18. Persephone

480 71 18
                                    

Seoul dan salah seorang bajingannya.

Jisoo telah jatuh cinta pada dirinya. Pada bajingan itu.

Ia pernah di runtuhkan keyakinannya karena seorang lelaki di masa lampau, kini, seolah semesta tidak puas akan itu. Dewa Eros kembali memanahkan anak panahnya pada Jisoo, kala ia menatap Junmyeon.

Ia jatuh cinta pada lelaki itu. Bahkan telah melewati berbagai fase, cintanya yang tidak terbalas, tidak besyarat, dan tidak terbatas.

Dan, si bangsat bermarga kim itu, tidak peduli.

Di cumbunya perempuan lain di atas ranjang, di cintainya seorang chorong di tengah janji pernikahan dengan Kim Jisoo.

Jisoo telah merelakan kecewanya, atas ingkar si-- diperjelas ya, si bangsat itu; KIM JUNMYEON.

Tinggalah Jisoo, meringkuk di tengah malam dengan mata sembab. Hidung mancungnya memerah dengan sesekali cairan lengket keluar, bibirnya pucat seolah sebentar lagi sakaratul maut.

Tinggalah Jisoo dengan kebodohannya.

Kebodohan seorang istri yang mengiyakan selingkuhan suaminya untuk tinggal seatap dengan mereka.

"Chorong hamil anakku, tidak mungkin ia bakal hidup luntang-lantung di apartemennya. Biarkan dia tinggal disini." kata Junmyeon seminggu yang lalu.

Aku juga hamil anakmu, jadi apa kamu akan membiarkan perasaanku luntang-lantung di penghujung rumah tangga?. Hampir saja kaimat itu terlontar, namun ketahuilah, wanita itu pengecut kelas berat.

Kadang kala dapat Jisoo dengar suara tawa dari kamar yang mereka berdua tempati, atau suara menjijikan yang tiada ampun.

Mereka tidak pernah membahas apapun, kecuali anomali rasa. Perceraian bukanlah jalan keluar, karena karir adalah hal nomor satu bagi Junmyeon, dan perasaan adalah hal utama bagi Jisoo.

Junmyeon tdak mau namanya kotor di mata publik, Jisoo tidak mau kehilangan Junmyeon. Tidak se-kompleks yang diperkirakan.

Skenario-skenario tai kucing. Diperankan oleh manusia-manusia tolol yang berlagak punya planning paling lancar, padahal tidak tahu kalau semesta lebih licik dan penuh polemik.

Mereka adalah suami-istri yang harmonis didepan khalayak ramai yang bodoh, bahkan beberapa hari yang lalu dua pasutri penuh cinta itu diundang ke acara keluarga. Lalu ada sesi wawancara mengenai kehadiran buah hati yang demi Tuhan itu sungguh menyebalkan.

Salah satu akun gossip Seoul juga baru mempublikasikan foto mereka berdua yang sangat hangat dan tidak ada cela.

Tidak mereka ketahui, ada seorang wanita yang ikut tinggal di rumah mereka yang megah. Bukan-- bukan si inem pembantu rumah tangga mereka. Bukan juga kuntilanak kiriman Seokjin karena dendam.

Perempuan yang Junmyeon cintai setulus nafsu, yang sedang berbadan dua, dan menghiasi ranjang pria itu. Yang menuduh Jisoo menaruh racun di susu ibu hamil miliknya.

"Kamu menaruh racun agar aku keguguran dan Junmyeon mengusir-"

Mumpung si lelaki berbini dua belum pulang. oh salah, yang satu belum sah.

Chorong mendelik, mempersiapkan kuku-kuku jarinya yang tajam untuk mencakar. Tangan satunya sibuk mengelus gundukan di perutnya yang agak membesar.

"Hei goblok, dengar baik-baik. Jangan buat drama murahan agar kau diberi uang saku lebih dari si Junmyeon sialan."

Jisoo tersenyum manis setelah chorong melemparkan tatapan sengit untuknya. Tiba-tiba wanita itu menangis, tersedu bahkan.

Membuat Jisoo menyatukan dua alisnya. Ditambah kedua kaki jenjang Chorong lemas dan jatuh ke lantai. Perempuan itu jatuh dengan wajah pucat dan mata terkatup.

Darah.. cairan kental merah tua itu mengucur mengotori lantai dan pahanya.

Chorong tidak sadarkan diri. Sekonyong-konyong degan keterkagetan Jisoo, seseorang memanggil namanya dengan geraman menakutkan.

Berdiri menjuntai dengan amarah yang tidak bisa terdefinisikan.

-

Brak.

Satu gumpalan tangan melayang ke arah meja kayu, setelah bunyi kaca pecah bersayup.

Tangan Jisoo bergetar hebat, berkeringat dingin ketakutan. "Aku.. tidak melakukan itu-"

"Kau ular, tetaplah seperti itu. Berpura-pura menjadi cacing membuatmu terlihat seperti orang bodoh." Potong Junmyeon, matanya membeara oleh kebencian.

Jisoo mundur perlahan, jemari-jemarinya saling menggenggam. Pandangannya mengabur, dengan tubuh yang kian bergetar.

Lelaki itu penuh kekalutan, ia hampir kehliangan anaknya.

"Apa yang chorong perbuat sehingga ia harus menanggung penderitaan seperti ini, Jisoo?,"

"Apa yang kekasihku lakukan pada dirimu!"

Bibir Jisoo terkatup rapat, kepiluan merajai relung hatinya seketika. Lelaki itu berdiri dengan wajah memerah menahan marah, lengannya berurat dengan bekas kebiruan di buku-buku jarinya.

alis sehitam arang itu beradu, dengan sorot mata menakutkan yang tidak bisa Jisoo balas. Netra gelap itu menelisik perempuan didepannya tanpa ampun.

"Kau tidak hamil anakku, lalu, kau akan menuntut apa dariku?" Tanyanya sarkastik membuat Jisoo terduduk lesu.

Wajah nelangsa itu akhirnya balas menatap. "Perasaan? jangan bodoh Jisoo, kita mengawali semua ini hanya untuk pamor dan keluarga."

Seolah ditampar oleh tangan buto ijo, Jisoo menggigil karena perkataan tajam itu. Sementara bibir yang sedari tadi terkatup itu, tidak mampu untuk mengucapkan sebuah kata ambiguitas.

Air matanya jatuh meluruh, dengan gemetar yang tidak berhenti.

"Jika aku, mengatakan bahwa kini sedang mengandung anakmu bagaimana?" Jisoo berujar lantang, dengan pandangan mata sendu.

Junmyeon tertawa renyah, padahal jelas perempuan itu telah bersumpah kalau dirinya tidak mengandung. "Aku akan menuruti kemauanmu, kita bercerai."

Jisoo terhenti disitu, sebelum seseorang dari luar mengetuk pintu memberi kabar bahwa Nyonya Chorong membutuhkan Tuan Junmyeon segera.

-

Junmyeon meringkuk, mencium dahinya, pipi, lalu turun ke bibir. Mengecupnya cukup lama.

Jisoo menyakiskan itu secara seksama, dibalik celah kecil pintu kamar Junmyeon yang terbuka sedikit. Ada chorong yang terbaring lemah disana.

Setelah dokter memberikan sabda, lalu pulang dengan ujaran terima kasih dan senyum sumringah dari ayah si jabang bayi. Oh jangan lupakan dengan suap-suapan agar berita menjijikkan ini tidak tercium publik.

Pikirannya penuh pro dan kontra mengenai perceraian. Matanya kian menyayu dengan banyak pikiran membumbung.

"Aku mencintaimu chorong, percayalah itu."

Sayup ujaran itu membuat hujan di pipi Jisoo, luruh kembali dengan awan hitam. Membendung hatinya dengan segala kekecewaan.

Ia meremas jemarinya, menahan sebuah isak. Membawanya pada sebuah tentu, akan keputusan.



.

.



ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang