44

4K 138 5
                                    

Luc terbangun ketika ponselnya berdering. Pemuda itu melihat jam tangan dan menatap Claire yang tertidur pulas. Matahari belum sepenuhnya terbenam tapi gadis itu sudah terlelap.
Luc membuka ponselnya dan nama Caress tertera di sana.

Luc, kau di mana? Kenapa tidak menjawab? Apa kau baik-baik saja?

Caress, maaf baru membalas pesanmu. Ada apa?

Oh, Luc. Syukurlah. Aku tidak bisa menghubungimu selama beberapa hari. Aku sangat cemas.

Aku pergi ke suatu tempat dan di sana tidak ada sinyal.

Kau....ke mana...? Kenapa tidak memberitahu?

Caress, akan kuhubungi nanti. Aku sedang sibuk.

..........

Claire mengeliat dan mengerjap beberapa kali. Menatap Luc yang tersenyum kepadanya. Gadis itu segera duduk dan meraih cardigan di sisinya. "Apa aku tertidur sangat lama?" tanya Claire ragu.

"Kau tidur sangat pulas, Claire. Kau pasti lelah setelah perjalanan itu." Luc mengusap kepala Claire namun gadis itu menghindar dan turun dari tempat tidur. "Apa kau sudah sembuh, Luc? Apa kau baik-baik saja?"

Luc menatap Claire dengan alis menyatu, merasa aneh dengan perubahan sikapnya. Dan Claire mengerti arti tatapan itu.

"Kalau kau sudah sembuh, sebaiknya pulang saja." ucap Claire tanpa melihat Luc dan pemuda itu cukup mengerti. Ternyata ia belum sepenuhnya memperoleh hati gadis itu.
Luc berdiri, berusaha terlihat tenang sekalipun di dalam dadanya penuh dengan pertanyaan.

"Claire, aku akan pergi untuk beberapa hari. Aku pasti akan sangat merindukanmu."

"Pergilah, Luc."

................

Luc tidak menunda keberangkatannya. Bagaimanapun juga ia harus memperjuangkan perasaan yang selama ini ia pendam.

Pesawat itu mendarat ketika petang, kedatangannya yang tiba-tiba membuat kedua orangtua Luc terkejut. Mereka saling pandang dan menatap Luc heran.

"Ada apa, Luc? Kau datang tiba-tiba?" tanya wanita setengah baya itu sambil menyodorkan segelas teh. Berbeda dengan ayah Luc  yang sejak tadi diam dan hanya menatap putranya.

"Apa terjadi sesuatu? Apa semua baik-baik saja?" tanya wanita itu lagi yang melihat putranya tidak juga menjawab. Wajah Luc sendiri terlihat bingung, tidak tahu harus mulai dari mana.

"Mom, dad. Maafkan aku, aku tidak bisa  melanjutkan hubunganku dengan Caress. Aku ingin membatalkan pertunangan kami." Kata Luc dengan wajah tertunduk. Ia bahkan tidak mampu membalas tatapan ayahnya.

"Luc, kurasa kau letih. Kau hanya bercanda, kan? Ibu tahu kau tidak akan melakukan itu. Minum dulu tehmu." Wanita itu berusaha tersenyum dan tetap bersikap tenang.

"Kenapa?" tanya ayah Luc tiba-tiba. Jelas terlihat ia tidak menyukai ucapan putranya.
Wanita itu meraih tangan suaminya dan mengusapnya lembut, "kendalikan emosimu, sayang. Kau harus tenang."

"Karena aku tidak bisa mencintainya, aku sudah berusaha dan terus berusaha tapi tetap saja aku tidak bisa."  jelas Luc.

"Oh, Luc. Lalu bagaimana dengan ayahmu? Bagaimana juga dengan Caress? Dia gadis manis yang sangat baik. Kenapa kau harus mengatakan itu?" Wanita itu mengerutkan keningnya menatap nanar Luc.

"Aku tahu tentang bagaimana mereka menolong ayah tapi haruskah aku yang membayar semua itu?"

"Kau ini, apa yang kau bicarakan? Semua sudah diputuskan, Luc. Mereka menyukaimu dan Caress adalah putri tunggal yang sangat mereka cintai. Mereka memilihmu karena percaya hanya kau yang mampu melindungi gadis itu. Jauh sebelum ayahmu sakit. Dan ketika ayahmu jatuh sakit hanya ayah Caress yang dapat menolongnya. Kami rasa ini bukan kebetulan, tapi kalian memang sudah ditakdirkan bersama. Kamipun tidak keberatan menerima gadis itu, dia gadis yang baik  dan lahir dari keluarga baik-baik. Lagipula hubungan ayahmu dan ayah Caress sudah melebihi saudara. Kami mohon padamu, Luc. Pertimbangkan semua itu." ujar wanita itu memohon.

Luc memijit keningnya, kepalanya terasa kembali berdenyut. Mengapa begitu sulit baginya untuk melepaskan diri dari hubungan itu.

"Apakah kau ingin menghancurkan hubungan dua keluarga yang sudah terjalin dengan sangat baik, Luc? Coba pikirkan seandainya waktu itu mereka tidak menolong ayahmu ini, mungkin hari ini kau sudah tidak melihat ayah lagi." Lelaki paruh baya itu berdiri dari kursinya dengan susah payah, dengan bantuan istrinya ia berjalan masuk ke dalam kamar dan berbaring. Wanita itu kemudian keluar setelah menutup pintu dan kembali duduk di sisi putranya.

"Kau sudah melihat keadaan ayah, bukan? Ayahmu sudah tidak memiliki kekuatan seperti dulu lagi. Ia hanya hidup dengan satu ginjal. Dan itu ginjal ayah Caress. Kau bisa bayangkan bagaimana keadaan ayah Caress saat ini? Sesekali temuilah dia agar kau mengerti." Wanita itu menarik napas mencoba menahan air mata, kemudian berbicara lagi dengan suara serak, "ibu tidak akan sanggup bila harus kehilangan ayah dan hanya wanita yang besar hatinya yang merelakan ginjal suaminya demi kelanjutan hidup orang lain. Kau mengerti sekarang?"

Luc menatap wajah ibunya nanar, jelas terlihat kecemasan di mata wanita itu. Ia menghela napas panjang, meraih gelas teh yang mulai dingin.
Wanita itu mengusap punggung Luc dan Luc mencoba tersenyum.

"Apakah Caress melakukan kesalahan sehingga kau ingin membatalkan hubungan kalian?"

.....................

Pertanyaan ibunya terus terngiang di telinga Luc, bahkan ketika ia sudah kembali ke rumahnya sendiri. Pemuda itu menuang minuman dan meneguknya dalam sekali teguk. Rasa kesal memenuhi dadanya. Betapa tak berdayanya dia sampai tidak mampu mengambil sebuah keputusan.

Jadi, haruskah ia bertahan?

Bukankah cinta dan rasa belas kasihan itu berbeda?

Bukankah tidak semua ucapan terimakasih harus dibayar dengan cinta?

Semua pertanyaan itu berlalu lalang di kepala Luc. Sesuatu yang tidak bisa ia putuskan dalam satu malam.



(BUKAN) PERAWAN#Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang