Seminggu berlalu semenjak perbincangan soal tawaran pernikahan dari Pak surya, dan aku belum memberikan jawabannya. Hatiku masih ragu, walaupun tiap malam aku sudah salat Istikharah.
Hari ini, setelah salat Isya kami duduk di meja makan untuk makan malam bersama. Di atas meja hanya terhidang makanan sederhana. Suara Bapak memecah keheningan diantara kami.
“Nduk, tadi siang Pak Surya bilang besok ingin bertemu denganmu dan menanyakan soal pinangan untuk nak Dimas. Kamu bersedia menemuinya kan Nduk? Bila kamu tak menemuinya, Pak Surya menganggap bahwa kamu menolak lamarannya. Bapak ndak enak sama beliau Nduk,ergilah kesana dan katakanlah apa yang ingin kau sampaikan. ” Kuhentikan suapanku, dan kuletakan kembali sendok yang urung kusuap ke dalam mulut.
“Baiklah Pak, besok Kasih mau menemui Pak Surya sebelum berangkat ngajar ngaji anak-anak.” Walaupun aku masih belum tahu jawaban apa yang nanti akan usampaikan, biarlah Allah yang membimbingku menghadapi semua ini.
Dan di sinilah aku sekarang di depan rumah paling mewah di desa ini. Walaupun ragu tetap kulangkahkan kaki ini mendekati gerbangnya. Dengan ragu kutekan bel yang ada di pilar tembok gerbang ini. Beberapa saat aku menunggu, hingga kemudian dating seorang wanita paruh baya yang kutau Mbok Jum namanya. Dia masih tetanggaku dan dia jadi pembantu di rumah Pak Surya ini.
Dengan terburu-buru Mbok Jum membuka gerbangnya, dan mempersilahkanku masuk.
“Ayo masuk cah ayu, Bapak sudah menunggumu dari tadi.” Kuanggukan kepala dan tersenyum.
Kulangkahkan kaki memasuki pekarangan rumah ini. Halamannya saja begitu luas dengan taman yang sangat indah. Aneka ragam tumbuhan dan bunga tumbuh subur dan cantik terawat.
“Oalaah cah ayu malah melamun, ayo sini.” Tangannya melambai lalu menarik sebelah lenganku.
“Itu di sana, Bapak dan Ibu sedang menunggumu.”
Bisiknya sambil menunjukan padaku letak di mana Pak Surya berada. Nampaknya mereka sedang bersantai di sebuah ruangan , mungkin ini adalah ruang keluarga. Mereka duduk bersantai sambil bercengkrama. Aku melangkah ragu, Pak Surya menghentikan obrolannya karena melihatku.
“Duduk di sini Kasih, kami sudah dari tadi menunggumu.” Pak Surya menunjuk kursi di hadapannya.
“Iya Pak.”
Hanya itu yang keluar dari mulutku, dan melangkah menuju kursi yang ditunjuk Pak Surya. Aku duduk dengan kaku, bingung apa yang akan aku ucapkan pada meraka.
“Nak Kasih, terimakasih sudah datang kemari. Kamupun sudah tau bukan apa maksud Bapak memanggilmu kesini?.” Aku hanya bisa mengangguk namun tetap menundukan wajahku. Malu rasanya berhadapan dengan mereka. Walaupun mereka orang terpandang, namun mereka terkenal dengan kebaikan dan keramahannya. Entah kenapa anaknya yang lelaki itu jadi seperti itu. Mungkin karena terlalu dimanja pikirku.
“Nak Kasih, Bapak ingin kamu jadi pendamping Dimas anak Bapak ,” beliau menghentikan ucapannya sejenak.
“Bapak harap, kelembutan hatimu bisa meluluhkan kerasnya hati Dimas yang begitu keras kepala. Bapak tahu anak Bapak itu bukan orang yang baik, namun bapak harap dengan dibimbing olehmu dia bisa berubah.”
“Bapak tahu ini tak akan mudah nak, tapi Bapak berharap sekali padamu kamu mau menerima lamaran ini.” Aku tahu mereka saat ini sedang melihat e arahku. Tak tahu apa yang harus aku katakan. Ya Allah, bimbinglah hambaMu ini.
Usapan lembut ditangan dari seorang wanita patuh baya menyadarkanku.
“Nak Kasih, mau ya jadi menantu Ibu. Bantu kami menyadarkan Dimas Nak.”
Kuangkat wajahku dan menatap bola mata Bu surya, kulihat tatapannya begitu mengiba.
Entah kenapa walaupun hatiku ragu tapi aku malah menganggukan kepala.
“Alhamdulillah,” ucap mereka berbarengan.
“Terimakasih Nak, sebetulnya hari ini Dimas Bapak suruh pulang dulu. Bapak sudah mengatakan semua ini pada Dimas dan dia mau menerimamu sebagai istrinya.”
Sejenak dahiku berkerut. Rasanya tidak percaya bahwa manusia arogan itu mau menuruti perintah orang tuanya untuk menikah denganku. Entahlah, aku tidak mau memikirkannya, mungkin ini sudah takdirku untuk menikah dengannya.
Sekilas kulihat jam di dinding sudah menunjukan pukul dua siang. Aku harus segera ke surau, anak-anak pasti sudah menungguku untuk belajar ngaji.
“Maaf Pak, saya harus pamit karena saya harus mengajar ngaji anak-anak.” Aku bangkkit dan pamit pada mereka.
Kulihat Bu surya tersenyum ke arahku.
“Nanti ajari Dimas ngaji ya Nak Kasih. Dari dulu susah sekali nyuruh dia belajar ngaji. Semoga dia mau belajar sama kamu Nak.” Ucap Bu Surya sambil menggandeng tanganku.
“Iya Bu, akan Kasih usahakan,”
Baru dua langkah aku beranjak dari kursi, kudengar teriakan seseorang.
“Oh, ini ya yang Bapak maksudkan calon istriku?.” Aku hanya diam memperhatikannya. Dia mendekat sambil bersiul dengan gayanya yg arogan.
“Baju, jilbab, dan muka sama kumalnya!.” Kulihat pancaran matanya begitu penuh kesombongan. Rasanya aku ingin menangis saja. Ya Allah kuatkan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI JADI PEMBANTU
RomanceMenceritakan tentang seorang gadis yang dipaksa menikah dengan seorang laki-laki jahat. Namun perjalanan hidupnya yang menyedihkan justru membawanya menuju kesuksesan. Cerita ini sudah terbit dengan novel.berjudul Kasih.