BAB 32

1.2K 72 0
                                    


Ini merupakan pertama kalinya ia ke rumah Indah, tepatnya pada hari Sabtu pagi, ia hanya ingin mengajak wanitanya keluar untuk pertama kalinnya. Ia sempat ditanya oleh security depan yang berjaga dan tujuan apa menemui Indah. Ia mangatakan bahwa dirinya adalah kekasih Indah.

Di sini ia ingin menjalani hubungan yang terbuka, ia siap menghadapi orang tua Indah dan tidak ingin wanita muda itu lompat dari pagar belakang lagi. Ia menekan tombol di dekat daun pintu, ia melirik security yang masih mengawasinya dari kejauhan. Ia menunggu hingga sang pemilik rumah membukakan pintu. Beberapa detik kemudian pintu terbuka. Ia menatap laki-laki separuh baya berpakaian kaos polo biru. Ia yakin beliau adalah ayahnya Indah, karena wajah Indah lebih dominan sang ayah.

Pak Roby memperhatikan laki-laki berkaos putih, dia mengenakan celana jins dan sepatu kets. Tadi Indah meminta ijin mengatakan bahwa hari ini dia akan pergi keluar bersama laki-laki bernama Dimas. Tentu saja ia melarang permintaan putri semata wayangnya itu. Jika dia adalah laki-laki sembarangan, dia bukanlah Bima yang sudah ia kenal baik. Ia tidak tahu di mana Indah mengenal laki-laki ini. Sehingga merengek-rengek ingin keluar.

"Selamat pagi om," Dimas berusaha tenang, di sini ia bukan berhadapan dengan keluarga pasien tapi dia berhadapan dengan keluarga sang kekasih.

"Pagi juga, kamu siapa?,"

"Perkenalkan saya Dimas om," Dimas mengulurkan tangannya ke arah beliau.

"Saya ayahnya Indah, masuklah," baliau memperlebar daun pintu mempersilahkan Dimas masuk.

Dimas lalu melangkah masuk ke dalam, ia memperhatikan ruangan rumah mewah ini. Ia menelan ludah ternyata benar rumah Indah lebih mewah dari rumahnya. Ia lalu duduk di sofa ruang tamu, karena beliau duduk di sana. Ia melihat foto setinggi manusia, wajah itu cantik seperti Indah. Ia yakin itu adalah saudaranya Indah yang bernama Mita, yang sering diceritakan Indah kepadanya.

"Kamu tinggal di mana?,"

"Tinggal di Puri Indah om, tepatnya perumahan Puri kencana,"

"Owh di sana," beliau kembali memandang Dimas.

"Iya om,"

"Kerja?," tanyanya lagi.

"Iya,"

"Kerja di mana?," tanya beliau penasaran, sambil melipat tangannya di dada, karena ia ingin mengetahui siapa laki-laki ini.

"Di rumah sakit Puri Indah, kalau peraktek di rumah sakit jantung Harapan Kita,"

Dimas sudah menduga, bahwa beliau menanyakan pertanyaan seperti ini. Ia jadi teringat kejadian di kantor polisi ketika diintrogasi.

"Dokter?,"

"Iya om,"

"Dokter apa?,"

"Dokter spesialis bedah jantung dan pembuluh darah,"

"Lulusan mana?,"

"UI, dan ngambil spesialis di Singapore om,"

"Sejak kapan kamu mengenal Indah?,"

"Minggu kemarin om,"

"Berarti masih baru,"

"Iya"

Dimas melihat Indah turun dari tangga, wanita itu mengenakan celana jins dan baju berwarna putih. Bando biru yang di kenakannya, membuat penampilannya semakin menawan. Indah bukanlah wanita glamor seperti kebanyakkan, malah sebaliknya. Dia sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia memiliki segalanya.

"Ih, papi, nanyanya detail banget," Indah lalu duduk.

"Kan malu sama dokter Dimas nya," sungut Indah, mengapit lengan papi.

CINTA TAK PERNAH SALAH (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang