Part 14

7.6K 311 8
                                    

"Dari mana saja kamu?" tanyanya.

"Dari pasar Mas,"

Terlihat senyum mengejek dari bibir Dimas.

"Oh ya? Dari pasar atau habis janjian dengan laki-laki itu?" tanyanya lagi, menuduh.

"Tidak Mas, tadi kami tak sengaja ketemu di jalan."

"Heh, maling mana ada yang mau ngaku!"

"Terserah kau saja Mas"

Tak ingin memperpanjang masalah, kutinggalkan saja Dimas yang masih mematung di depan pintu.

Namun baru selangkah, lenganku disambarnya.

"Hei, aku belum selesai bicara denganmu!" sentaknya.

"Sudahlah Mas, aku tak ingin kalau sampai Mbak Sherly curiga sama kita,"

Ya, aku tak ingin Sherly sampai mendengar perdebatan kami. Dia sudah terlalu baik padaku, aku tak ingin sampai dia curiga bahwa ada sesuatu antara aku dan Dimas.

Sherly terdengar masih berbincang dengan Ryan di halaman. Aku harap dia tidak melihat apa yang dilakukan Dimas padaku.

Kuberlalu ke dapur untuk menyimpan belanjaan. Tak kusangka ternyata Dimas mengikuti dari belakang. Dia rengkuh pinggangku dengan lengannya hingga jarak kami begitu dekat.

Dalam dekapannya aku terdiam. Tatapan itu menghujam sampai di palung hati yang terdalam. Aku mulai belajar mencintai tatapan itu, sikap egois itu, pancaran kebencian itu. Karena kau adalah kekasihku di hadapan Tuhan.

Sebelum dia mendaratkan bibirnya di bibirku, kujentikan jariku di bibirnya.

"Kalau kau memang menginginkan aku, katakan yang sejujurnya pada Sherly dan semua orang!"

Dimas terdiam. Kucoba melepaskan tubuh dari kungkungannya.

Hanya beberapa saat, Sherly masuk bersama Ryan.

"Hai kalian lagi ngapain berduaan di dapur?" tanya Sherly.

"Wah, wah rupanya dua bersaudara ini mulai akrab ya!" ungkapnya sambil tersenyum.

"Biasanya kalian itu gak pernah saling tegur sapa walaupun serumah." lanjut Sherly.

"Wah masa sih? Mana ada sodara kaya gitu." ujar Ryan tak percaya.

"Iya nih, kemajuan yang luar biasa sih kalo menurut gue," jawab Sherly.

Aku terdiam tak bisa menjawabnya. Dimaspun terlihat kikuk.

Untung saja mereka tidak datang di saat aku sedang dalam pelukan Dimas. Tak bisa kubayangkan seandainya itu terjadi.
Pasti hubunganku dengan Sherly akan menjadi buruk.

"Mas Ryan mau minum apa?"

Aku mencoba mencairkan suasana hatiku yang kaku karena perbuatan Dimas.

"Gak usah deh Kasih, makasih. Aku masih ada keperluan. Aku justru mau pamit sama kamu. Makasih ya udah nemenin aku jalan-jalan hari ini," ucapnya.

"Lho, malah kebalik, justru saya yang harusnya ngucapin banyak terimakasih sama Mas Ryan karena udah mau nganter saya." jawabku.

"Wah, kayanya bentar lagi bakalan ada yang jadian nih!" pekik Sherly dengan kerlingan nakal.

Kulirik Dimas dia tersenyum masam dan memutar bola matanya.

Terdengar tawa renyah Ryan membahana di ruangan ini.

"Belum tau lah Sher. Masih usaha." Jawabnya yang menurutku pasti hanya bercanda.

Aku tak menanggapi candaan mereka. Aku tahu posisiku. Aku adalah istri dari seseorang, yang walaupun dia tidak mengakuiku, tapi dalam hatiku aku mengakuinya.

Ryan pun pamit dari hadapan kami. Jujur aku merasa lega dengan kepergiannya. Aku tak mau menambah masalah lagi dengan sikap Ryan yang mungkin itulah penyebab Dimas berbuat mesum padaku.

Hah...

Benarkah itu perbuatan mesum? Bukankah dia suamiku. Jangankan berciuman, bahkan dia berhak lebih dari itu.

Aku berada di posisi yang sangat sulit. Aku tak mau Sherly curiga dengan hubunganku sama Dimas. Aku tak ingin menyakitinya. Tapi akupun tak ingin melangkahi norma agama dengan menerima laki-laki lain di hidupku. Aku adalah perempuan bersuami.

**

Sore yang cerah di penghujung minggu. Dimas dan Sherly sedang santai di teras sambil menikmati secangkir kopi. Tentu saja aku yang buatkan untuk Dimas.

Sherly menolak untuk kubuatkan karena dia tak pernah menganggapku sebagai pembantu katanya. Bahkan Sherly menyarankan agar Dimas segera mencari seorang ART untuk membantuku. Tapi kutolak, aku beralasan pada Sherly, aku ikut Dimas itu memang untuk membantunya. Biarlah dosa aku berbohong, asalkan hubungan kami tetap baik.

Aku di ruang tamu mengelap semua perabot dan kaca. Dari dalam aku bisa mendengar percakapan mereka walaupun tak begitu jelas.

"Aku pikir Ryandra suka sama Kasih. Dan kayanya mereka cocok," ucap Sherly datar.

Aku hanya tersenyum miris. Seandainya Sherly tau bahwa dia sedang membicarakanku pada suamiku sendiri. Entah perasaan seperti apa yang dirasakan oleh Dimas. Akupun tak bisa melihat bagaimana raut mukanya mendengar pernyataan Sherly itu.

Aku kembali melanjutkan pekerjaanku. Hingga samar kudengar Dimas mulai menyanggah.

"Cocok dari mananya? Level mereka saja jauh berbeda."

Sungguh menyakitkan. Dia kembali menyadarkan akan derajatku. Aku tak pantas untuk siapapun.

Kuusap buliran bening itu dengan punggung tangan.

Kuyakinkan hati agar aku tidak jatuh cinta pada lelaki itu. Tapi kadang cinta memang tak pernah tersambung dengan logika.

Rasa itu mulai ada, walaupun aku sekuat tenaga menyangkalnya.

"Makanya, biar mereka selevel, aku mau ajak dia jadi model. Michi udah mau ngajakin dia buat gabung di agencynya." lanjut Sherly.

"No way! Aku tak mau dia ketemu lagi sama temen-temen kamu!" sanggah Dimas.

"But why honey, dia itu punya potensi! Michi berulang kali nanyain. Atau jangan-jangan kamu gak suka kalau Kasih deket sama Ryan? Karena dia fotographer di agencynya Michi."

Hening tak ada jawaban.

"Atau jangan-jangan kamu cemburu?" ungkap Sherly yang langsung menohok Dimas.

Kulihat Dimas menoleh ke arah Sherly yang posisinya berada di sebelah kirinya. Menatap lama, seperti ingin mengucapkan sesuatu namun ragu.

"Ya sudah terserah kamu saja!" ungkapnya lalu berdiri dan masuk ke dalam rumah.

Melewatiku yang berada di ruang tamu. Dia berhenti dan menoleh padaku, akupun menatap ke arahnya. Tak ada kata terucap. Kami sama-sama mematung. Sengaja kubuang muka agar dia tak melihat butiran bening ini yang sudah tak bisa ditahan lagi. Lalu diapun berlalu meninggalkanku.

Bersambung

Halo semua, kalau aku bikinin novelnya Neng Kasih ada yang minat gak?

Kalau ada yang mau yuk kita mojok di WA
wa.me/+62895330847482.

Atau komen juga boleh. Terimakasih untuk apresiasi kalian semua. 🙏🙏

ISTRI JADI PEMBANTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang