24. Selamat Tinggal

2.3K 140 2
                                    

"Tapi itu sudah berlalu. Sekarang aku punya tunangan dan kami akan menikah secepatnya." Camelia membelalakan matanya.

"Kau akan menikah? Pantas saja kau tak kelihatan lagi di klub. Aku sangat merindukanmu Devian, kapan-kapan kunjungi klub lagi." Devian lantas menggeleng.

"Tidak bisa, aku sudah berkomitmen padanya bahwa aku tak ingin mengkhianati tunanganku."

"Heh? Komitmen. Sudahlah Devian jangan omong kosong! Kita ini sudah lama saling mengenal dan kamu bilang mau berkomitmen? Pernah satu kali kau menyukai seorang gadis tapi kau masih bermain perempuan!" Yana yang tak jauh dari mereka mengepalkan tangannya erat-erat.

Dia kesal dengan ucapan si wanita yang menyinggung soal Devian dan lantaran itu napasnya sesak. "Kau tak akan pernah bisa untuk setia mau pun berkomitmen Devian. Lebih baik kau bersenang-senang denganku seperti dulu."

Devian tetap bergeming bahkan saat Camelia berusaha melingkarkan lengannya pada Devian. Yana sudah tak tahan lagi, dia langsung menghampiri keduanya dan melepas kasar rangkulan Camelia.

Baik Camelia mau pun Devian kaget melihat kedatangan Yana yang tiba-tiba. "Dasar wanita kegatelan, berani-beraninya kau menyentuh tunanganku." ujar Yana dengan nada melengking.

"Yana kau--" Sontak Yana memalingkan wajahnya pada Devian.

"Diam kau! Jadi dugaanku ini benar kalau kau tengah berselingkuh dengan alasan mengunjungi karena dia sakit!"

"Bukan seperti itu Yana, kau salah paham."

"Salah paham apa?! Kau bertemu dengan wanita ini di rumah sakit dan dia memelukmu!" kata Yana seraya menunjuk Camelia.

"Kau tahu aku hampir saja mempercayaimu dan mulai mencintaimu juga ... tapi mendengar penjelasannya, aku tak akan mau percaya padamu lagi." Yana kemudian melepas cincin tunangan milik Devian lalu meletakkannya di telapak tangan Devian.

"Hubungan kita sudah sampai di sini saja! Selamat tinggal." Devian mematung sebentar pada cincin itu kemudian mengepalkan tangannya erat memegang benda bulat tersebut.

"Sialan!" Pria itu segera mengejar Yana. Dia sudah tak peduli dengan bunga yang dia bawa untuk Ibu Yana atau pun panggilan dari Camelia. Perhatiannya terpusat pada Yana.

Sesekali menghapus air matanya Yana berjalan menuju mobil dan begitu dirinya menggapai pintu mobil yang hendak dibuka, tangan kokoh milik Devian menahan mobil pintu terbuka.

Tubuh Yana lalu diputar agar bisa menghadapnya. Punggung Yana membentur kuat tapi gadis itu hanya diam seraya menunduk. "Apa kau serius dengan keputusanmu itu? Memutuskanku?"

"Ya." lirih Yana singkat. Devian tak puas dengan jawaban Yana dan segera mencengkeram kasar kedua pipi Yana agar dia bisa melihat ekspresi dari gadis itu.

Dia tak peduli jika air mata Yana membasahi lengannya. "Katakan padaku apa benar kau ingin putus?!"

"Ya!" jawab Yana sekali lagi. Kali ini dia menggunakan nada lantang, meski air mata terus mengalir ada keseriusan di sorot mata Yana.

"Kenapa? Apa karena aku tak sengaja bertemu Camelia? Apa kau takut kalau aku selingkuh darimu?!" Yana tak menjawab. Dia melepaskan cengkeraman dari Devian.

"Aku sudah tak percaya padamu lagi! Aku membencimu!" Gadis itu mendorong kasar tubuh Devian dan secepatnya masuk di mobil.

Dia kemudian memacu mobil meninggalkan Devian yang menatap sendu. "Baiklah kalau itu maumu Yana! Mulai sekarang kita sudah tak punya hubungan lagi!" Devian lalu melempar cincin milik Yana sebelum akhirnya berteriak frustasi.

Untuk kedua kalinya Devian ditinggalkan oleh wanita yang dicintainya dan kali ini rasanya lebih sakit. Tak jauh dari rumah sakit, Yana menepikan mobilnya.

Dalam mobil dia menangis sejadi-jadinya. Pikirannya selalu saja tertuju pada perkataan Camelia. One night stand, tak bisa setia menciptakan kesakitan yang amat luar biasa dalam diri Yana.

Kenapa dia harus bertemu dengan Devian? Kenapa dia menawarkan pada pria itu? Kenapa Devian memaksanya untuk bertunangan dan kenapa Yana mulai jatuh cinta dengan pria berengsek itu?

💕💕💕💕

Baik Devian mau pun Yana mereka pulang dengan raut wajah sedih. Hal itu tentu saja diperhatikan oleh Kakek Devian begitu juga Lucas Ayah Yana.

Saat Ayah Yana ingin menelepon Kakek Devian, ponselnya berdering dan layar ponsel memperlihatkan nama "RIVAL ABADI." Lucas mendengus lalu mengangkat telepon tersebut.

"Halo,"

"Katakan padaku, apa yang dilakukan oleh putrimu sampai-sampai Devian terlihat sedih?" tanya Kakek Devian dengan tatapan mengintimidasi.

"Hei justru aku yang bertanya seperti itu, cucumu itu apakan anakku hingga matanya bengkak sekali?!" balas Lucas mulai emosi.

"Sudah hentikan kalian berdua; sayang bicaralah baik-baik pada Ayah Yana. Mungkin saja kita mendapat informasi dari dia." kata Nenek Devian. Ada kecemasan dalam nadanya.

"Informasi apa? Dia juga bilang tak tahu soal ini." sahut Kakek Devian ketus.

"Hei, hei ... kalian jangan membuatku menunggu. Bagaimana jika kalian bertanya pada Devian nanti biar aku yang akan bertanya pada Yana."

"Itu ide yang bagus. Baiklah kami akan menanyakan baik-baik padanya nanti kabari kami jika sudah tahu penyebabnya." tutur Nenek Devian dan tak lama setelah itu panggilan dimatikan.

Lucas segera menuju kamar milik Yana. Diketuknya pintu beberapa kali dan membukanya. Dia melihat sosok Yana yang berantakan. Tentunya gadis itu tak berhenti menangis.

"Sayang, kenapa kau menangis? Apa Devian menyakitimu?" Yana terus saja terisak. Dia tak memiliki minat untuk menjawab pertanyaan Ayahnya.

"Hei ayo katakan, jika kau diam saja Ayah tak akan bisa membantumu." Lucas memandang serius pada Yana yang kini mengusap kasar air matanya.

"Ayah kami sudah putus."

💕💕💕💕

See you in the next part!! Bye!!

Kekasih Bayaran (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang