19. MULAI TAMPAK

238 24 0
                                    

Rere terdiam ditempat tidur dan menatap langit-langit kamar dengan seribu pertanyaan, entah bagaimana saat ini. Ia merasa benar-benar kacau. Rere tidak pernah sekacau ini, pikirannya melayang jauh.

"Kalau dipikir-pikir, Siska emang gak suka Gue dari awal." Gumam Rere.

Tania yang sejak tadi memainkan ponselnya menoleh "Gue tahu itu."

"Tapi alasan kuatnya itu apa? Gue gak tahu." Rere merubah posisinya menjadi duduk diatas kasur rautnya tapak putus asa.

"Dan alasan paling kuat ya si Arsya itu." Tania mengangkat bahu tak acuh.

"Arsya." Gumamnya pikirannya mulai dipenuhi sosok itu.

Rere kembali bermain dengan pikirannya.

'Re.' Rere yang sedang berjalan menuju gerbang menoleh mendapati seorang laki-laki yang satu kelompok dengannya kini mendekat.

'Iya.?'

'Pulang bareng.?'

Kening Rere berkerut 'Eh.?'

'Pulang bareng Gue. Udah sore takut kenapa-kenapa.'

'Memangnya kalau sama kamu gak kenapa-kenapa.?' Tanya Rere polos.

Arsya tertawa melihat wajah polos Rere 'Tidak.' Jawabnya tegas seraya menggelengkan kepalanya.

Kali ini Rere menggelengkan kepalanya 'Ngak usah, aku ngak mau ngerepotin kamu.'

Rere dengan polosnya keluar dari gerbang meninggalkan Arsya yang menatap punggungnya terkekeh.

Pengabaian Rere membuatnya kian tertantang. Segera Arsya mengejar langkah kaki Rere.

'Kamu kok disini.?' Rere mendapati Arsya yang juga duduk disampingnya menunggu kendaraan umum.

'Mau memastikan Lo pulang dengan selamat.' Arsya tersenyum manis.

Namun Rere masih memandangnya tidak percaya 'Ih, gak perlu.'

Arsya menggeleng dan bersedekap 'Gue gak menerima penolakan.'

'Terserah kamu kalau gitu.' Ucap Rere malas.

'Memang seharusnya seperti itu.' Arsya memandangi wajah Rere yang tampak kesal itu.

Ia segera mengajak Rere berbincang hingga mengantar Rere dengan selamat kerumahnya.

***

Tama sedang berusaha menghabiskan makan malamnya sesekali Ia akan menjawab pertanyaan Airin. Airin gadis yang ceria dan banyak bicara. Sosok yang membuat Tama hamir menyamakan dengan Rere. Ia mulai memikirkan tentang Rere.

"Tama, kapan-kapan aku boleh main kekantor kamu.?"

Tama tersentak, sejak tadi Ia bermain dengan pikirannya sendiri "Apa.? Maaf."

Airin tersenyum "Aku mau kenal kamu lebih jauh."

Tama menatap Airin bingung—apa Ia dengan mudah mengakui perasaannya seperti itu dengan laki-laki. Tama mengerutkan dahinya dan terdiam.

Ia tidak ingin menyakiti perasaan perempuan karena takut kedua adik perempuannya disakiti laki-laki lain, karma.

"Kamu gak perlu jawab apa-apa." Sambung Airin.

"..."

"Aku tahu move on itu tidak mudah, tapi dengan diamnya kamu saat ini sudah cukup sebagai tanda kamu mengizinkan."

SAYAP YANG PATAH [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang