Seoul, Korea Selatan.
Ponsel berkali-kali berdering tanpa ada yang mengangkatnya. Si pemilik ponsel -Im Nayoung- sedang sibuk berkutat dengan gelas, mesin pembuat kopi dan mesin kasir. Hingga selesai melayani pelanggannya, wanita itu mau menyempatkan diri untuk mengangkat panggilan yang sedari tadi menggangu aktivitasnya -telepon yang tidak pernah berhenti berdering meskipun telah diabaikan.
"Yeoboseyo. Dengan So Eul-Eomma?" Tanya seseorang yang terdengar seperti suara wanita berusia 30 tahun lebih.
"Nde. Nuguseyeo? (Iya. Ini dengan siapa?)"
"Saya guru So Eul. Apakah ibu bisa datang ke rumah sakit sekarang?"
"Apa yang terjadi dengan So Eul, apa dia sakit?" Tanya Im Nayoung ibu dari seorang anak yang sedang diperbincangkan -Im So Eul. Terselip nada yang sangat khawatir saat mengetahui putrinya ada di rumah sakit.
"Mohon maaf sebelumnya sudah membuat ibu khawatir. Anak ibu kepalanya terluka. Sekarang saya sedang di rumah sakit untuk mengantar So Eul."
"Dirumah sakit mana? Seberapa parah? Bagaimana dengan kondisi So Eul sekarang?" Serang Nayoung dengan pertanyaan bertubi-tubi.
Telepon terputus, Im Nayoung pun segera bergegas pergi setelah mendapat informasi alamat rumah sakit. Ia berlari mencari taksi tak perduli dengan jam pekerjaan paruh waktunya yang masih tersisa. Dalam perjalanan menuju rumah sakit tak hentinya jemari lentik itu bertaut dengan mata memejam, berdoa agar anak semata wayangnya tidak cedera serius.
"Bagaimana keadaannya?"
"Tidak apa-apa So Eul-Eomma, kepalanya hanya terbentur meja dan hanya perlu beberapa jahitan." Jelas guru So Eul menenangkan.
"Kepala So Eul mendapat beberapa jahitan dan Kwon-Seonsaengnim berkata tidak apa-apa?" Napas yang masih memburu akibat berlari makin tersulut penuh emosi ketika mendengar penuturan yang begitu tenang dari sang guru.
"Maafkan saya So Eul-Eomma."
Mengatur napasnya, mencoba tenang. Dilihatnya putri kecilnya yang menutup kelopak mata.
"Bagaimana So Eul bisa terbentur meja."
"Saat istirahat teman sekelasnya memberitahu saya jika So Eul kepalanya berdarah dan hanya berkata jika So Eul terbentur meja. Saya tidak tahu lebih jelasnya."
Nayoung hanya mendengus pasrah.
"Sekali lagi saya minta maaf So Eul-Eomma."
Tidak ada sekalipun niatan untuk memaafkan, bahkan untuk merespon saja rasanya Nayoung begitu enggan meskipun berkali-kali permintaan maaf terlontar dari bibir sang guru.
"Karena anda sudah disini saya pamit kembali ke Sekolah."
Hanya anggukan yang diberikan Nayoung untuk sebuah jawaban dengan sorot netra yang tidak pernah lepas dari gadis kecil yang sedang berbaring tenang seolah bunga tidur mampu sedikit mengalihkan rasa sakit yang sedang dirasakannya.
~Would you be My Daddy?~
Menunggu hampir satu jam tubuh mungil itu akhirnya sadar dari efek obat bius yang diberikan dokter.
"Eomma~" lirih So Eul.
"Why you crying Eomma?" tanya gadis kecil.
"So Eul tau kalau Eomma berlari kerumah sakit saat guru So Eul menelepon Eomma dan bilang jika So Eul kepalanya terluka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Would You Be My Daddy? ✓
Romance[Buku ini pemenang Juara 2 dalam event 60 Days Writing Challenge] [Buku ini telah diikutsertakan dalam 60 Days Writing Challenge dalam perintisan crew @thesixtysense] So Eul gadis kecil berusia 7 tahun yang harus mengalami penindasan karena tidak me...