BAB 2 - Perasaan yang Mulai Tumbuh

893 61 0
                                    

Soal cinta aku memang payah, keberuntungan selalu saja menjauh. Aku selalu berhati-hati dalam memantapkan hati ini. Aku sebenarnya mudah jatuh cinta, tapi kalau udah cinta ya gini susah untuk move on. Hampir lima tahun waktu untukku menghapus luka di hati. Kadang juga ngiri liat teman udah pada punya pasangan hidup. Karena di umur sekarang bukan lagi waktu untuk gonta ganti pacar.

Masalah wajah mah itu nomor 2 bagi ku, yang terpenting itu setia. Kalau udah setia udah pasti selalu buat nyaman di hati. Sebenarnya aku lebih nyaman menjalin hubungan dengan pria yang lebih tua dari ku. Rasa ada yang melindungi, mungkin karena aku gak punya kakak laki-laki dan harus di tinggal ayah selamanya saat umur ku 10 tahun.

Drt... Drt... Drt...

Aku melihat layar phone ku. Ah lagi-lagi pria ini, tak henti-hentinya dia menggangguku. Semenjak dia pulang dari USA selalu saja menyusahkanku. Ingin beli sesuatu untuk tunangannya selalu saja aku yang di repotkan. Dengan malas aku menjawab panggilannya.

"Kenapa lagi, Vin."

"Aku di bawah, turun ke lobi sekarang." Vino langsung memutuskan panggilan tanpa menunggu aku menjawab. Sumpah aku gedek banget sama kelakuan Vino, seenak jidatnya aja. Andaikan aku juga punya pacar, gak akan baper kayak gini. Saat aku bisa melihat bayangan Vino, ternyata dia lebih dulu melihatku. Dia bergegas menghampiri ku.

"Aku lagi kerja Vin. Ada apa lagi?" Sungguh kalau dia bukan sahabatku udah aku jambak rambutnya. Eh, seharusnya lebih enak dong aku jambak karena dia sahabatku. Otak mulai gak sinkron.

"Siang ini temanin aku cari gaun donk. Aku mau dinner sama tunanganku."

"Ogah. Kamu ajak aja tunanganmu kenapa mesti aku. Aku sibuk."

"Gak bisa, aku mau kasi dia kejutan."

"Gak mau. Aku capek." Enak aja dia mau berbahagia di atas penderitaan ku.

"Kamu tega banget sama aku Ran. Please bantu aku." pintanya dengan mata yang di buat memelas seperti anak kucing yang minta di elus. Minta elus atau minta makan ya, entahlah yang jelas mampu membuat aku enggan menolak.

"OK, tapi kali ini aja ya."

"Makasih Rania." ucapnya dengan riang dan memeluk tubuhku. Astaga Vino lama-lama di dekatmu membuat aku jantungan. Sungguh aku tidak mengerti dengan rasa ku sendiri.

Ternyata tidak menunggu makan siang ku tiba. Sekitar pukul 10.45 dia kembali lagi. Kali ini langsung menemui ku di meja kerja ku. Dia malah nekat minta izin kepada atasanku untuk membawaku saat itu juga. Anehnya Pak Nasar mengizinkanku, padahal kerjaku lagi banyak-banyaknya.

Diperjalanan menuju butik

"Kamu bisa gak si gak seenak jidat gitu sama aku." ucapku mulai kesal.

"Enggak." ucapnya singkat dengan gaya selengean.

"Vino, nyebelin banget sih." Aku menghadiahkan cubitan halus yang mematikan di perut dan lengannya. Dia seketika berteriak kesakitan dan mengusap bekas cubitan ku.

Sesampainya di butik, dia sibuk mencari gaun yang dia inginkan untuk pasangannya. Pilihannya jatuh pada gaun borkat berwarna biru dongker, dengan leher yang tidak terbuka, panjang tangan sesiku, dan dengan panjang rok selutut.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CINTA sang MANTAN ✔ (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang