BAB 5

1.8K 113 0
                                    


Tarian kacak adalah kesenian tradisional dari Bali, sejenis tari drama. Tarian kacak menceritakan pewayangan Ramayana dengan seni gerak dan tari. Tari kecak berasal dari tarian sakral "Sang Hyang", menggunakan tubuh si penari untuk menyampaikan sabdanya.

Tarian itu memiliki nilai seni yang tinggi. Penampilan yang luar biasa indah dan kompak. Membuat para turis berdecak kagum dan di cintai semua kalangan, walau yang menonton banyak bukan beragama hindu.

Banyak pesan moral yang disampikan di setiap adegan, seperti kesetian Shinta terhadap suaminya Rama. Serta burung Garuda yang rela melepaskan sayapnya demi Shinta dari cengkraman Rahwana. Setiap adegan yang ditampilkan begitu sarat makna. Mimin tidak lupa mengabadikan moment antraksi itu di kamera ponselnya.

Akhirnya pertunjukkan selesai, tepuk tangan meriah dari gerombolan turis dari Australia, Jepang dan China mendominasi teater. Mimin dan Bima mendekati hanoman untuk berselfie sebagai kenang-kenangan. Mimin tersenyum melihat tangan Bima masih dibahu, laki-laki itu melindunginya dari para turis, yang ingin melakukan hal yang sama.

Bima dan Mimin berjalan menuju area parkiran, semenit kemudian mobil meninggalkan area Pura Dalem. Bima melanjutkan perjalanan menuju restoran bebek Bengil yang terletak di jalan Hanoman.

"Kamu suka bebek?," ucap Bima, ia merupakan salah satu orang pecinta bebek.

"Suka,"

"Kita makan bebek aja ya,"

Mimin tersenyum dan lalu mengangguk, "Iya,"

Bima dan Mimin memilih duduk disalah satu kursi kosong yang tersisa. Bima memesan bebek bengil dua porsi. Ia memperhatikan gerak gerik Mimin yang terlihat natural. Ia suka wanita seperti Mimin yang tidak banyak sibuk dengan ponselnya. Mimin wanita dewasa, dia tahu cara bersikap tenang.

"Kamu sudah sering ke Bali?," tanya Bima.

"Enggak terlalu sering sih, tapi pernah beberapa kali sama keluarga. Tapi enggak sampai ke Ubud gini, cuma ke Denpasar nginap di Kuta," ucap Mimin.

"Keluarga kamu di Palembang?," tanya Bima.

"Iya, semua di sana, kadang papa aja bolak balik Jakarta Palembang, ngurusin kerjaan kantor aja,"

"Kamu anak walikota,"

Mimin tahu pasti Gista lah menceritkan kepada Bima, "Dulu, sekarang ya enggak lah, biasa-biasa aja,"

Mimin dan Bima memandang waitress membawa pesanannya. Hidangan pun kini tersaji di atas meja. Hidangan utama di sini adalah bebek goreng yang disajikan dengan nasi putih lengkap dengan sambal matah dan lawar. Bebek goreng itu begitu renyah berwarna coklat kekuningan. Katanya bebek ini di rendam selama dua belas jam lamanya dengan rempah-rempah rahasia.
"Kamu enggak ke Jakarta?," tanya Mimin, meneguk air mineral.

"Senin pagi aku akan ke Jakarta," ucap Bima, ia memasukkan daging bebek ke dalam mulutnya.

"Owh ya, ngapain?,"

"Mau liburan,"

"Liburan ke Jakarta? Yang bener aja !, Tahu sendiri Jakarta itu bagaimana," Mimin mencubit daging bebek dan memasukan ke dalam mulutnya.

Bima tersenyum melirik Mimin, "Aku bukan liburan ke Jakarta, tapi ke Paris,"

Mimin mengerutkan dahi, memandang Bima, "Sama siapa?,"

"Seseorang,"

"Pacar ya?," Mimin mencoba menyelidiki, ah lagi-lagi ia akan patah hati sebelum bertindak.

Padahal ia ke sini ingin pendekatan dengan laki-laki itu. Siapa tahu ia beruntung Bima tertarik dengannya. Toh, ia bukan wanita pasif yang memilih menunggu laki-laki dulu yang bertindak. Ia tahu apa yang ia mau, dengan segala resikonya.

CINTA TAK PERNAH SALAH (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang