BAB 15 - Luruh Sudah

757 44 2
                                    

WARNING!!!
Untuk umur 18+.

.

.

.

Hari ini Naya berkunjung ke rumah. Dia juga berencana menginap, sudah lama juga kami tidak melewatkan malam bersama dengan bercerita hingga subuh menjelang. Mengingat tidak lama lagi dia akan menikah. Maka waktu yang akan kami habiskan dipastikan tidak akan seperti dulu, pastinya Naya akan disibukkan dengan status barunya. Naya datang dengan menenteng beberapa cemilan di dalam kantong kresek. Meletakkannya di atas meja disampingku, tangannya terulur mengambil isi dari kantong itu dan duduk dengan sebungkus kue kentang di tangannya.

"Bagaimana kabar ibu, Ran?" tanya Naya dengan mengunyah kue kentang. Ucapannya lebih terdengar menggumam.

"Alhamdulillah udah baikan. Asam lambung ibu kambuh. Padahal udah lama banget gak kambuh." Ucapku sambil menatap layar laptop karena harus menyelasaikan pekerjaan yang sudah menumpuk saat ditinggal pulang kampung.

"Selain karna telat makan, itu juga bisa karna fikiran. Emangnya apa yang menjadi beban fikiran ibu?" Tanya Naya yang masih sibuk memasukkan kue kentang kedalam mulutnya. Aku menghembuskan nafas berat. Sebenarnya enggan untuk bercerita, tapi diri ini juga perlu solusi.

"Kalau gak mau cerita juga gak apa-apa. Aku gak maksa kok."

"Aku cuma bingung mau mulai dari mana, Nay."

"Aku udah tau hubungan kamu dangan Vino." Aku membulatkan mata kala ucapannya mampu membuat ku terkejut. Naya hanya menampilkan deretan giginya yang putih.

"Gak usah sok kaget gitu." Naya melemparkan potongan kentang kewajahku.

"Gak kaget, cuma terkejut."

"Ich, sama aja neng. Kalian itu aktingnya jelek, sok-sokan backsteet. Kayak kuat aja nahan rindu. Jangan rindu, rindu itu berat biar Dilan aja." suara tawa hanya keluar dari mulut Naya. Seketika senyap, hanya suara jangkrik yang memecah kesunyian malam.

"Candaan mu garing, Nay. Udah kayak anak ABG aja." Aku menatapnya tanpa ekpresi.

"Biarin, dari pada hubungan kalian, hambar. Kenapa gak jujur aja sama tante Karin tentang hubungan kalian. Pasti tante Karin setuju kok."

"Tapi, kami sudah selesai. Vino menginginkan kami berpisah." Wajah ini tertunduk menahan tangis yang siap pecah. Jujur diri ini sangat merindukan Vino, sekalipun dia tidak pernah menghubungiku. Apakah semudah itu dia melupakan rasa yang dinamakan cinta?

"Kata siapa? Vino juga sama terpukulnya dengan mu. Dia malah sempat frustasi. Sampai membuat tante Karin kebingungan dengan sifatnya yang mendadak berubah."

Aku menatap Naya, terlihat raut keseriusan dari wajahnya. Tidak mungkin seorang Naya berdusta, itu bukan sifatnya.

"Tapi dia tidak pernah mencoba menghubungi ku."

"Itulah Vino gengsinya terlalu digedein. Tapi dia sempat cari kamu di rumah dan di kantor. Kemudian dia tahu kamu pulang kampung. Dia pikir kamu pulang untuk menikah."

'Ah... Vino kenapa gak nanya sama orangnya langsung sih. Malah berasumsi sendiri.' Aku membatin.

"Kalian itu cinta tapi gengsi. Ribet amat kalau udah masalah hati. Balikan gih." Ucap Naya dengan menyenggol bahuku.

"Ogah, dia yang mutusin masa aku yang minta balikan."

"Cinta aja gengsi. Diambil orang baru tau."

"Aku gak gengsi, hanya menjaga harga diri."

"Sama aja keles. Keburu jadi perawan tua kamu Ran."

"Gak apa, yang penting high quality." Gurauku dengan menyombongkan diri.

CINTA sang MANTAN ✔ (TAMAT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang