10. BICARA.

343 29 0
                                    

Tama hanya mampu tersenyum saat melihat Rere yang sedang melambai padanya. Sesekali Ia balas melambai pula sampai akhirnya Rere berjalan tanpa menoleh lagi. Tama yakin meski jarak yang jauh mereka masih bisa mengambil peran besar dalam melupakan kenangan lalu. Bukankah masalah waktu juga masalah rasa—Rere juga Tama hanya perlu saling merasa membutuhkan, saling melengkapi.

Tama menghela nafas berat dan berbalik menjauh dari Bandara, mungkin Ia akan menyembunyikan dirinya di kantor.

Tuk.

Sebuah permen dilempar ke mejanya, Tama menoleh dan mendapati Arza yang menyunggingkan senyum tipisnya.

"Semangat." Baca Tama saat melihat tulisan dibalik bungkus permen itu.

Arza tetap berdiri menyandar dipintu ruangan Tama.

"Thanks."

Arza mendekat dan duduk di sofa.

"Jangan sakiti hati Rere."

Tama menatapnya seolah tertarik dengan apa yang akan dikatakan Arza.

"Karena kalau Lo nyakiti hati dia sekali saja, Gue gak yakin Lo bisa dapat kebahagiaan."

"Lo nyumpahi Gue.?"

Arza menghela nafas "Gue kasih tahu."

Tama menyandarkan tubuhnya menatap langit-langit ruangannya "Lo tahu, Gue sebenarnya juga tidak tahu perasaan apa yang sedang Gue rasakan ini."

Arza menunggu lanjutan kata yang diucapkan Tama.

"Karena sebenarnya Gue juga belum pernah mengalami hal ini sebelumnya."

"Menyenangkan.?"

Tama menggeleng "Terasa nyaman."

Arza akhirnya hanya mengangguk dan memainkan ponselnya.

"Lo..."

Arza menatap Tama dengan kening berkerut.

"Apa yang Lo rasakan saat melihat Aura.?"

"Perasaan yang kalau Gue jelaskan Lo pun tetap tidak akan ngerti." Arza tersenyum meremehkan.

"Sialan Lo."

"Berdamailah dengan hati Lo, mulai tanyakan apa posisi Rere dihati Lo. Karena akhirnya cuma Lo yang tahu."

Tama terdiam mendegar perkataan Arza.

***

"Enak dong yang dapat libur tambahan."

Rere hanya tersenyum canggung mendengar perkataan Sari.

"Kamu kemana sampai aku telpon gak angkat." Desak Rina.

"Aku hanya..ehm hanya."

"Hanya menikmati waktu berdua dengan pacar." Sambung Sari dengan wajah kesalnya.

Rere menggeleng "Bukan Mbak."

"Seharusnya Gue yang dapat jodoh disana, bisa cerah masa depan Gue dapat salah satu pengusaha yang ada disana."

Rere berjalan menjauh menuju tempatnya, tidak ingin mendengar sindiran-sindiran dari Sari.

"Benar itu Re.?" Rina kembali menuntut jawaban dari Rere.

Rere yang tahu Rina tak akan puas sebelum dijawab "Aku hanya jalan-jalan sama Tama."

"Tama.?"

"Orang yang beberapa waktu lalu pernah ke sini dan ketemu dinikahan Pak Auva."

SAYAP YANG PATAH [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang