"Kamu kenapa?"
"Gak, kok. Gue udah laper banget."
Bukan laper sebenarnya, gak tahu kenapa dari tadi kejadian di palkiran tadi bikin gue gak fokus.
"Mama masih urusin tamu VIP, jadi kita makan dulu aja."
Di tempat makan yang dikelola Mamanya Irgi itu nyiapin makanan olahan laut. Kebetulan gue suka banget sama yang namanya seafood. Ini pertama kalinya gue datang ke sini, walaupun Irgi sering cerita soal Mamanya yang punya tempat makan, toh, sekalipun dia gak pernah nawarin atau ngajak buat pergi makan bareng.
Tapi, tiba-tiba malam ini dia ngajak makan di tempat makan ini. Canggung banget rasanya dan lagi karena ini dadakan gue agak bingung, sih. Bukannya apa-apa, kalo nyokapnya dia tanya soal hubungan kita berdua gue gak tau mau jawab apa.
Kesannya gue yang gak tahu diri kalo kaya gini caranya. Sial emang, kenapa gue mesti kejebak di suasana kaya gini, semuanya gara-gara Edrick emang. Coba tadi kalo dia gak ngikutin gue ke parkiran, gue pasti mikir-mikir dulu dan nanya dulu ke Irgi mau makan di mana.
"Gak enak?"
"E? Enak, kok."
Sial-sial, Edrick sialan. Sebenetar-sebentar otak gue nyangkutnya ke Edrick.
"Bukannya kamu suka seafood, ya?"
Mending gue jujur aja sama Irgi, bukan tipe gue buat pura-pura nikmatin sesuatu yang bikin gue gak nyaman.
"Sorry, Gi. Kenapa elo ajak gue makan ke sini? Maksud gue, kan elo bisa ngajak gue makan di tempat lain."
Irgi senyum sambil lihatin gue, "kan, kamu suka Seafood, restoran mama nyiapin seafood, apa salahnya aku ajak kamu ke sini?"
"Ya, gak salah, cuma kan-" gue bingung mau lanjutin gimana.
"Ah, ya udahlah, lupain aja." Lanjut gue.
"Gi," suara wanita manggil Irgi.
Gue rasa itu mamanya Irgi, gue gak bisa lihat soalnya posisi dia di belakang gue.
"Ma,"
Irgi bangun dari duduknya, terus pelukin mamanya. Gue gak mau noleh, tapi apa boleh buat, gak sopan kalo gue gak noleh.
"Tante," gue senyum semanis mungkin, tapi gue rasa muka gue kaya orang kebelet nahan buang air besar. Gue gak bisa bersikap manis ataupun lemah lembut. Gue tipe orang yang ngomong dulu, mikir belakangan.
"Ini Esa, Ma."
Mamanya Irgi lihatin gue, entah kenapa tatapannya kaya lihatin orang yang lagi heran, gitu. Terus gak lama dia senyum ke gue.
"Mamanya Irgi." Mamanya Irgi ngulurin tangannya, sambil kenalin diri. "Irgi banyak cerita soal kamu. Makasih, ya, nak Esa."
Sekarang gue yang kaget, kenapa mamanya Irgi tiba-tiba bilang makasih ke gue.
"Karena kamu selalu hibur Irgi."
Gue rasanya kaya abis nelen daging kepiting yang gue congkel susah payah dari cangkangnya, enak banget, manis.
"Ma," Irgi panggil mamanya, gue cuma senyum aja, gak bisa nahan bahagia gara-gara denger kalo Irgi suka ngomongin gue ke mamanya.
"Irgi juga banyak bantu Esa, tante. Dia dokter yang hebat." Gue acungin jempol gue spontan, Irgi sampe kaget kayaknya lihat sikap gue barusan.
"Kalo dokter, dia emang hebat, tapi kalo urusan cinta, gak ada apa-apanya." Mamanya Irgi ketawa abis ngomong gitu, percis banget Irgi. Lesung pipinya, tawa renyahnya, sama banget. Gue jadi senyum-senyum lihatinnya. Gue ngerasa diterima banget di tempat ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/178242541-288-k773970.jpg)