Part 19 - Bersama Masa Lalu

751 49 4
                                    

.
.
.

Aku tersenyum menatap cincin yang melingkar di jari manis kiri. Tak menyangka Vino membuat hati ini tersanjung dan membuat  senyum-senyum sendiri mengingat lamaran yang cukup manis itu. Tante Meli ingin pernikahan kami segera di laksanakan. Jawaban Vino kembali membuat jantung ini berdetak kencang.

"Sebulan lagi kami akan menikah, Ma. Iyakan, Ran?" Dia mengedipkan sebelah matanya membuat aku gugup.

Beberapa hari ini aku dan Vino disibukkan dengan persiapan pernikahan. Dan rencananya hari ini kami akan memilih contoh undangan. Aku dan Vino berjanji akan bertemu di tempat percetakan undangan sekitar pukul tiga soreh.

Pukul 13.35 WIB, aku izin pulang pada Pak Nasar. Aku harus melewatkan makan siang ku agar bisa pulang lebih dulu, sebelum pergi bersama Vino.

Langkahku terhenti saat melihat sosok Mas Firman berdiri tegap menghadang langkah ku. Aku pura-pura tak melihatnya, berlalu begitu saja dari hadapannya. Dia menahan pergelangan tanganku.

"Ran, kita perlu bicara," ucapannya kali ini terdengar tegas. Aku menepis tangannya, enggan dia menyentuhku lagi.

"Untuk apa? Aku rasa tidak ada yang mesti dibicarakan."

Tanpa menjawab, dia memaksaku masuk kedalam mobilnya. Aku sempat meronta, namun pegangannya semakin kuat. Membuat aku meringis.

"Lepas, Mas. Kau menyakiti ku."

"Siapa yang lebih sakit. Aku atau kau, Rania?" Matanya menyalang marah.

Apa-apaan ini, seenaknya saja dia menuduh dan merasa tersakiti.  Selama ini dia sudah menunjukkan dengan siapa dia bahagia. Bahkan semenjak itu pula dia menjauhi ku. Masih saja egois.

Mobil Mas Firman semakin menjauh dari tempatku bekerja. Tak lama mobil itu memasuki pekarangan sebuah rumah. Ya, itu rumah mas Firman. Kenapa harus kesini, apa dia mau memperlihatkan bagaimana mesranya dia dan Bella. Sunggub aku sudah muak.

"Turun." Nadanya terdengar datar.

"Aku gak mau, Mas. Aku mau pulang." Aku tetap duduk. Tanpa berniat bangkit dari jok mobil.

"Aku bilang turun!" bentak Mas Firman. Dadaku terasa tersentak mendengar bentakannya. Baru kali ini dia menatap penuh amarah. Aku dibuat takut, dan terpaksa menuruti perintahnya.

Dia menyeretku masuk kedalam rumahnya dengan sedikit kasar. Menutup kasar daun pintu dan menghempaskan tubuhku di atas sofa. Aku sedikit meringis kesakitan saat tubuhku terhempas di sofa. Jangan ditanya hati ku seperti apa rasanya sekarang. Takut, benci, kecewa sudah menjadi satu. Entah apa yang akan dilakukan Mas Firman. Aku berusaha menahan air mata yang sudah ingin menetes.

Dia menunjukkan pada sebuah foto yang memperlihatkan aku dan tante Meli di suatu tempat yang aku kenal. Ya, tempat itu adalah rumah ku. Tante Meli sedang mengulurkan amplop coklat dan aku seperti sedang menerima amplop itu. Namun foto itu membuat yang melihat seolah-olah aku menerimanya. Bertolak belakang dari kenyataanya. Apa mungkin ini yang membuat Mas Firman berang?

"Foto itu tidak menjelaskan yang sebenarnya," belaku.

"Kenapa kau menerima uang pemberian mama, Ran?"
Aku diam, rasanya percuma menjelaskan pada orang yang sedang emosi. Atau aku biarkan saja dia berpikir begitu. Biar dengan mudah dia membenciku.

"Kenapa cintamu bisa di tukar dengan uang. Aku kecewa sama kamu, Ran."

"Kecewa mana sama aku, mas? aku udah kenyang makan janji manismu. Mana janji mu akan memperjuangkan aku, mana mas? Nyatanya sekarang kamu malah mau rujuk sama Bella. Bilangnya gak suka, gak cinta, tapi nyosor. Kamu terlalu munafik, Mas." Kali ini emosiku tak mampu lagi ku tahan. Aku juga ingin dia tahu apa yang aku rasa.

CINTA sang MANTAN ✔ (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang