Semua barang-barang sudah dikemas. Akupun sudah siap untuk berangkat mengikuti kemanapun suamiku pergi. Kulangkahkan kakiku ke luar kamar, nampak di luar sana Dimas sedang bercengkrama sekaligus pamitan pada kedua orang tuanya juga orang tuaku.
Kudekati mereka, kuulurkan tangan pada Bapak dan Ibu yang selama ini merawatku. Ibu memelukku dengan erat, begitupun Bapak. Inilah saatnya mereka melepaskan anak gadisnya.
"Manutlah sama suamimu Nduk, taatlah selama itu tidak melanggar aturan agamamu. hormatilah dia ya Nduk. Bersabarlah untuk setiap ujian," kata-kata Bapak itu seakan beliau tahu kegundahan dalam hatiku. Kuanggukan kepala lalu Bapak mengusap puncak kepalaku.
Kuhampiri Bu Surya juga Pak Surya, kuulurkan tangan dan meraih tangan mereka dan menciumnya bergantian.
Saat kumengangkat wajah di hadapan Pak Surya, beliau berbisik padaku "Bapak percaya padamu nak, Dimas pasti bisa berubah disampingmu," senyum ketulusan tersungging di bibirnya.
Kuberbalik dan dan membuka pintu mobil. Kulambaikan tangan pada mereka. Dengan berat hati kutinggalkan mereka yang begitu menyayangiku. Demi mengikuti suami yang entah akan seperti apa sikapnya nanti padaku.
Dimas duduk di depan di samping sopir keluarga dan aku duduk di belakangnya. Mobil mulai maju perlahan meninggalkan halaman, menuju bandara, untuk nanti dilanjutkan kami naik pesawat ke Jakarta. Menuju tempat baru bagiku yang entah seperti apa. Bissmillah, kupasrahkan semuanya padamu tuhan.
Selama perjalanan kami hanya diam dengan pikiran masing-masing. Sama sekali tidak ada obrolan diantara kami. Tak lama telepon genggam Dimas berdering, entah siapa yang meneleponnya.
"Masih di jalan, baru mau nyampe bandara,"
"..."
"Oiya nanti aku bawa seseorang untuk bantu-bantu kita disana."
"..."
"Iyalah perempuan, namanya juga buat bantu-bantu. Iya dia saudara jauh dari Bapak,"
Apa? Apa maksudnya dia bilang bawa seseorang untuk bantu-bantu? Apa maksudnya itu aku? Sabar Kasih, jangan suudzon dulu. Mungkin dia sedang membicarakan orang lain.
Akhirnya mobil sampai di bandara, kami turun dari mobil dan pak sopir mulai menurunkan barang bawaan kami.
Dimas mendekat padaku dan berbisik.
"Nanti di rumahku di Jakarta, ada kekasihku yang sedang menunggu. Jangan sampai dia tau kalau kamu itu istriku atau aku akan meninggalkanmu di tempat yang tak seorangpun bisa menemukanmu!" Ancamnya.
"Aku sudah bilang kamu hanya saudara jauh yang dititipkan untuk bantu-bantu disana,"
Astagfirullah, aku tertohok tak percaya dengan apa yang baru saja Dimas katakan. Jadi benar yang tadi dia katakan itu tentang diriku.
Ada rasa perih menusuk dada, rasanya tak percaya dia menganggapku hanya seorang pembantu. Teringat kembali perkataan Pak Surya padaku, bahwa suatu saat Dimas akan berubah jika bersamaku. Benarkah? Kenapa Pak Surya begitu yakin. Karena Dimas menganggapku istrinya pun nggak.
***
Sesampainya di Jakarta, kami mulai memasuki komplek perumahan yang menurutku mewah. Berbelok di tikungan kedua, mobil taxi yang kami pesan berhenti di rumah ketiga yang nampak minimalis.
Dimas turun duluan setelah menyerahkan lembaran merah pada pak sopir. Tak lama pintu gerbang rumah itu terbuka dan muncul seorang gadis cantik yang kukira seumuran dengan Dimas. Tanpa sungkan dia langsung memeluk Dimas dan mencium pipinya.
Perlahan akupun turun dan keluar dari taxi. Gadis itu melirik ke arahku, kuanggukan kepala dan tersenyum ke arahnya. Diapun membalas senyumanku dengan ramah. Mungkin inilah yang Dimas maksud kekasihnya. Tunggu! Kekasihnya tinggal di rumah ini? Artinya mereka kumpul kebo?
Astagfirullah, ujian apalagi ini tuhan. Akankah aku kuat menyaksikan kemesraan mereka di depanku? Walaupun belum ada benih-benih cinta itu diantara aku dan Dimas, namun aku sadar bahwa itu adalah sebuah dosa, bersama tanpa ikatan pernikahan diantara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI JADI PEMBANTU
RomanceMenceritakan tentang seorang gadis yang dipaksa menikah dengan seorang laki-laki jahat. Namun perjalanan hidupnya yang menyedihkan justru membawanya menuju kesuksesan. Cerita ini sudah terbit dengan novel.berjudul Kasih.