BAB 11

158 77 47
                                    

Agam menghentikan kegiatannya ketika mendengar isakan Nova, dia menghempaskan tubuh Allard yang sudah tidak sadarkan diri ke lantai. Napasnya terengah-engah, mata pria itu masih memerah akibat ledakan emosi yang luar biasa.

Dengan perlahan ia mendekati Nova, memeluk tubuh mungil itu dengan erat. Dalam dekapan Agam, tangis gadis itu justru semakin menjadi-jadi. Agam mengusap rambut halus Nova secara perlahan, seolah gadis di dekapannya itu adalah barang berharga yang perlu dijaga. Lelaki itu kemudian memejamkan matanya dan mengecup puncak kepala Nova dengan lembut, berharap rasa sakit gadis itu dapat hilang dengan sebuah kecupan.

**********


Kejadian tadi malam, adalah salah satu hal yang tidak terlupakan oleh Nova. Dia sadar dia bersalah karena membuka rahasia begitu saja, tapi itu dia lakukan karena dia dalam keadaan tertekan. Lagipula dia hanya mengungkapkannya di depan Agam saja, yang notabenenya adalah kakak dari Ara.

Sejak tadi malam, Agam sudah membujuknya untuk melaporkan hal itu kepada Harris, setidaknya dia harus tahu apa yang terjadi dengan putri kandungnya sendiri. Namun Nova menolak, ia memilih merahasiakan hal itu dengan alasan takut bertambah panjang dan tidak selesai-selesai.

Karena hal itu pula, hubungan Agam dengan Allard menjadi renggang. Tapi Agam tetap bersikap seolah tak terjadi apapun dengan Ara. Seperti kali ini, Agam, Ara, Eric, Rendi, Rena, dan Nova, sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan. Mereka baru saja menonton film bersama-sama di bioskop, dan sekarang mereka memutuskan untuk makan malam bersama.

"Aduh, Rendi, buruan dong. Lama banget jalannya, nggak usah lirik sana-sini!" Keluh Rena seraya menarik tangan Rendi dengan kesal. Sepasang kekasih itu memang selalu saja bertengkar, entah apa yang membuat mereka bertahan hingga sekarang.

"Sabar, sayang. Jangan cepat-cepat jalannya, kalau lagi jalan gini harus mesra." Timpal Rendi seraya menggenggam tangan Rena. "Buruan, ah. Malu tahu dilihat orang." Rena bergumam dengan muka merah padam.

Sementara memimpin di depan, ada Agam dan Nova yang memilih diam sejak tadi. Tapi kali ini Agam memberanikan diri untuk membuka suara, "Masih ada yang sakit?" Nova yang merasa diajak bicara segera menoleh dan tersenyum kecil. "Cuma lecet sedikit di bagian lengan, kepalaku udah nggak sakit lagi."

Agam hanya mengangguk singkat, keheningan kembali terjadi di antara mereka. Bertolak belakang dengan suasana sumringah yang diciptakan Eric dan Ara. "Kak, hari ini traktir aku ice cream, ya. Jangan lupa mampir ke Adidas dulu, aku pengen beli kaos." Ujar Ara dengan senyum lebar andalannya. Eric mengangguk antusias dan mengacak pelan rambut Ara.

Nova mendengar hal itu, pikirannya kembali menguat tentang sikap Ara yang suka show off atau pamer. Mungkinkah itu hanya perasaan Nova saja karena Ara memang berada di keluarga kaya raya?

"Gam," panggilnya pelan. Agam mengernyitkan kening melihat Nova berbisik. "Kenapa?" Langkah kaki mereka mulai pelan ketika sampai di sebuah restoran yang ingin mereka tuju.

 "Kenapa?" Langkah kaki mereka mulai pelan ketika sampai di sebuah restoran yang ingin mereka tuju

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE PHENAKISM [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang