BAB 17

1.1K 68 0
                                    


Indah menatap langit, ternyata cuaca begitu cerah. Tapi entahlah hatinya seakan suram, setelah mendengar bahwa Bima tidak menyukainya. Inginnya menangis saja, belum di mulai ia sudah patah hati duluan. Dirinya saja yang terlalu berharap lebih terhadap Bima. Indah memilih duduk di dekat gereja katolik, sambil memotret bangunan itu. Ia memandang beberapa anak kecil bermain dengan tumpukkan salju. Salju-salju itu ternyata sangat dingin terlebih hingga, melekat di jasnya.

Liburan ke Paris menurutnya gagal total, sama sekali tidak seindah yang ia harapkan. Kalau sudah seperti ini lebih baik liburan sendirian saja. Toh, semua tidak sesuai ia harapkan. Indah merasakan ponselnya bergetar di balik saku jasnya. Ia lalu merogoh dan menatap ke arah layar persegi itu. Ternyata pesan singkat dari Bima. Indah memilih bersandar di tembok bangunan gereja. Menahan dingin yang teramat sangat, ia tidak ingin pergi terlalu jauh, karena cuaca seperti ini tidak mendukung untuk pergi kemana-mana.

Ia lalu membaca pesan singkat itu,

"Kamu ada di mana?,"
Bima 09.10

Indah mulai mengetik dan membalas pesan singkat dari Bima,

"Bukan urusan kamu !,"
Indah 09.11

Tidak butuh lama pesan singkat itu dapat balasan,

"Masih marah ?,"
Bima 09.12

"Enggak, biasa aja sih. Aku mau jalan-jalan sendiri, tanpa kamu,"
Indah.09.12

"Enggak takut jalan-jalan sendiri? Ini Paris loh, gelandangan di sini enggak kalah banyaknya dari Jakarta,"
Bima 09.13.

"Sok tau banget,"
Indah 09.13

"Pulang yuk, kayaknya kamu sudah kedinginan"
Bima 09.15 menit.

Indah mengerutkan dahi, setelah membaca pesan singkat itu. Sedetik kemudian Bima mengirim sebuah foto. Indah menatap foto dirinya bersandar di dinding sambil menatap ke arah layar persegi. Indah lalu menoleh ke samping, ia menatap Bima yang tengah memperhatikannya. Iris mata itu membuat hatinya seketika berdesir, ternyata laki-laki dewasa itu mengikutinya.

Jujur ia tidak tahu kenapa, ia lebih menyukai laki-laki dewasa seperti Bima, dari pada seumuran. Entahlah mungkin karena laki-laki dewasa seperti Bima lebih mengerti dirinya, tidak ada cinta main-main. Yang jelas, ia merasa lebih terlindungi, dan dapat membentuk sebuah bentuk rasa nyaman.

Indah melihat Bima berjalan mendekatinya, ia lalu memasukkan ponsel di saku jasnya. Menatap wajah tampan itu, inginnya sih menangis di pelukkan itu, mengadu bahwa ia di sini ingin bersamanya.

"Kamu kenapa ke sini," ucap Indah dengan suara bergetar, karena hawa dingin membuat jari-jarinya kaku.

"Ngikutin kamu,"

"Aku enggak mau kamu kenapa-kanapa, terlebih cuaca seperti ini,"

Mencari keberadaan Indah memamg cukup mudah, karena jas merah yang di kenakan wanita itu, begitu kontras dari pada yang lainnya. Bima menarik nafas, ia harus ekstra sabar menghadapi Indah. Lebih baik ia mengalah saja, tidak ingin tersulut emosi.

"Aku minta maaf, mungkin sudah melukai perasaan kamu,"

"Kamu mau kan maafin aku?," Bima, menatap iris mata bening itu penuh harap.

Indah lalu mengangguk, "Iya,"

Bima tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arah Indah, "Pulang yuk," ucap Bima.

CINTA TAK PERNAH SALAH (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang