BAB 10

1.6K 89 0
                                    


"Makasih ya Bim, udah ngantarin aku, " Mimin, tersenyum menatap Bima. Ia sedikit kecewa, karena tadi malam Bima tidak jadi nginap di tempatnya. Ia juga tidak memaksa laki-laki itu untuk bersamanya. Bima mengatakan bahwa ia takut lepas kendali jika mereka tidur bersama. Laki-laki itu hanya menemaninya hingga ia tertidur dan lalu pulang.

"Iya sama-sama," Bima, mengelus puncak kepala Mimin.

"Makasih juga udah nemenin aku dua hari di sini,"

Bima tersenyum dan lalu mengangguk, "Hati-hati di jalan,"

"Ah, rasanya berat banget mau pisah sama kamu,"

Bima mendekatkan wajahnya dan mengecup kening Mimin, "Kalau jodoh, kita pasti akan bertemu lagi," Bima melepas kecupannya.

Tadi malam ia mengurungkan niatnya untuk tidur bersama wanita ini. Ada beberapa hal yang harus ia pertimbangkan, status Mimin bukanlah siapa-siapa baginya dan mereka juga bukan pacaran. Ia ingin bermain aman dan batas kewajaran saja. Sudah cukup ia bersikap lancang karena mencium bibir tipis itu berulang kalu. Jujur dua hari ini ia sudah terlalu hanyut atas godaan Mimin.

Bima menatap iris mata bening itu, "Sering-seringlah kita berkomunikasi, siapa tahu kamu adalah wanita yang ku cari selama ini,"

Mimin tersenyum mendengar ucapan Bima, lagi-lagi laki-laki itu bersikap romantis kepadanya. Siapa yang tidak jatuh hati, jika di perlakukan seperti ini setiap hari. Bahkan seorang Gista saja betah menjomblo bertahun-tahun lamanya, karena laki-laki ini,

"Iya,"

Mimin lalu mengecup pipi kiri Bima, "Aku pergi dulu,"

Mimin menjauhi Bima ia mendekati petugas avsec yang berjaga. Ia menoleh ke belakang lalu melambaikan tangan ke arah Bima yang masih menatapnya di sana. Tatapan teduh itu lah yang ia rindukan nantinya. Ia tidak perlu merengek-rengek seperti sepasang kekasih yang akan berpisah jauh. Karena mereka dari awal tidak memiliki hubungan apa-apa.

Liburan dua hari kemarin merupakan suatu kenangan terindah yang pernah ia rasakan. Momen-momen di mana Bima memeluknya, mengecupnya dengan tenang dan saling bercerita. Itu merupakan suatu hal yang tidak membosankan. Ah sudah, yang pasti ia sudah cukup bahagia karena Bima sudah menemani seharian seperti ini. Liburannya ke Bali tidak sia-sia begitu saja.

Benar kata Bima, jika jodoh maka akan bertemu lagi. Mereka sama-sama dewasa tidak perlulah merasa kehilangan. Ia yakin, suatu saat mereka akan dipertemukan kembaili.

"Jangan pernah melupakan kenangan manis yang telah kita ciptakan,"

***

Beberapa jam kemudian, Mimin sudah tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Mimin menarik koper menuju pintu keluar. Mimin mengedarkan pandangan kesegala area. Ia memperhatikan orang orang yang ada di sana. Banyak yang menunggu jemputan di kursi tunggu, ada pula yang sedang tertawa, ada yang sedang menelfon, ada yang menangis karena ingin berpisah. Begini lah mehidupan ada jumpa pasti ada pisah.

Mimin melirik jam melingkar di tangan menunjukkan pukul 15.00 menit. Ia menatap langit cerah, cuaca sedang panas-panasnya. Ia akan mengahadapi Jakarta yang macet dan panas ini. Andai ia memiliki kantor di Bali, maka ia akan menetap di sana. Belum apa-apa ia sudah merindukan suasana Bali. Mimin menatap beberapa taxi melintas di jalan. Ia memutuskan untuk memakai taxi saja.

Sementara di kursi tunggu, sepasang mata memperhatikan Mimin dari kejauhan. Ia merasa mengenal cukup baik wajah itu, ia lalu berdiri memastikan apa yang dilihatnya. Ia lalu berdiri mendekati wanita berambut panjang itu.

"Mimin ...,"

Mimin lalu menoleh, ke samping, karena suara berat laki-laki menyebut namanya. Mimin mengerutkan dahi, menatap laki-laki mengenakan berkaca mata hitam hitam bertengger di sisi mata.

CINTA TAK PERNAH SALAH (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang