"Kau datang dengan siapa?" Rani lalu menunjuk seorang anak kecil beserta seorang pria. "Mereka keluargaku. Suami dan anak angkatku bernama Sherly. Kalau kau?"
Devian menatap pada Rani. "Aku di sini bersama dengan tunanganku. Kami sedang jalan-jalan setelah aku bekerja sekaligus kami akan menghadiri acara temannya."
"Oh benarkah? Sayang sekali sebenarnya aku ingin kau menghadiri acara kami yang kebetulan malam ini tapi tak apa-apalah lain kali saja. Bisa aku minta nomor teleponmu? Ya supaya kita bisa berhubungan dan bertemu lagi."
"Tentu." Keduanya dengan cepat memberikan nomor telepon satu sama lain kemudian Rani pamit menuju suaminya sementara Devian bergerak lagi ke arah Yana.
"Kau lama sekali," komentar Yana tak digubris. Devian lalu menyuruh Yana untuk pergi dari tempat itu dengan raut wajah tak tenang. Yana lantas menaruh curiga dan bertanya.
"Ada apa? Kenapa kau terlihat cemas begitu?"
"Sudahlah, ayo kita pergi saja!" Suara Devian agak meninggi mengurungkan niat Yana untuk bertanya lebih jauh.
Sampai di parkiran dan membuat Yana masuk ke dalam mobil. Devian berhenti untuk mengambil sebatang rokok lalu dia selipkan dicelah bibir.
Yana diam seraya memperhatikan pria itu terus. Dia baru pertama kali melihat Devian seperti ini. Sudah jelas dia memiliki masalah tapi Devian tak mau memberitahukannya.
Baik di restoran atau pun di hotel sampai sekarang saat mereka telah bersiap menuju acara Devian karut marut. Satu bungkus rokok telah dia habiskan menambah kekhawatiran Yana.
Tapi sampai di pesta, Devian sudah mulai terlihat tenang dan berbicara dengan para tamu. Yana pun berbincang dengan beberapa temannya yang memang hadir di tempat itu karena undangan dari Rani.
"Yana!" Gadis itu menoleh dan tersenyum lebar melihat Rani yang tengah hamil melambaikan tangan ke arahnya. Dia menghampiri dan memeluk sebentar Rani.
"Aku merindukanmu."
"Aku juga ... perkenalkan ini suamiku, Karma Wynne dan ini anakku namanya Sherly."
"Yana." ucap Yana singkat memperkenalkan diri.
"Aku tak tahu kalau kau hamil, selamat ya."
"Terima kasih. Katanya kau mau kenalkan aku dengan tunanganmu. Mana dia?" Yana lalu mengedarkan pandangan mencari Devian.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Devian menampakkan diri yang langsung melihat lambaian tangan dari Yana. Pria itu lalu berjalan mendekat.
Yana kembali berjabat tangan dengan Dani, kakak Rani yang juga teman masa kecilnya. "Kau datang ke sini dengan siapa?"
"Tunanganku. Sebentar lagi dia akan datang juga ke sini." Muncullah Devian dari belakang Yana dan mereka terkejut.
"Devian?" Baik Rani bersama suami dan Dani terkejut akan kehadiran pria itu.
Masih terekam dengan jelas apa yang dilakukan Devian terhadap sang adik dan menimbulkan kemarahan dalam diri Dani. "Kau?!"
Dani mencengkeram kerah Devian dan berniat memukul Devian. "Abang hentikan! Jangan membuat keributan."
"Tapi Rani dia--"
"Kejadian itu sudah lama sekali. Jangan mengungkitnya toh sekarang dia sudah bertunangan dengan Yana." Dani lantas melempar pandangan pada Yana yang syok.
"Apa itu benar? Kau bertunangan dengan pria berengsek ini?!" Mau tak mau Yana mengangguk.
Dia lalu menarik Devian ke sisinya agar tak menjadi bulan-bulanan Dani. "Serius?! Sekarang katakan apa yang membuatmu tertarik padanya? Dia itu pria bajingan yang hampir saja memerkosa adikku tapi sekarang kau mau menikahi pria ini?! Apa kau buta Yana?!"
Yana tak menyahut. Gadis itu memperhatikan Devian apa dia terluka atau tidak. "Aku baik-baik saja, jangan khawatir."
"Hei apa kau mendengarku?!"
"Ya aku mendengarmu!" balas Yana dengan suara tinggi.
"Aku tahu apa yang dia lakukan karena dia mengakui semuanya tapi aku juga kaget saat tahu bahwa gadis itu adalah Rani! Kalau kecewa, aku sudah lama merasakannya dan aku memang membenci Devian ...." Yana beralih dari Dani memandang pada Devian.
"Tapi aku percaya dia bisa berubah. Kalau tidak ... mana mungkin dia mengambil resiko untuk melamarku meski keluarga tak menyetujui. Karena dia juga kedua perusahaan kami yang awalnya saling membenci kini bisa bekerja sama, jadi aku minta padamu Dani untuk sopanlah sedikit pada Devian. Dia tunanganku, calon suamiku yang berarti jika kau melakukan sesuatu terhadapnya maka kau akan berurusan denganku."
Dani terdiam kendati menampakkan wajah marah, dia tak bisa melakukan sesuatu. Yana dan Devian lalu pergi meninggalkan acara menuju tempat yang sepi di mana mereka bisa berbicara tanpa ada yang mengganggu. "Terima kasih ya Yana, kau mau membelaku."
"Yah sama-sama lagi pula kau ini calon suamiku. Asal jangan melakukan hal ini lagi ya." Devian menjawab dengan gumaman.
Dia mengambil sebatang rokok untuk Devian hisap. "Devian, jangan merokok terus tak baik untuk kesehatanmu." Alis Devian terlipat.
"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" Yana mendadak merentangkan tangannya.
"Bagaimana jika rokok itu diganti sama pelukanku? Kau mau pilih mana?" Devian mengerjapkan matanya sesaat lalu memeluk Yana. Sudah pasti dia memilih untuk memeluk Yana sebagai ganti rokok.
"Nah begitu dong." Pria itu tak menyahut. Dia hanya mengeratkan pelukan yang dirasanya sangat nyaman.
"Jangan merokok lagi ya, aku tak mau kau sakit karena terus merokok. Lebih baik kalau kalau kau memelukku jadi jika kau butuh sesuatu telepon saja aku. Mengerti?" Kali ini Devian merespon dengan menggerakkan kepalanya ke atas dan ke bawah tapi lalu dia menopang kepalanya di leher Yana.
💕💕💕💕
See you in the next part!! Bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Bayaran (TAMAT)
RomansaMas, mas!" Devian otomatis menatap seorang gadis cantik yang saat ini menghampirinya terburu-buru. Si gadis cantik itu pun tak malu menyentuh Devian yang kekar. "Boleh tidak jadi anda jadi kekasih saya?" Pertanyaan tersebut dilempar oleh si gadis ca...