BAB 19

1.1K 69 0
                                    


Indah dan Bima tadi mengunjungi Museum Louvre karena jaraknya memang tidak terlalu jauh dengan tempatnya menginap, mereka hanya perlu berjalan kaki saja. Kebetulan salju telah berhenti dan matahari menampakkan sinarnya. Ia melihat turis tidak terlalu ramai sedang berjalan memasuki museum. Jika musim panas tiba museum ini di penuhi oleh turis manca negara, bahkan untuk masuk saja mengantri panjang luar biasa. Sekarang yang ia lihat hanya beberapa orang saja.

Indah mengabadikan fotonya dibangunan piramida tepatnya di depan meseum Louvre. Indah melirik Bima, memasukan tangannya di saku jas tebalnya. Laki-laki itu seperti biasa terlihat tampan dan sangat keren.

Bangunan museum Louver itu begitu besar, seluas 6 hektar. Koleksi museum itu bagus-bagus, dan bangunan sejarah masih terawat dengan baik. Akses memasuki museum Louver itu lewat piramid raksasa ini. Mereka membeli tiket di loket, didekat pintu masuk yang dijaga security itu.

Museum ini terbagi delapan departmen, mesir kuno, Etruskan, Romawi, Timur dekat, Kesenian Islam, Patung, Lukisan, karya Dekoratif dan Gambar. Ia dan Bima sangat tidak mungkin mengelilingi semua galeri di sini, karena sangat besar. Museum ini dulunya bekas istana kerajaan Perancis, sekarang menjadi salah satu museum terbesar di dunia, sekaligus monumen bersejarah di kota Paris.

Indah dan Bima memandang plan pada majalah yang ia beli di loket tiket. Bima membuka majalah itu, memilih tempat mana yang ingin mereka kujungi terlebih dahulu. Di museum ini terbagi tiga bagian gedung, Richelieus, Sully dan Denon.

"Kita masuk ke gedung Denon aja ya," ucap Bima memberi opsi, melirik Indah. Bima tahu bahwa Denon Wing adalah bagian museum yang paling padat dikunjungi.

"Iya, aku mau liat lukisan Mona Lisa karya dari Leonardo Da Vinci,"

"Oke," ucap Bima, lalu melangkahkan kakinya ke arah pintu sebelah kanan, ada beberapa turis melangkah masuk ke dalam bersamanya.

Bima menatap ribuan lukisan-lukisan yang menggantung di dinding dengan bingkai beraneka ragam dan rupa. Lukisan itu mulai dengan jarak setengah meter. Ia menatap lukisan Monalisa yang di lapisi kaca anti peluru. Untung saja pengunjung tidak terlalu ramai, jadi ia bisa mengabadikan foto di sana, begitu juga dengan Indah.

Bima masih menatap lukisan Mona Lisa, kesan umum pada lukisan itu adalah ketenangan besar. Ketenangan itu berasal dari warna, pose dan gorden bersahaja. Wanita itu setengah tersenyum penuh teka-teki, tatapannya ke kanan dan tangannya terlihat nyata seolah memiliki tubuh yang berbeda.

Di sini lah ia melihat misteri mengapa Mona Lisa menjadi magnet bagi semua orang. Hingga saat ini masih misteri siapa model wanita muda dalam lukisan itu.

"Kamu lihatin lukisan itu terus," ucap Indah, yang sedari tadi menatap Bima yang memperhatikan lukisan itu.

Bima menoleh ke arah Indah, "Iya, dulu aku hanya melihatnya TV dan sekarang aku melihatnya langsung, dia terlihat magis siapapun yang memandangnya," ucap Bima tersenyum menatap Indah.

"Meskipun lukisan itu paling terkenal di dunia, tapi lukisan itu sama sekali tidak di tanda tangani atau tanggal oleh sang pelukis. Sampai sekarang saja tidak ada yang tahu pasti tentang sejarah lukisan itu," ucap Bima lagi.

Bima lalu meneruskan langkahnya diikuti Indah, "Aku pernah membaca sejarah lukisan Mona Lisa, lukisan itu ditemukan lusuh tersiram cairan asam. Akhirnya sejarawan berinisiatif melindungi lukisan itu. Usianya sudah mencapai 500 tahun, sempat berpindah-pindah tangan bahkan hilang dan di curi. Sekarang lukisan itu berdiri tegak di sini,"

Bima melirik Indah, "Kamu sepertinya suka sejarah,"

"Ya suka lah" Indah memandang lukisan-lukisan yang terpajang di dinding.

CINTA TAK PERNAH SALAH (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang