Akhir-akhir ini gue rasa semuanya tidak berjalan sesuai dengan apa yang gue harapkan. Kayak sekarang ini, gue duduk berdua bareng Irgi, saling pandang satu sama lain. Rasanya canggung, gak kayak biasanya.
"Aku gak yakin setelah ini gimana sikap kamu ke aku, tapi-
Apa mungkin hari ini dia bakal ngakuin perasaannya dia ke gue selama ini?
"Apa maksud kamu, Gi?"
"Aku mau pergi ke Auckland ..."
Irgi menggantung ucapannya, tembok yang gue coba bangun sedari tadi seolah runtuh gitu aja begitu denger kalimat itu.
"Aku udah pikirin ini lama dan aku mau kamu ikut aku."
Harusnya gue seneng waktu dia bilang mau ngajak gue, tapi kenapa gue malah ngerasa kecewa. Apa tanggal kadaluarsa cinta gue ke Irgi udah lewat? Ajakan Irgi sama sekali gak menarik buat gue.
"Kenapa Auckland?"
Gue berharap ini bukan usulan dari Kevan. Atau mungkin yang lebih parah dia pergi ke Auckland karena emang dia belum bisa lupain Aldy.
"Aku mau kita memulai hidup baru, bersama."
Kenapa kalimat itu terdengar sangat klise, memulai hidup baru dengan lari dari sebuah masalalu.
"Kenapa tiba-tiba, apa ini juga karena lo belom bisa lupa soal Aldy?"
"Sa ..."
"Jawab Gi, lo sama gue itu bukan anak kecil lagi. Keputusan sebesar ini gak bisa cuma lo pikirin dalam sehari."
Dia masih diem dan cuma lihatin gue yang mulai naik darah.
"Kalo emang selama ini lo menganggap gue ada, harusnya lo diskusiin ini sama gue." Lanjut gue.
"Dan sekarang aku lagi lakuin itu, Sa."
"Sekarang itu cuma ajakan, di mana lo cuma butuh jawaban iya apa gak dari gue. Gue tanya sama lo, apa alasan lo ngajak gue ke Auckland?"
Berharap kalo dia bakalan jujur sama gue, mungkin sekarang saatnya buat gue tau gimana perasaan dia ke gue selama ini.
"Karena kamu adalah orang yang tepat buat aku."
Bukan karena dia cinta sama gue, tapi karena cuma gue pilihan terakhir dia.
"Sekalipun lo gak cinta sama gue?"
"Sa ..."
"Gue korbanin hidup gue, ninggalin keluarga gue buat ikut lo ke negri orang, sedangkan gue aja gak pernah tau gimana perasaan lo ke gue, siapa yang bisa gue percaya kalo orang yang gue cinta aja cuma anggap gue sebagai pilihan terakhirnya di saat dia ngerasa sendiri!"
Pengecut, Irgi gak jauh beda dari Eza. Mungkin kematian Aldy ada benarnya juga, dia dicintai dua laki-laki yang gak pernah bisa jujur sama perasaannya sendiri. Cuma bisa nyakitin perasaan orang lain.
"Aku akan belajar mencintai kamu, Sa."
"Belajar mencintai? Jadi selama dua tahun ini apa yang lo lakuin, Gi? Perhatian, pengertian bahkan lo bawa gue ketemu nyokap lo, apa lo bisa jelasin kenapa lo lakuin itu semua? Atau lo lagi becandain gue, cuma mau tau gimana reaksi gue ketika lo bersikap sesuai dengan apa yang gue harapkan? Gi, perasaan orang gak sebercanda itu."
"Aku bimbang, Sa. Aku gak tau harus nentuin arah layar kapal aku ke mana, aku cuma takut kalau aku dan kamu, hubungan kita hanya akan terjebak di antara masalalu."
Ini yang gue mau, sebuah kejujuran. Siap atau tidak, kenyataanya gue harus denger juga dari mulutnya dia.
"Harusnya lo ngomong dari dulu, supaya gue tau diri buat berhenti nyimpen perasaan ke lo."
