Aku tertegun menatap matanya. Aku diam tidak bisa melawan perlakuannya padaku. Namun tanpa diduga Pak Surya menampar lelaki congkak itu.
"Jaga ucapanmu Dimas, tak pantas kau katakan itu pada calon istrimu."
Kulihat Pak Surya emosi dengan nafas tersengal-sengal.
"Ternyata pergaulanmu, pendidikanmu sama sekali tidak merubah tabiatmu sedikitpun. Bapak kecewa padamu Dimas."
Dimas terdiam namun dengan bibir tersenyum mengejek ke arahku. Aku tak mau lagi mendengar perdebatan mereka, setengah berlari aku meninggalkan tempat itu.
Langkahku kupercepat agar segera sampai di surau. Jika sudah berkumpul dengan anak-anak setidaknya akan mengurangi rasa sedihku.
Melihat keceriaan anak-anak sungguh menjadi hiburan bagiku.
Saatku pulang tak disangka lelaki arogan itu menungguku di perjalanan. Terlihat dia menghampiriku, namun aku mengabaikannya. Aku pura-pura tak melihatnya.
"Hai, Kasih...aku mau bicara padamu soal pernikahan kita. Dan aku minta maaf untuk hal yang terjadi tadi siang. Aku sungguh tidak bermaksud demikian."
Ucapnya yang terlihat ragu-ragu. Aku masih tak menghiraukannya dan berjalan perlahan, dia mengikuti di belakangku. Rasanya tak percaya dengan semua ucapannya. Lelaki sombong itu minta maaf padaku?. Aku yakin tidak tulus dari dalam hatinya.
"Aku sungguh menyesal Kasih, menikahlah denganku!"
Rasanya tidak percaya kalimat itu keluar dari mulutnya. Kuhentikan langkah dan membalikan tubuhku menghadapnya.
"Simpanlah ucapan maafmu itu untuk dirimu sendiri. aku sungguh kasihan padamu, orang terpelajar namun tidak memiliki etika. Kalaupun nanti aku mau menikah denganmu, itu karena aku melihat kebaikan orang tuamu bukan karena permintaan maafmu."
Entah keberanian darimana aku bisa mengatakan itu padanya. Mungkin karena hatiku begitu sakit dengan penghinaannya.
Dalam hati aku berkata, ya Allah, seandainya dia ditakdirkan menjadi suamiku, semoga itu menjadi ladang pahala buat akhiratku.
Aku berlari meninggalkan dia yg terdiam mendengar kata-kataku. Aku tak ingin lagi melihat kebelakan, aku hanya ingin berlari meninggalkannya.
Dua hari kemudian datang rombongan keluarga Pak Surya ke rumahku. Mereka membawa aneka ragam buah tangan untuk kami.
Kedatangan mereka menegaskan bahwa mereka serius untuk melamarku. Disertai Dimas yang hanya duduk diam mendengarkan percakapan orang tuanya dengan Ibu Bapakku.
Mereka menetapkan bahwa dua bulan lagi akan diadakan acara ijab kabul sekaligus resepsi pernikahanku dengan Dimas. Mereka yang akan membiayai semuanya.
Dua bulan berlalu, akhirnya sampailah kami pada acara syakral itu. Aku bersanding di pelaminan dengan Dimas, setelah sebelumnya dia mengucapkan ijab kabul. Akhirnya aku sah menjadi istrinya. Entah aku harus bahagia atau sedih menerima semua itu.
Disinilah aku sekarang. Di kamar yang telah dihiasi dengan aneka ragam bunga. Sprei cantik warna merah marun menghiasi peraduan kami. Kutanggalkan semua hiasan dan make up yang masih menempel. Dimas masuk tanpa mengetuk pintu, untung saja aku masih mengenakan jilbabku. Rasanya masih risih harus berbagi ruangan dengan orang yang baru saja kukenal. Aku terdiam di depan meja rias, Dimas mendekat ke arahku.
"Dengar ya wanita gembel, jangan harap aku mau tidur seranjang denganmu. Aku mau menikahimu karena tua bangka itu mengancam tidak akan lagi memberiku uang bila aku tidak mau menikah denganmu." Dengan sorot mata penuh kebencian dia menatapku dalam bayangan cermin.
Sesuai dugaanku, tak mungkin orang macam dia mau menerimaku dengan mudah, ternyata itu yang membuat dia menerimaku menjadi istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI JADI PEMBANTU
RomanceMenceritakan tentang seorang gadis yang dipaksa menikah dengan seorang laki-laki jahat. Namun perjalanan hidupnya yang menyedihkan justru membawanya menuju kesuksesan. Cerita ini sudah terbit dengan novel.berjudul Kasih.