Chapter 17 : He's Gone .

543 53 9
                                    

Jangan lupa ya untuk di "VOTE" terlebih dahulu sebelum membaca !👌


"Fafa!!!" Seseorang meneriaki namaku, dengan spontan akupun langsung melihat kearah belakang. Ternyata itu Davi. Tapi, ada yg berbeda dari Davi saat ini. Dia benar Davian? Mengapa dia terlihat sangat berbeda sekali, Tiba-tiba saja aku terpaku melihatnya.

Davi berdiri tepat didepanku, Davi berbeda sekali dari yg seperti biasanya. Terlihat dari potongan model rambut cepaknya yg seperti Tentara, terkesan sangat masculine sekali. Pakaian yg dikenakannya pun sangat berbeda dan terlihat sangat rapih. Tapi, kenapa dia tidak membawa tas ransel? Apa dia lupa membawa tas ransel miliknya atau memang sudah ditaruh didalam kelasnya? Karena bingung, akupun lansung bertanya padanya. "Davi, ini beneran lo? Lo beda banget sumpah, gue sampe gak ngenalin lo by the way loh."

"Hahaha beda gimana Fa? Ya gue pengen tampil beda aja, tapi ganteng gak gue?" Ucap Davi sambil menaik turunkan alis kanannya dan tersenyum sok ganteng padaku.

"Cih, iya iya lo ganteng! What ever deh."

"Hahaha, bercanda gue Fa."

"Hemm, tumben Dav lo bisa ada disini? Biasanya kan lo ada di area Gedung C?"

"Iya, gue sengaja nunggu lo dari tadi disini."
Davi sedari tadi menungguku? Aneh sekali, Ada apa ya kira-kira. Kenapa saat melihat wajahnya, perasaanku tidak enak.

"Nungguin gue. Ada apa ya Dav?"

"Eumm, gue mau ... "
Belum selesai Davi menyelesaikan ucapannya, aku teringat akan mata perkuliahanku yg hampir saja dimulai.

"Eh Dav. Kayaknya gue harus kekelas deh sekarang, serius udah telat banget nih gue. Nanti kita lanjut lagi ya Dav, Bye!" Akupun langsung pergi meninggalkan Davi dan berjalan menuju kelas dengan terburu-buru.

••••••

Akhirnya jam mata perkuliahanku pun sudah selesai, lalu aku langsung mengirimkan chat pada Davi untuk bertemu kembali dengannya. Setelah beberapa menit, Davi membalas chatku dan meminta bertemu kembali di parkiran Gedung B. Aku segera berjalan menuju Gedung B dengan perasaan yg kurang enak, didalam kelaspun aku selalu memikirkan apa yg akan Davi ingin katakan padaku. Kini aku telah berjalan melewati lapangan bola dan hampir sampai di lahan parkiran. Ketika sampai di lahan parkiran Gedung B, pandanganku langsung menuju ke arah Davi. Dia berdiri dibawah pohon yg nampak sedang menungguku sedari tadi. Akupun langsung berjalan menuju kearahnya dengan cepat.

Davi terlihat menyadari kehadiranku dan terlihat tersenyum kepadaku. Namun dibalik dari senyumannya itu, aku melihat senyuman Davi saat ini meliki arti dan makna yg berbeda.

"Fa, kenapa?" Sial, ternyata sedari tadi aku melamun dan Davi menyadarinya.

"Gak.. gak kenapa-napa Dav. Lo udah lama nunggu disini?"

"Gue baru kok disini Fa." Ucapnya sambil tersenyum lagi.

"Eumm, emangnya lo mau ngomongin apa sih Dav sampe nunggu gue di Gedung B tadi?"

"Gue... gue pamitan Fa sama lo."
Ternyata perasaan tidak enakku itu benar adanya.

"Pamitan? Maksud lo Dav?"

"Iya. Sebelum pergi, gue mau pamitan dulu sama lo Fa."

"Lo mau pergi kemana Dav!"

"U.S.A Fa, Gue mau ikut tinggal bareng Nyokap dan kuliah disana." Tiba-tiba saja, aku merasakan sesak di dadakku mendengar penjelasan Davi barusan.

"Kenapa mendadak?"

"Udah lama sebenernya Nyokap ngebujuk gue buat tinggal dan netap disana. Tapi gue selalu nolak bujukannya itu dan sekarang gue udh bertekad buat pergi. Ada alasan kenapa gue mutusin buat pergi ninggalin Indonesia dan keputusan gue pun sudah bulat. Suatu saat nanti, lo pun akan tau alasannya itu Fa."
Mendengar penjelasannya itu membuatku terdiam, ada sedikit perasaan tak rela Davi akan pergi dariku dan tinggal diluar negeri. Lalu apa alasannya dia sampai memutuskan untuk pergi? Mungkin memang ini sudah jalannya. Yg dulu menghilang kini telah kembali datang dan yg datang kini akan pergi menghilang.

"Apapun keputusan lo itu, gue akan selalu ngedukung lo Dav! Walaupun nantinya kita gaakan bisa bertemu lagi karena berbeda negara. Tapi lo harus tau, sampai kapanpun lo itu adalah teman terbaik gue Dav."

Baru saja berbicara, tubuhku telah dipeluk olehnya dengan sangat keras. Aku merasakan pundakku agak sedikit basah. Bukan, bukan karena turunnya hujan. Tapi, karena air mata Davi lah yg telah membasahi pundakku. Akupun langsung membalas pelukannya dan mengusap pelan punggungnya. Terdengar suara isakkan tangis Davi tetapi dibarengi dengan suara langkahan kaki, sepertinya ada seseorang disekitar kami berdua saat ini. Mungkin Davi juga mulai menyadari ada seseorang di sekitar kami, Davi melepas pelukanku lalu terdiam. Karena penasaran akupun berbalik menghadap belakang, ternyata Gio yg berada didepanku. Gio memperlihatkan wajah dinginnya terhadapku dan juga Davi. Tak mau salah paham, Davipun dengan cepat memberi tahukan padanya akan kepergian Davi.

"Yo. Gue gamau lo salah paham dengan apa yg barusan lo liat."

" ... " Gio hanya terdiam sambil memperhatikan kami, tetap dengan memperlihatkan wajah dinginnnya.

"Yo!" Davi agak membentak.

"Tolong kamu denger penjelasan Davian dulu Yo."
Ucapku sedikit memohon. Aku tau benar Gio bila dia kesal, dia tak akan perduli dengan kebenarannya.

"Hahh!! Coba lo jelasin Dav. Sebelum gue main kekerasan sama lo." Akhirnya Gio pun ingin mendengarkan penjelasan Davi, walaupun amarahnya masih sangat terilhat jelas.

"Gio!!" Teriakku padanya. Jujur aku tak suka dengan ucapannya itu.

"Oke, oke Yo relax." Davi menenangkan Gio dan mulai melanjutkan berbicara. "Lo jangan salah paham dulu Yo sama gue, gue sama Fafa gaada hubungan apa-apa. Kita cuma sebatas teman dan galebih dari itu. Gue udah tau hubungan lo dan Fafa."

"Maksud lo?" Aku tidak pernah memberi tahu Gio kalau Davi sudah mengetahui hubungan kami. Gio nampak kesal. Akupun langsung berbicara juga.

"Iya Yo, Davi udah tau tentang hubungan kita."

"Bagus deh, mulai sekarang lo harus jaga jarak sama dia!"

"Iya Yo, gue akan jaga jarak sama Fafa. Tapi gue minta sama lo, sebelum gue pergi ninggalin kalian. Tolong lo jaga Fafa, gue yakin lo bisa Yo karena gue tau lo dari dulu. Buat lo Fa, lo memang tepat memilih Gio. So, gue cabut dulu ya. Suatu saat nanti kita bertiga bakalan ketemu lagi." Davi terlihat ingin bersalaman dengan Gio namun Gio langsung memeluk Davi dengan sangat erat.

"Dav, lo memang sahabat gue. Sorry selama ini kalo gue banyak salah sama lo! Gue janji akan jaga Fafa dengan semampu gue."

"Santay sob. Gue yakin kalo lo memang yg terbaik buat Fafa. Jadi, kalo sampe lo putus dari dia? Tangan gue nih bakalan melayang di pipi lo Yo! Hahaha."

Ya begitulah, setelah Davi berpamitan pada aku dan Gio. Davi langsung pergi menuju Bandara yg berletak di wilayah Jakarta Barat. Aku dan Gio juga pergi mengantar Davi ke Bandara. Di dalam perjalanan sebelum mengantar Davi, akupun memberi tahukan padanya perihal perasaan Davi terhadapku. Mungkin memang Gio percaya padaku dia malah terlihat biasa saja, itulah sifat dewasa dari Gio yg paling aku suka. Aku sangat beryukur mempunyai kekasih sepertinya.

••••••

Sampai di bandara kami langsung berjalan menuju Terminal 3. Karena kami hanya mengantar, jadi kami berpisah di Landside Area. Setelah berpelukan dan mengantar Davi. Kamipun mengucapkan salam perpisahan, bahkan aku sampai mengajak Davi dan Gio untuk berfoto selfie. Setelah itu Davi berjalan pergi memasukki Terminal 3. Lalu aku dan Gio berjalan menuju parkiran mobil. Meskipun Davi sudah tidak di sini, bukan berarti kami tak akan pernah bisa lagi bertegur sapa. Apalagi dijaman yg secanggih ini, banyak cara untuk mempertemukan dengan kerabat dekat melalui jejaring sosial online. Jadi bukan berarti dia sudah meninggalkan Negara, bukan berarti dia juga akan meninggalkan kita selamanya kan?

 Jadi bukan berarti dia sudah meninggalkan Negara, bukan berarti dia juga akan meninggalkan kita selamanya kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PINK SATURDAY [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang