Rere dan Tama menoleh, Rere yang terkejut memundurkan langkahnya, sedangkan Tama berdiri dan menanti kedatangan Ibunya. Ibu Melda tampak berbeda pancaran matanya berbeda—membuat Rere takut.
"Kamu..." Tunjuknya pada Rere.
Namun sebelum sebuah tangan hendak memukul Rere, Tama sudah berdiri didepan Rere melindungi Rere.
"Pratama."
Tama berusaha tenang, tersenyum pada Ibunya "Kenapa Mami mau mukul Rere."
"Oh jadi namanya Rere." Ibu Melda tetap berusaha menggapai Rere yang sejak tadi menunduk.
"Mi, sudah Mi. Malu orang-orang bakalan liat."
Ibu Melda mengatur nafasnya melepaskan pegangan Tama, mulai tenang.
"Kamu, siapa kamu bisa-bisanya buat anak saya berlutut seperti itu."
Rere terus saja menunduk diam, dia tidak berani menghadapi seorang Ibu-ibu yang levelnya sangat tinggi.
"Jawab saya." Bentak Ibu Melda.
Tama berusaha bersabar, sebelah tangannya menggapai tangan Rere yang bergetar dibelakangnya.
'Bodoh, Rere ketaktan.' Batin Tama.
"Mi sudah."
"Sudah apa Tama.?"
"Tama yang memilihnya Mi, bukan salah dia."
Ibu Melda berdecak "Ck. Kamu pasti dirayu sama dia kan, atau dia sudah memberikan kamu segalanya.?. Sampai-sampai Kamu membantah dari Mami. Mami minta kau nikah sama Airin bukan sama yang lain. Airin itu sempurna—"
"Sempurna dimata Mami, bukan Tama."
"Tama."
Tama menghela nafas tangannya mulai menggengam erat tangan Rere "Tama gak bisa jamin pernikahan paksaan jika bersama Airin akan berhasil. Tama suah memilih calon yang Tama inginkan, biarkan Tama dengan pilihan Tama."
Ibu Melda menatap Tama tidak percaya "Apa.? Membiarkan kamu dan dia—yang pasti hanya gadis biasa-biasa saja. Dia cuma gadis yang mengincar harta kamu, kamu tidak cocok dengannya. Pasti orang tuanya mendidiknya seperti itu."
Rere melepas kasar genggaman tangan Tama dan maju menatap Ibu Melda langsung "Maat Ibu, saya diam saat Ibu menghina saya tapi tolong jangan bawa-bawa kedua orang tua saya yang sudah tenang. Saya tidak seperti apa yang Ibu pikirkan." Rere berkata pelan namun tegas hingga kembali memancing amarah Ibu Melda.
PLAK.
Sebuah tamparan yang mampu membuat Rere tersungkur dilantai—membuat yang melihatnya membulatkan mata tidak percaya.
"Anda jangan kasar dengan adik saya.!!!" Rere merasakan sebuah tangan membantunya berdiri, dan suara tegas milik Auva dengan jelas.
Ibu Melda membuang muka saat banyak yang memperhatikan mereka.
"Re." Tama berusaha menyentuh Rere namun ditepis Auva.
"Lo gak bisa jaga dia." Desis Auva.
"Rere—sekarang bagian dari keluarga Dimitri. Saya tidak senang anda berkata demikian apalagi melakukan tindakan kekerasan seperti itu. Saya tahu kamu orang tua dari temannya menantu saya, tapi ini acara keluarga saya jangan membuat keributan." Abi Ali menatap tajam Ibu Melda yang menciut saat mendengar nama Dimitri.
"Sayang, ikut Umi." Umi Adiba segera memeluk Rere dan membawanya pergi.
"Sekali lagi anda menyebut anak saya seperti itu dan berani menyentuhnya, saya tidak akan tinggal diam." Abi Ali kini menatap Tama "Saya kecewa dengan kamu, jangan harap saya mengizinkan kamu bertemu Rere lagi."
Abi Ali berjalan masuk kedalam gedung. Balkon dikiri gedung resepsi kini mulai ramai orang-orang yang mulai kepo dengan apa yang terjadi.
"Lo dengar Abi Gue ngomong apa, jangan harap Lo bisa ketemu Rere lagi."
"Lo gak bisa buat keputuskan semuanya gitu aja." Ucap Tama frustasi.
Auva hanya menatapnya tajam dan belalu meninggalkan Tama dan Ibu Melda yang tampak merasa takut.
***
"SIAL.!!!" Teriak Tama mengacak rambutnya frustasi dan mendang tiang.
Tama mulai melangkah saat mendengar suara Ibunya Ia berhenti namun tidak menoleh "Tama—"
"Tama butuh waktu sendiri Mi."
Tama sedang berusaha tidak menjadi anak durhaka, Ia meninggalkan Ibuny adan enggan menatapnya karena tahu emosinya akan hilang kendali dan semuanya akan semakin kacau.
"Mami sebaiknya pulang."
Tama terus melangkah tangannya sibuk menelpon Rere. Ia ingin bertemu Rere, mengucapkan maaf atas tindakan Ibunya dan begitu merasa bersalahnya Ia tidak bisa menjaga Rere. Tama merasa gagal, kecewa dan marah. Tama terus berusaha mencari kehadiran Rere didalam gedung acara.
Hingga Ia terduduk dibangku taman.
Tama terlihat sangat frustasi.
"Lo pecundang."
Tama menoleh saat mendapati seorang gadis muda yang duduk tak jauh darinya.
"Lo siapa.?" Tama menatapnya tidak suka.
"Baru saja Rere berusaha menyembuhkan luka hatinya, sekarang Lo malah nambahi luka itu. Kalau Lo tahu Ibu Lo akan bertindak seperti itu kenapa Lo gak pernah mengantisipasinya dari awal atau malah tidak memilih Rere sama sekali. Lo sekarang cuma bisa bikin Rere tambah sakit."
Tama terdiam mendengarkan.
"Lo tahu, sejak awal Gue ketemu Rere. Gue tahu dia tidak pernah baik-baik saja selalu membatasi hadirnya, kebahagiaannya, saat ketemu Lo dia mulai berani untuk bahagia. Dia pernah nolak Arsya—salah satu anak mentri karena apa.? Dia minder. Sekarang ketakutan dia benar. Dia tidak bisa diterima keluarga pacarnya. Atas apa yang tidak dimiliknya, apa berhak dia selalu direndahkan, disakiti seperti itu? Jawab!!!!!"
Tama kian merasa bersalah. Salahnya yang hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan bagaimana kedepannya, ibunya.
"Rere juga punya hak untuk bahagia, hiks." Tama melirik gadis itu yang kini menangis membuat Tama kian merasa jadi orang yang paling kejam hari ini.
"Apa karena Rere tidak memiliki orang tua, tidak punya rumah mewah dan kendaraan istimewa Ia pantas diperlakukan seperti tadi. Ibu Lo sudah melakukan tindak kekerasan, selain itu juga sudah menyatiki dengan dalam dengan ucapannya. Lo tahu itu."
Tama mengacak rambutnya frustasi.
"Bantu Gue." Pinta Tama frustasi.
"Gue gak mau bantu Lo."
"Apalagi yang harus Gue lakukan.?" Tanya Tama frustasi.
"Lo, harus nebus semua kesalahan yang sudah Lo buat."
Tama melihat gadis itu berjalan menjauh darinya "Lo—"
"Gue Tania sahabat Rere yang gak bakalan biarin Lo kembali bersama Rere."
'Bagus Tama, sekarang semua orang berbalik membenci Lo. Lo gak bakalan punya orang yang akan membantu Lo, dan Lo gak bisa apa-apa kedepannya. Tama Lo memang pecundang. Sekarang apa yang akan Lo lakukan, menerobos keluarga Aura untuk bertemu Rere.? Tidak tidak Lo harus biarkan semuanya tenang, Lo pasti punya waktu untuk ketemu Rere dan memperbaikinya, sekarang Lo Cuma harus lebih tenang.' Pikirannya terus saling berdebat. Tama merasa otaknya akan segera pecah.
"Tama." Tama menoleh mendapati Aluna yang berdiri didepannya.
"..."
"Gue cuma mau bilang, perbaiki segala yang salah segera. Lo dan Rere punya hak untuk bahagia juga. Maaf atas luka yang pernah Gue dan Auva perbuat pada kalian. Kejarlah Rere, Lo masih punya harapan untuk mengejar dan membuktikan bisa membahagiakan dia." Aluna tersenyum tipis.
***
10/10/2019
Sorry for typo.Ig: Sa.ariska
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYAP YANG PATAH [SELESAI]
Literatura KobiecaUntuk mereka yang patah hati karena terlalu menaruh harapan lebih, mencintai sebanyak-banyaknya namun hanya dalam diam. Dan akhirnya patah sendiri, terluka dengan hebatnya. Namun bukan berarti mereka tidak menginkan cinta, mereka juga ingin merasa...