2. PROSES

593 46 0
                                    

Rere berusaha melanjutkan hidupnya, tapi dia tidak baik-baik saja. Dia hanya pergi ke kampus, Toko dan akhirnya berdiam di dalam kamar kosnya. Ia tetap ingat shalat juga makan, hanya di sela waku lainnya Ia dengan mudahnya mengingat Auva dan merasakan sakit kembali.

"Apa seperti ini rasa sakit mencintai dalam diam.?" Gumam Rere.

Sebelumnya Ia selalu menjaga hatinya agar tidak mudah jatuh cinta, tidak ingin merasakan sebuah sakitnya dikecewakan. Namun pada akhirnya Ia kini merasakan kecewa karena cinta yang telah Ia ciptakan dengan sendirinya dan menyalahkan atas pertemuan yang terencana dengan sempurna oleh sang pencipta scenario terbaik.

"Apakah akhir dari mencintai itu akan selalu sama.? Terluka." Gumamnya lirih.

Drtt Drtt.

Rere mencari keberadaan ponselnya, Ia melihat sebuah panggilan dari Aura.

'Hallo, Assalamualaikum Mbak.'

'Walaikumsalam Re. Kamu apa kabar.?'

'Alhamdulillah baik, Mbak sendiri apa kabar.?'

'Alhamdulillah baik juga, Kamu disana kesepian.?'

'Enggak kok Mbak, aku disini ada temen kok.'

'Atau kamu ikut Mbak tinggal disini aja.?'

'Ngak Mbak, kan masih kuliah.'

'Ya sesudah kamu selesai kuliah, makanya yang rajin kuliahnya.'

'Iya Mbak. Gummy mana Mbak?'

'Lagi Main sama Ayah nya.'

'Pasti Gummy seneng ya Mbak.'

'Tambah seneng kalau kamu juga disini, dia sering nanyain kamu Re.'

'Salam aja buat Gummy ya Mbak.'

'Iya, yaudah kamu istirahat sana.'

'Iya Mbak, Mbak juga. Wassalamualaikum.'

Rere kembali meratapi hidupnya, Ia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Hatinya, pikirannya semua seolah tidak ingin bersatu.

Berusaha memejamkan matanya, Ia harus segera menjauhkan pikirannya dari sosok Auva.

Begitu dahsyat pengaruh seorang Auva membuatnya harus merasakan sakit separah ini, atau ini karena hatinya yang terlalu rapuh, lemah hingga dengan tiupan saja Ia sudah runtuh, terluka.

***

Tama seperti seorang workaholic yang tidak mengenal jam istirahat. Tama berkutat dengan berkas-berkas yang ada dimejanya tidk diperdulikannya keadaan luar kantor yang sudah gelap. Ada tiga cangkir kopi yang berada di meja kerjanya.

"Lo kalau mau mati jangan di kantor Gue."

Tama mengakta wajahnya dari berkas yang ditelitinya sebenarnya Ia tahu siapa pemilik suara itu. Matanya kini meneliti bawaan Arza.

"Lo bawa apa.?"

"Makan." Perintah Arza.

"Ck." Tama berdecak lalu mendekati Arza yang kini sudah duduk di sofa.

"Sebagai bos yang baik Gue harus diberi penghargaan."

Tama segera meraih ponselnya dan menelpon Aura. 'Assalamualaikum Ibu Negara yang paling baik, terimakasih atas makanannya........'

Arza menatap Tama yang cengengesan sedang berbicara dengan Aura, segera Ia rebut ponsel itu dan dimatikannya.

"Makan." Perintahnya lagi.

SAYAP YANG PATAH [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang