Part 8

6.7K 270 1
                                    

Setelah kejadian itu hubungan kami jadi semakin renggang. Kulihat itu dari sikap Dimas yang selalu menghindar jika ada aku. Tak apalah, akupun ingin memberikannya waktu untuk dia memikirkan setiap perbuatannya. Jika masih tak berubah juga, aku hanya bisa mendoakannya.

Hari demi hari kelakuannya makin menjadi. Dia sering membawa teman-temannya baik itu laki-laki dan perempuan. Kadang mereka hanya sekedar mengobrol dan bercanda sampai larut malam.

Alhasil rumah sangat berantakan dan kadang aku menemukan botol minuman keras saat membereskan rumah.

Jangan ditanya bagaimana sikapnya Dimas padaku saat ada teman-temannya. Seakan sengaja ingin menunjukkan kekuatannya di hadapanku.

Segala hal dia suruh seperti layaknya pada seorang pembantu. Bahkan dia pernah menyuruhku membeli makanan yang jaraknya lumayan jauh. Dia tau aku tidak bisa mengendarai kendaraan jadi terpaksa aku jalan kaki sejauh dua kilometer. Dan saat itu jam sepuluh malam.

Sempat terdengar tawa terbahaknya saat temannya nanya kenapa harus aku yang pergi padahal mereka bisa memesan lewat aplikasi online. Dari balik pintu aku dengar Dimas mengatakan, kalau ada pembantu kenapa gak disuruh. Sakit hati? Jangan ditanya. Tapi aku mau lihat sejauh mana dia mau mengerjaiku.

Beruntung saat baru keluar gerbang komplek aku bertemu dengan Sherly yang baru pulang entah dari mana. Dia heran kenapa malam-malam aku ada di luar. Kujelaskan padanya bahwa aku disuruh beli nasi goreng di tempat favoritnya Dimas.

Mendengar itu Sherly hanya geleng-geleng kepala. Dia lalu mengantarku dengan mobilnya, sehingga aku tak perlu berjalan jauh.

Sherly katakan padaku agar jangan mengatakan pada Dimas kalau dia yang antar, karena Sherly yakin Dimas hanya ingin mengerjainya.

"Nanti kamu jangan bilang sama Dimas, kalau aku yang anter ya!" katanya sambil mengemudi.

Aku hanya mengangguk "Iya Mbak, terimakasih," jawabku.

Sampai di sana ternyata tukang nasi goreng ini lumayan ramai malah banyak yang masih mengantri. Gak kebayang kalau seandainya tadi aku jalan kaki, sampai tempat ini jam berapa? Belum antrinya. Jelas, Dimas mau mengerjaiku. Aku tersenyum getir, mata rasanya panas dan ada air yang mulai menggenanginya. Kuambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.

Untung saja Sherly menungguku di mobil, jadi dia tidak melihatku menangis.

Setelah nasi goreng pesananku jadi aku kembali ke mobil dimana Sherly sedang menungguku.

Setelah membuka pintunya dan duduk, aku menoleh ke arah Sherly. "Terimakasih banyak ya Mbak." Dia hanya mengacungkan jempolnya dan tersenyum.

"Anggap saja itu hanya sebuah pertolongan dari seorang teman ya!" ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Dan kamipun tertawa renyah.

Ditengah perjalanan Sherly menceritakan kalau dia bekerja sebagai seorang model. Kalau ada acara dari agencynya dia kadang pulang larut malam. Tergantung acaranya juga, katanya. Aku hanya mengangguk saja tanpa mengerti apa yang dia obrolkan. Pantas saja dia begitu cantik terawat. Gumamku dalam hati.

"Oiya Kasih, besok kamu ikut aku yuk! Besok aku ada acara sama temen-temen modelku. Biar kamu gak di rumah terus. Tapi kamu janji ya, jangan bilang sama Dimas. Kalau dia tau aku ajak kamu, dia pasti marah."

Dia ulurkan sebelah jari kelingkingnya ke arahku. "Janji!"

"Tapi Mbak, aku malu kalau harus ikut acaranya Mbak Sherly."

"Lah, kenapa mesti malu segala. Pokoknya besok saat Dimas pergi ke kampus, kita juga langsung cuuss berangkat," ucapnya berapi-api.

"Lagian besok cuman acara biasa aja kok, bukan acara resmi. Cuman kumpul-kumpul sama teman model dari agencyku yang lama."

Karena larut dalam obrolan, tak terasa kami sudah dekat dengan gerbang komplek. Aku minta Sherly untuk menurunkanku di sini. Aku takut Dimas marah kalau tau aku diantar oleh Sherly.

Sherly menggeleng kuat. "No, no. Kamu diam saja. Nanti biar aku yang bilang sama Dimas kalau kita bertemu di jalan saat pulang. Ini sudah hampir tengah malam lho, masa aku tega biarin kamu jalan sendirian," begitu katanya.

"Nanti kalau kamu diculik sama genderewo gimana?" katanya sambil cekikikan. Aku hanya ikut tertawa.

Sesampainya di rumah, seperti dugaan kami Dimas menatap aneh karena aku dan Sherly pulang berbarengan.

"Lho kok kalian bisa barengan?" tanyanya.

"Tega kamu Mas, nyuruh orang beli nasgor jauh-jauh. Mana jalan kaki lagi! untung tadi ketemu aku di jalan pulang," ungkap Sherly agak berbohong.

Terlihat raut wajah Dimas kecewa dan mendelik ke arahku.

"Halah disuruh gitu doang juga. Mana lama, lagi! udah keburu kenyang. Lagian temen-temenku juga udah pada pulang. Buat kucing aja sana!" Ucapnya ke arahku.

Sherly berdecak kesal. "Mas, Mas...kamu itu ya sama sekali gak menghargai usaha orang. Ya udah biar kumakan aja. Kebetulan aku emang laper banget. Yuk Kasih, kamu temenin aku makan!"

Rasa sakit dari ucapan Dimas agak terobati dengan ajakan Sherly. Setidaknya masih ada orang yang menghargai keberadaanku.

ISTRI JADI PEMBANTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang