue, mengecup dari pundak sampai di antara dua bukit kembar di bagian bawah. Dia menenggelamkan wajahnya di sana, mencari sesuatu yang bisa ia nikmati dan bisa gue nikmati, membuat gue mencengkram rambutnya, menahan kepalanya, memberitahu kalau gue menikmatinya.

Kini lidah basahnya menyentuh dua biji kembar di bawah sana, pelan menjilatinya.

"Ah ... Drii...ck."

Kewarasan gue sudah melayang entah kemana, dengan segera gue bangun dan kembali memagut bibir Edrick, gue dorong dia sampai posisinya dia tertidur.

Lima jemari gue mencengkram kuat sesuatu yang keras, tegak berdiri. Gue bisa merasakan guratan urat yang begitu kencang di sela jari-jari gue. Tanpa ragu mulut ini melahapnya dengan cepat,

"Mmmhh ..." seperti pompa, naik-turun menikmati setiap detiknya.

"Ahhh ... Sa ... Aahhh ..."

Edrick menarik kepala gue dan kemudian mencium bibir gue, perlahan dia menuntun tubuh gue duduk diatas pangkuannya. Jemarinya membuka pelumas yang sudah ada di samping ranjang, melumatkannya pada sesuatu yang sudah tegak berdiri itu.

"Agrh ..." gue sedikit meringis, ukurannya yang besar membuat kaget lubang gue di bawah sana. Tapi Edrick gak tinggal diam, dia kembali melumat bibir gue dan dengan perlahan kejantanannya sudah mulai masuk di lubang sana.

"Aku mau kamu yang ambil alih,"

Gue menatap Edrick, mengigit bibir gue dengan deru nafas menggebu yang penuh kenikmatan.

Pelan, pelan, gue manaik-turunkan tubuh gue, membiasakan diri dengan kesakitan yang bercampur nikmat itu. Semakin lama tak ada lagi rasa sakit, yang ada hanya rasa nikmat, rasa yang membuat gue lupa diri, terbang melayang entah kemana.

"Ah ..ah ... ah ..." gue merintih, merintih penuh nikmat. Semakin dalam semakin gue merasakan kenikmatan itu.

Edrick mengganjang bagian punggungnya dengan bantal, kini posisinya ia setengah duduk. Dengan lembut gue menggoyangkan pantat, sembari mencium bibur Edrick. Meremas kepalanya, menikmati kegiatan seks yang hampir kami lakukan setiap hari setelah kami dua bulan tinggal bersama.

Who Feels Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang