Part 16

8.5K 331 9
                                    

v#ISTRI_JADI_PEMBANTU
Part 16

Kulihat Ryan sudah menungguku. Berdiri dan bersandar pada pintu mobil yang tertutup. Kuseka air mataku sekenanya. Masa bodo walaupun Ryan bisa melihat masalahku.

Ryan memandangku penuh curiga.

"Kamu baik-baik aja kan?" tanyanya menyelidik.
Tak kujawab pertanyaannya.

"Ayo berangkat," ajakku. Lalu Ryan membukakan pintu mobilnya untukku. Aku masuk lalu kusandarkan punggungku.

Kutarik nafas dalam-dalam, mencoba menetralisir perasaan yang semakin kacau. Aku tak ingin mengingatnya lagi.

Ryan menyusul naik ke mobil. Duduk di belakang kemudi. Melirik ke arahku dengan pandangan heran.

"Ada yang ingin kamu bagi denganku?" tanyanya kemudian.

Aku menggeleng. Ini adalah masalah pribadi keluargaku. Dia adalah suamiku, seburuk apapun kelakuannya, aku harus menutupi aibnya.

"Baiklah," katanya lalu menstarter  dan mobilpun berlalu memecah keriuhan ibu kota menuju Pulau Umang yang berada di daerah Banten.

Sebuah resort yang berada di pulau tengah laut, dengan villa-villa kecil berjejer di sepanjang pantainya. Saat siang hari udara memang terasa panas, tapi kuyakin saat sun set nanti pemandangan akan jauh lebih indah.

Jam sebelas kami sampai disana, acara pemotretan sendiri akan dimulai setelah dzuhur, masih ada waktu buat kami menikmati keindahan panorama pulau kecil ini.

Aku duduk termenung di kursi pantai yang tersedia beberapa di sepanjang pantainya.

Sebuah tepukan lembut di bahu menyadarkanku dari lamunan. Kumenoleh, dia berjalan dan duduk di kursi kecil di depanku.

"Jika ada yang ingin kamu luapkan, luapkanlah. Aku bersedia menjadi pendengarmu."

Tangannya mulai meraih dan menggenggam tanganku. Kutepis. Aku sadar bahwa dia bukan muhrimku.

"Maaf," katanya. Aku menggeleng.

"Tak apa, tapi sebaiknya jangan kau ulangi." jawabku tegas. Ia mengangguk tanda mengerti.

Alarm jadwal sholat menggema  dari telepon selulerku. Akupun beranjak meninggalkannya yang masih terpaku di tempatnya.

Sebagai seorang wanita, aku sadar bahwa Ryan sedang menaruh harap padaku, namun aku tak ingin mengecewakannya. Aku adalah wanita bersuami, walaupun tidak ada yang tahu.

Dinginnya air wudhu mengembalikan kesegaranku. Aku segera salat, karena sebentar lagi aku harus make up dan berganti pakaian.

Aku beruntung mendapatkan kontrak dengan sebuah brand make up dengan label halal. Hari ini adalah sesi pemotretan untuk iklan di poster dan baligo.

Sebuah kontrak dengan nilai fantanstis bagi model pendatang baru sepertiku. Kusyukuri, karena dengan kontrak ini aku bisa semakin menjajal kemampuanku yang tak pernah aku sadari.

Kilatan blitz, polesan make up dan fashion show sudah menjadi makanan sehari-hari.

Semakin sibuk, dan semakin jarang bertemu dengan Dimas bahkan Sherly yang notabene satu profesi denganku.

Jam lima sore kami selesai. Kupamit pada semua. Perasaanku masih tak karuan, rasanya ingin segera sampai di rumah lalu merebahkan diri.

Ryan sempat menawarkan  untuk menginap di Pulau Umang, tapi aku tolak. Aku tak ingin menambah dosaku pada Dimas.
Apalagi saat ini Sherly sedang ke luar kota. Tak tega rasanya meninggalkan Dimas sendirian di rumah, dan aku menginap di sini bersama Ryan. Apa yang akan dipikirkan Dimas nanti?.

Walaupun nanti kami akan berada di kamar yang berbeda, tapi kuyakin Dimas akan berpikiran lain.

Huft...kuhembuskan nafas. Berat sekali rasanya menjalani rumah tangga yang seperti ini.

Jam sembilan kami baru sampai di rumah Dimas. Aku pamit, lalu turun.

Bruk...

Terdengar suara pintu mobil yang ditututup. Aku yakin pasti Ryan turun dan mengikutiku. Tak kuhairaukan. Kubuka gerbang, baru selangkah aku masuk, Ryan menarik tanganku hingga kami berhadapan.

Tangan kananku masih berada dalam gengamannya. Kucoba tepis, namun dia pertahankan. Lalu tangan kirinya mengeluarkan sebuah kotak kecil beludru warna merah dari saku jaketnya.

"Kasih, menikahlah denganku!"

Jemari tangan kirinya dengan sigap membuka kotak kecil itu. Terlihat sebuah cicin berlian melingkar di tengahnya.

Aku terpaku, tak percaya dengan apa yang dilakukannya.

"Aku tau, kau begitu menjaga kesucianmu. Sulit sekali aku menyentuhmu. Karena itu aku ingin kau menjadi pendamping hidupku."  ucapnya, lalu dia berlutut di hadapanku.

Aku menggeleng cepat, bukan ini yang aku harapkan darinya.

"Maaf Ryan, aku tak bisa." jawabku kikuk.

Ryan bangkit dan menatapku nanar.

Kuberbalik dan meninggalkannya.

Pandanganku terasa semakin buram saat kulihat sepasang mata menatapku dengan tajam.

Kulewati dan kuucapkan salam. Dia membanting pintu dengan keras lalu kusadar dia mengikuti langkahku.

Dia sambar lenganku dengan kasar. Aku terjerembab di sofa. Diam mematung menatap ke arahnya. Aku yakin dengan sikapnya semarah ini, dia telah melihat adegan saat  Ryan melamarku.

"Kau lihat sendiri kan, bagaimana dia melamarmu?"

"Kau tahu bagaimana rasanya, saat seorang istri dilamar di depan suaminya sendiri, hah?"

Aku diam makin terpojok. Aku takut sekali melihat amarahnya yang memuncak.

"Itu karena dia tidak tau, kalau aku wanita bersuami Mas." jelasku tergugu.

"Baiklah, sekarang akan kuperlihatkan di hadapan Tuhan juga di hadapan dunia bahwa kau adalah istriku." 

Tangan kekarnya menarik jilbab yang menutup kepalaku, kemudian menarik merobek tunik yang kupakai. Dia kalap hingga tanpa sadar semua itu terjadi. Sofa, meja dan guci-guci itu telah menjadi saksi bersatunya dua insan yang telas sah di mata Tuhannya.

Aku menangis tersedu, dan dia meminta maaf untuk semua yang telah terjadi.  Dengan tangan memelukku erat, dia berbisik di telingaku.

"Aku sangat mencintaimu, Kasih."

===============================

ISTRI JADI PEMBANTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang