BAB 16

1.2K 72 0
                                    


Bima membuka hendel pintu, ia menatap Indah yang sedang duduk di sofa. Ia melirik jam menggantung di dinding menunjukkan pukul 07.20 menit. Ternyata bocah kecil itu sudah bangun lebih awal dari pada dirinya. Ah, ia semakin pusing berurusan dengan anak ABG ini lagi. Semua pernyataan yang tadi malam dia katakan, membuat suasana semakin gerah.

Bima mengalihkan pandangannya ke arah jendela ternyata salju sudah berhenti, hanya sisa-sisa salju yang terisisa disana. Wanita itu lalu menoleh ke belakang, menyadari kehadirannya. Ia memperhatikan penampilan Indah. Wanita itu memakai jas merah tebal. Topi baret berwarna abu-abu itu membuat penampilannya semakin stylish. Liburan di kota Paris, tidak seromantis yang ia kira. Ah, sungguh malas sekali berhubungan dengan gadis kecil ini.

"Lebih baik kita cari sarapan," Bima berusaha tenang, ia tidak ingin gadis kecil itu kelaparan, karena cuaca dingin.

Indah lalu berdiri, "Iya," ucap Indah.

Indah memperhatikan penampilan Bima, seperti biasa nampak terlihat keren di matanya, laki-laki itu mengenakan jas hitam dan celana jins berwarna senada. Sepertinya laki-laki itu masih tidak ingin berbicara banyak kepadanya.

Bima melihat Indah memasang sepatu boots, ia memilih menunggu di depan pintu. Setelah selesai Bima meneruskan perjalanannya, ia akan mencari sarapan di dekat sini saja, toh banyak cafe yang buka. Terlebih cuaca sedang dingin-dinginnya.

Bima memasukkan tangan ke dalam saku jas, ia merasakan hawa dingin menerpa wajahnya. Ia melihat beberapa warga lokal antusias menyambut turunnya salju. Ada yang membawa ski, ada juga yang bermain dengan tumpukkan salju.

Bima memandang aktivitas mobil mulai berjalan di jalan, karena memang salju tidak terlalu tebal. Walau ia tahu bahwa transportasi umum seperti kereta, bus, dihentikan sementara, hinggga kondisi kota bisa dipulihkan.

Bima melirik Indah yang masih menyeimbangi jalannya, Ia melihat cafe Mimosa yang bertulisan open di dekat daun pintu. Karena jarak cafe ini begitu dekat dengan penginapananya. Ia melihat beberapa orang sedang sarapan di sana.

Bima memilih duduk di salah satu kursi kosong ia menatap Indah duduk di hadapannya. Wanita itu hanya diam, sesekali menatapnya. Topi baret abu-abu yang di kenakannya masih terlihat menarik di matanya. Ia melihat makanan tersaji di meja. Sajian ini adalah Tartine sarapah khas orang prancis, sejenis sendwich, yang berisi roti panggang, di tambah seperti sayuran segar, madu dan selai. Tidak lupa secangkir kopi panas untuk menghangatkan tubuhnya.

"Aku minta maaf atas ucapan aku tadi malam," ucap Indah membuka topik pembiacaraan.

"Ucapanku mungkin membuat suasana tidak enak seperti ini," ucap Indah lagi, ia memasukan roti itu ke dalam mulutnya.

"Iya tidak apa-apa," Bima menyesap kopi.

Indah mencoba tersenyum menatap Bima, "Di sini itu bangunannya masih klasik semua ya, tadi aku lihat deretan toko-toko unik, cafe, galeri seni, dan banyak toko bakery. Kayak kota tua gitu," ucap Indah.

"Le marais adalah kota tuanya di Paris, pak Hendra sepertinya tidak salah mencarikan penginapan yang strategis untuk kita," gumam Bima.

"Aku kayaknya mau foto di depan Gereja St Paul Saint Louis itu deh," Indah menunjuk gereja yang berada di sebrang cafe.

"Iya nanti aku fotokan kamu di sana," ucap Bima sekenanya. Ia meraih cangkir lalu menyesap kopi di cangkir.

Indah memicingkan mata, melihat Bima, "Kamu enggak seneng ya liburan sama aku," terlihat jelas dari tatapan laki-laki itu acuh kepadanya.

Bima meletakkan garpu di atas piring, "Bukannya kamu yang membuat suasana menjadi tidak enak seperti ini," ucap Bima mulai kesal.

Entah lah ia tidak terlalu suka Indah menyukainya. Masalahnya semalam ia tidak di beri kesempatan untuk menjawab ucapan wanita itu.

CINTA TAK PERNAH SALAH (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang