Sebulan berlalu, Rere menjalani kehidupannya dengan baik-baik saja atau dia sedang berusaha untuk tampak baik-baik saja. Ia menyibukkan diri dengan urusan kampusnya yang mendekati jadwal sidangnya juga melayani para pelanggan di toko. Ia juga merasa sedikit bersyukur Tama sama sekali tidak memunculkan dirinya dihadapan Rere. Itu membuat Rere setidaknya sedikit melupakan atas apa yang terjadi.
Ia sudah mulai tersenyum dan merasa lega setelah menangis dipundak Aluna.
Rere keluar dari ruang siding dengan senyum mengembang terlebih saat melihat keluarga kecil Aura juga Bianca berdiri membawa buket merentang tanagn siap memeluknya.
"Alhamdulillah Rere bisa Mbak." Pekik Rere gembira.
Aura memeluknya dan mengusap punggungnya dengan senang juga bangga "Mbak tahu kamu pasti bisa."
"Rere selamat yaaaaa." Bianca dengan perut buncitnya berusaha mendekap Rere dengan erat.. "Kamu perempuan kuat, perempuan hebat. Mbak bangga dengan kamu."
Rere melepaskan pelukan itu dan tersenyum lebar "Siapa dulu, Rere."
Mereka akhirnya tertawa bersama, Rere merasa senang dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya. Meski matanya sejak tadi melirik sekitarnya—berharap ada yang akan menghampirinya.
Setelah malam itu bahkan selama Ia kembali kekota ini Rere merasakan ada suatu yang kosong. Ada bagian dalam dirinya yang tiba-tiba merindukan dan merasa kehilangan. Rere tidak tahu apa ada perasaan lain yang tumbuh begitu saja dihatinya.
"Rere." Rere menoleh dan mendapati Tania yang berjalan tergesa menujunya.
"Selamat ya sudah lulus."
"Iya makasih, kamu kapan.?"
Tania cemberut "Segera kok."
Rere terkekeh "Iya aku tahu kok. Semangat."
Rere larut dalam euphorianya.
"Ehm."
Rere merasakan jatungnya berdegub kencang. Meskipun tanpa menoleh Ia tahu siapa pemilik deheman itu.
Rere mengigit bibirnya, enggan menoleh karena takut—semua hanya ilusi.
"Renata." Suara itu kali ini terdengar.
Rere semakin yakin bahwa sosok itu yang Ia tunggu sejak tadi, namun Ia terus saja menyangkal apa yang hati Ia inginkan.
Dengan perlahan Rere membalikkan tubuhnya dan menutup mulutnya terkejut saat melihat Tama mengulurkan sebuah buket bunga yang cantik dan tak lupa sebuah kotak cincin yang mencuri perhatian Rere.
Tama mulai berlutu dihadapan Rere.
Rere menatap Tama melotot tak percaya, melihat sekitarnya banyak kamera mengarah padanya dan Tama. Rere baru menyadari Aura, Bianca dan yang lainnya mulai menyingkir menyisakan mereka ditengah menjadi pusat perhatian. Bisik-bisik warga kampus membuat Rere tidak dapat berbuat apa-apa.
"Menikahlah denganku."
Hanya dua kata yang mampu membuat Rere hampir saja jatuh, kakinya terasa seperti jelly. Ia tidak pernah memimpikan hal ini akan terjadi. Ia hanya berharap Tama datang kembali dan mereka bisa memulainya lagi.
"Terima."
"Terima."
"Terima."
"Terima."
"Terima."
Rere menoleh sekitarnya dengan senyum lebarnya Ia menerima lamaran Tama. "Ya, aku mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYAP YANG PATAH [SELESAI]
ChickLitUntuk mereka yang patah hati karena terlalu menaruh harapan lebih, mencintai sebanyak-banyaknya namun hanya dalam diam. Dan akhirnya patah sendiri, terluka dengan hebatnya. Namun bukan berarti mereka tidak menginkan cinta, mereka juga ingin merasa...