17

1.7K 153 32
                                    


Kalau kalian bertanya apakah ada penyesalan atau tidak, gue akan jawab, ya, ada. Tapi tidak sebesar dulu, bukan karena sekarang sudah ada Edrick, memang karena semuanya seperti sudah kadaluarsa saja.

Selama ini gue selalu mencoba yang terbaik, mungkin ini yang membuat gue merasa lelah akan semuanya.

Ya, gue bahkan selalu bisa menatap dia sedekat ini atau mungkin langsung memeluk dia dengan erat, tapi gue gak pernah bisa untuk memiliki dia. Ibarat udara, gue bisa menghirupnya tapi tidak pernah bisa menggenggamnya. Menguar entah ke mana, menjauh dari genggaman dan pada akhirnya gue merelakannya.

"Sa ... boleh aku peluk kamu?"

Gue mengiyakan permintaannya dia. Pelan-pelan gue tepuk lengan dia.

"Aku tau ini gak akan mudah, tapi aku bakal relain kamu, Sa ..."

Lirih, tapi gue bisa dengan jelas mendengar perkataan Irgi. Sesualit apapun jalan yang kami pilih, yang gue tau di jalan ini akan ada banyak bunga bermekaran. Akan ada kenangan indah yang terukir nantinya.

"Jangan telat makan, istirahat yang cukup." Irgi kemudian melepaskan pelukkannya.

"Terima kasih Gi,"

"Sama-sama."

"Gi ..."

"Ya ...?"

"Gue kenal lo dari dulu, gue tau lo orang yang baik dan semoga suatu saat nanti lo akan ketemu seseorang yang baik juga."

Sudut bibirnya sedikit tersenyum, gue bukan mengejek tapi ini tulus dari hati gue yang paling dalam, gue mendoakan yang terbaik buat dia. 

"Iya," dia menepuk pundak gue pelan, hal kecil yang sering dulu dia lakukan dan bisa membuat gue mabuk kepayang.

"Gue balik ke kantor dulu, jam makan siang udah selesai. Have a safe flight."

Kali ini biarkan gue yang terlepas dari pelukkannya, biarkan gue yang jadi udara buat dia yang menguar dia antara jemarinya.

* * *

Gue melewatkan jam makan siang bersama Edrick, semenjak Edrick resmi menjadi pacar gue, kami berdua selalu makan siang bersama, ya, walaupun terkadang Eka ada di sana juga.

Setelah selesai bertemu dengan Irgi, gue langsung kembali ke kantor. Karena gue belum makan siang, gue memutuskan untuk ke ruangan Edrick dan memintanya untuk menemani makan siang.

"Drick ..."

Begitu masuk ruangan, hanya ada kursi kosong. Edrick  gak ada di ruangannya.

"Mel, Pak Edrick ke mana? Ada rapat dia?"

Kebetulan tempat duduk Melly berhadapan langsung dengan ruangan Edrick, jadi kalau Edrick keluar atau masuk ke ruangan, Melly pasti tau.

"Tadi bukannya ikutin Bapak keluar?"

Edrick ikut gue keluar, tunggu, apa gue gak sadar kalau Edrick ada di belakang gue tadi.

"Ya udah, makasih, Mel."

Gue buru-buru hubungin dia.
Ke mana Edrick, jangan sampai dia salah paham sama apa yang dia lihat tadi.

"Halo ..."

syukurlah dia angkat telfonnya.

"Lo di mana?"

'Ruang presentasi'

Gue langsung tutup telfonnya dan berlari menuju ruang presentasi di lantai dua. Hari ini gak ada meeting kenapa dia di sana, semedi atau menghilangkan amarahnya.

Who Feels Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang