16. Masa Lalu Devian (2)

2.3K 139 0
                                    

Sepasang kata Stella menatap sesosok pria yang melambaikan tangannya pelan ke arah Stella jadi wanita itu berdiri. "Aku harus pergi dulu, ada urusan dan Yana ...."

Begitu Yana menoleh, dia menorehkan senyuman. "Senang bisa mengobrol denganmu." Stella pun pergi meninggalkan mereka berdua dan Devian segera mengambil tempat Stella.

"Apa yang kalian berdua bicarakan? Apa dia berbicara tentangku?"

"Ya." jawab Yana singkat.

"Dia tak menjelek-jelekkan aku bukan?"

"Tch, bisakah kita pulang sekarang? Kepalaku pusing karena berada di sini!" Devian lantas berdiri dan pergi entah kemana. Dalam beberapa menit datanglah dia bersama dengan Scott.

"Kau benar, sepertinya dia memang kurang enak badan. Jika kalian pergi tak apa-apa, aku mengerti." ujar Scot setelah melihat raut wajah Yana yang tak enak.

"Terima kasih." Pria itu kembali pada Yana dan membuat Yana mengenakan jasnya. Yana yang memang sejak tadi tak menyadari kehadiran Devian karena pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi agak terkejut begitu juga melihat Scott.

"Scott ...."

"Pergilah pulang dan jaga kesehatan. Terima kasih ya sudah datang ke acaraku." ucap Scott pada Yana.

Keduanya benar-benar pergi meninggalkan acara menuju mobil Devian. "Kau datang ke sini tak bawa mobil pribadi?" Yana menggeleng.

"Aku datang ke sini dengan taksi." Devian tak banyak bertanya lagi. Dia lalu memasukkan Yana ke dalam mobil dan sejurus kemudian mobil itu pun pergi.

Yana terus memandang pemandangan indahnya gemerlap kota di balik jendela mobil. Beberapa saat gadis itu tenang tapi tiba-tiba saja dia mendecak kesal. "Hentikan mobil ini."

"Kenapa?"

"Hentikan saja!" Mobil milik Devian menepi di pinggir jalan yang suasananya agak sepi. Tak jauh dari situ ada taman dekat dengan bibir pantai.

Deburan ombak terdengar saat Yana keluar dan berjalan menjauh dari mobil sedang Devian ikut juga keluar dan mengikuti Yana.

Yana berhenti tepat di pagar pembatas. Matanya menatap lurus kendati tak bisa melihat apa-apa selain mendengar suara ombak dan embusan dingin udara di malam hari itu.

"Yana, bukankah kau ingin pulang? Kenapa kau memintaku berhenti?"

"Aku hanya ingin mencari angin saja. Apa ada masalah?" Devian menggeleng lalu diam seraya menyalakan sebatang rokok yang telah terselip di antara bibirnya.

"Aku mendengar masa lalumu pada Stella. Apa itu benar?" Pria itu tak menjawab dikarenakan sibuk menghisap rokok sebelum akhirnya dia mengembuskan asap keluar dari mulut.

"Tentang apa?"

"Tentang gadis yang kau sekap karena kau memiliki perasaan padanya." Mendadak Devian memasang raut wajah sendu beberapa saat lalu melukiskan senyuman getir.

"Ya itu benar ... tapi itu sudah berlalu. Baik aku dan dia, sudah menjalani kehidupan masing-masing. Sekarang pun, aku tak tahu lagi bagaimana keadaannya sekarang."

"Kenapa kau tega melakukan hal itu padanya?"

"Karena aku suka padanya. Dia sangat berbeda dari yang lain dari gadis kebanyakan. Aku pikir, aku bisa menjinakkannya tapi tidak malah aku menyakitinya dan yah aku dihajar habis-habisan oleh kakaknya dan aku belajar akan hal itu." Kali ini Devian menyunggingkan seringai.

Yana otomatis memicingkan mata. "Apa yang kau pelajari?" Devian menarik Yana agar mendekat dan dengan seringainya dia menjawab.

"Kalau aku harus lebih berhati-hati dalam menjalankan rencanaku. Memikirkan semua kemungkinan yang ada agar membuat semua orang tak bisa berkutik sampai akhirnya mendapat apa yang aku dapatkan, yaitu kau."

Jemari Devian yang meraih dagu Yana segera ditepis oleh Yana. "Heh, kau terlalu percaya diri."

"Tapi itu terbukti bukan? Kau jauh lebih menarik ketimbang 'dia'. Tak ada gadis lain yang menawarkan bayaran untuk menjadi kekasih namun kau berani tanpa melihat siapa aku sebenarnya." Merasakan rangkulan makin erat ditambah dengan Devian yang mencodongkan wajahnya pada Yana sontak membuat gadis itu mengerti apa yang diinginkan oleh pria itu.

Maka dengan segera Yana meletakkan telapak tangannya di wajah Devian kemudian mendorongnya jauh-jauh demikian pula tubuhnya yang berusaha agar dia terlepas dari rangkulan Devian.

"Menyesal aku mengobrol denganmu. Ayo kita pulang, aku sudah lelah." Devian tak bisa menyembunyikan wajah senangnya melihat punggung Yana yang menjauh.

Semakin lama Devian sangat ingin mengenal Yana. Masih banyak lagi yang belum diketahui tentang tunangannya itu dan Devian makin tak sabar saja menunggu hari di mana mereka akan menikah.

"Devian, kenapa kau masih diam saja? Ayo kita pulang." Devian segera mengejar Yana yang kembali berjalan sehingga langkah pria itu bisa menyamai langkah dari Yana.

💕💕💕💕

Tepat jam 12 malam, Lucas mengembuskan napas panjang. Dirinya tengah menunggu sang putri yang entah kapan datangnya. Yana mengatakan bahwa dia hanya mengunjungi seorang teman tapi sampai sekarang belum terdengar kabarnya.

Sebenarnya Lucas sudah bertanya pada sopirnya yang membawa Yana. Kenapa dia datang lebih awal? Ternyata Yana memilih untuk pulang bersama seorang 'teman.'

Suara klakson membuyarkan lamunan Lucas yang buru-buru keluar. Pria paruh baya tersebut cukup terkejut melihat Yana bersama Devian.

Keduanya terlihat berbicara beberapa saat, Yana akhirnya mendekati Lucas yang sudah menunggunya di teras dengan wajah masam. Tetapi melihat sosok sang Ayah, Yana dengan cepat menorehkan senyuman palsu.

"Ayah, kenapa kau belum tidur?"

"Menunggu putri Ayah pulang. Kenapa kau bisa bersama Devian?"

"Dia berada di acara yang sama juga jadi dia membawaku pulang." tutur Yana jujur.

💕💕💕💕

See you in the next part!! Bye!!

Kekasih Bayaran (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang