Prolog (2)

6.1K 264 6
                                    

Jakarta, Indonesia

Devian menghisap sebatang rokok yang terselip di antara bibirnya. Sudah tujuh tahun sejak kejadian itu, tetapi Devian masih mengenang jelas masa tersebut. Ketika dirinya memaksa seorang gadis yang baru 15 tahun untuk ditiduri dan mendapat pukulan dari kakaknya si gadis.

Devian menyesal karena telah melakukan hal yang hina kepada seorang gadis dan berjanji pada diri sendiri tak akan membuat hal itu lagi tetapi Devian tidak memungkiri bahwa hanya gadis itulah yang membuatnya tertarik.

Jarang sekali mendapat gadis yang memiliki sifat seperti itu. Apa dia akan mendapatnya suatu hari nanti? Entahlah, yang Devian tahu sebelum itu dia ingin bersenang-senang dengan banyak wanita.

Devian melirik pada seorang wanita yang tengah tertidur pulas di ranjang. Dia mendekati kemejanya dan merogoh saku, menemukan dompet lalu mengeluarkan beberapa lembar uang.

Ditaruhnya uang itu dan mengenakan kemeja lalu jas. Tak lupa dengan celana panjang kemudian menyeret kedua kakinya keluar dari kamar dan hotel melati. Saat Devian keluar, segerombol pria membungkuk hormat.

Devian tak banyak bicara, dia lebih memilih untuk masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat tersebut tanpa suara. "Tuan, apa kita mau pulang?"

"Ya, kita pulang." jawab Devian. Jujur, Devian merasa bosan dan perlu sesuatu yang baru dalam hidupnya. Tetapi apa? Selain bisnis dan wanita, adakah yang bisa Devian lakukan?

💕💕💕💕

Tempat lain, beberapa orang tengah sibuk termasuk seorang gadis yang menjadi ketua untuk mengurus orang-orang sibuk itu. "Yana, sampai kapan kita melakukan hal ini?" protes  Nia, sahabat Yana yang sekarang capek.

Sahabat sekaligus atasannya ini tak memberikan istirahat untuk anak buahnya yang juga termasuk dia. "Sampai semuanya selesai." balas Yana tenang sembari melihat beberapa catatan.

"Tetapi masih ada hari lain, kita ini bukan robot tahu. Lihat sudah jam sembilan malam, ingat ada beberapa karyawan perempuan tak baik kalau perempuan pulangnya malam hari." Yana menoleh dan memberikan senyuman palsu.

"Aku juga seorang gadis, Nia. Tetapi aku tak apa-apa tuh." Nia mencibir habis-habisan tetapi apa boleh buat, usaha ini milik sepenuhnya Yana. Dia tak berkepentingan.

Yana merasakan teleponnya bergetar, dia bertanya-tanya melihat nama Ayahnya berada di layar ponsel. Jarang sekali Yana ditelpon oleh sang Ayah. Yana kemudian mengangkat telepon, tak sadar Yana mengaktifkan loudspeaker.

"Halo, Ayah." sapa Yana baik-baik tetapi balasan sang Ayah mengejutkan.

"YANA?! KAMU ADA DI MANA SEKARANG?!" pekikan Ayah Yana terdengar memekak bukan hanya di telinga sang putri melainkan anak buahnya.

"Ayah, jangan teriak dong! Memangnya Ayah mau telinga putrimu ini tak bisa mendengar lagi?!" protes Yana.

"Ayah tak mau tahu kamu harus pulang! Sekarang!" Yana mendengus kesal. Kedua matanya menatap sekitaran dan mendengar suara cekikikan dari beberapa orang yang tak jauh darinya.

Beberapa orang lagi tersenyum karena sang bos sedang dimarahi layaknya anak-anak. "Baiklah." Ditutupnya telepon itu dan memandang sekeliling.

"Tunggu apa lagi, kemasi barang kalian." Setelah berujar demikian, Yana merapikan barangnya lalu pergi keluar.

Semua orang yang berada di tempat tersebut bersorak gembira dan dengan wajah yang tak berubah mereka mengemas barang untuk pulang.

Kekasih Bayaran (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang