12. Pillowtalk

522 81 15
                                    

Ali Gatie- It's you.

Tidak habis pikir, berteriak adalah hal yang satu-satunya harus ia lakukan sekarang.  Namun suaranya tercekat di ujung tenggorokan.

Bulu halus dari handuk hotel itu tidak hanya jatuh melewati sebatas bawah tulang selangkanya, namun terjun bebas melewati kaki jenjangnya yang hanya terbaluti satu pakaian dalam.

Tidak apa, Jika tidak ada yang melihat hal itu. Akan tetapi, ada sosok dengan tinggi tidak terlalu parah berdiri mematung dengan satu tangan memegang gagang pintu kamar mandi, tatapan kosong menatap sejurus pada sang wanita seolah beberapa detik lagi akan kerasukan.

"Kau! tutup mata, atau aku jadikan bumbu penyedap retinamu itu!". Jisoo dengan sigap bersikap defensif takut-takut jikalau anomali ini akan makin terjerumus pada hal yang iya-iya. Dalih-dalih menjauh dan menutup mata (tidak terbuka selamanya pun Jisoo rela) suami tersayangnya itu makin mendekat.

Gadis cantik itu menarik panjang handuk sialan yang suka jatuh seenaknya, atau pergi tanpa pamit saat cinta-cintanya. "Demi kerang ajaib, jangan mendekat Octavius Rex!"

sesaat setelah pulang dari perjalanan panjang, Jisoo hanya berdoa agar cuplikan film Richard Gere dan Debra Winger saat tahun 1982 tidak akan terjadi malam ini. Tidak terima, Junmyeon selaku lelaki tampan mapan lagi bersahaja tidak mau dipanggil dengan nama ikan tidak berguna.

"Mohon maaf, Norma rechid si pemarah. Anda yang menggoda birahi saya-"

Hening. Bukan karena Jisoo yang bersiap melempar pedang kirigakure pada suaminya seolah sudah siap menjanda. Jisoo memang berulah, akibat detak jantungnya-- yang mendorong wanita itu berjinjit dan mencium sekilas bibir cerewet sang suami.

Pupil Junmyeon membesar bebas, belum yakin kalau si apatis seperti Jisoo bisa menciumnya duluan. Junmyeon hanya sempat mengira Jisoo adalah lesbian saking tidak pernahnya Jisoo membalas ciuman Junmyeon dengan ikhlas, tetapi presepsi itu ternyata salah. Jisoo bisa berbuat apapun dengan apa yang kini gairahnya arahkan.

Jisoo berhenti disana, ketika ia perlahan sadar akan apa yang barusan ia lakukan. Layaknya film klasik erotis, wanita dengan pinggang ramping itu berniat pergi; tetapi sebuah tangan kekar melingkar menahan tubuhnya untuk tetap disana.

Junmyeon menggeleng, menambah kharisma yang membuat Jisoo mati-matian bertahan agar tidak melayang disana. "Kau bisa, mengulanginya?"

Junmyeon tersenyum miring. Sebelum beberapa saat akhirnya memberi sebuah kecupan yang berujung Jisoo harus menahan rasa asing yang menggebu di batinnya. Kakinya terasa lemah ketika Junmyeon menyentuh bagian atas pusarnya, membuat seketika aliran darah pada pembuluh darah Jisoo melaju cepat, secepat handuk sialan itu jatuh untuk kedua kali namun dengan disengaja.

Wanita itu menyelipkan jari-jarinya diantara acaknya rambut hitam Junmyeon, meremasnya seirama dengan apa yang Junmyeon lakukan pada tubuh bagian atasnya. Entah apa, Jisoo merasa bebas untuk apa yang akan ia lakukan pada Junmyeon, sekarang. Jisoo merasa pangkal kakinya sudah tidak menyentuh ubin kamar mandi yang dingin, Junmyeon menggendongnya dan Jisoo mengalungkan kaki jenjangnya pada paha Junmyeon. Tapi wanita itu tidak peduli, karena sesuatu mengambang di pikirannya saat ini. Lelaki dengan bahu lebar itu menindih tubuh mungil Jisoo di ranjang empuk setelah membuka sedikit tirai kamar.

Jisoo tidak tahu bagaimana melepaskan sesuatu yang sudah ia tahan sebelum suara serak Junmyeon berbisik disela sentuhannya. "Lepaslah, kita butuh timbal balik saat ini."

Jisoo mendesah pelan seakan takut tetangga sebelah akan mendengar suara tidak senonoh ini. Seirama dengan detak jantung Jisoo, Junmyeon tidak perlu mabuk untuk selancang ini pada Jisoo. Satu hal kecil yang tidak mereka sadari, bukan hanya gairah yang akan membawa mereka pada sesuatu yang di nanti-nantikan. Tapi sebuah rasa baru yang tidak pernah di wanti-wanti.

ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang