Lembar keduabelas

9.2K 1.1K 156
                                    

***

Pukul empat lewat lima menit Kim Namjoon tiba dirumahnya setelah menginap bersama setumpuk map dan dokumen dikantornya. Wajahnya kentara lelah dengan kantung mata yang menegaskan jika ia benar-benar bekerja keras semalaman.

Namjoon melangkah memasuki pekarangan rumahnya dengan lesu, keningnya menyernyit saat netranya menangkap kondiri pintu rumahnya yang terbuka lebar. Sontak pemikiran tentang perampok atau pencuri memenuhi pikirannya, juga kondisi putra kembarnya dirumah.

Lekas saja Namjoon berlari terburu memasuki rumahnya dengan wajah panik. Didalam rumah mewahnya, tak satu barangpun tersentuh.

"Jimin." Namjoon memanggil pelan, takut jika kedua putranya justru belum terbangun.

"Taehyung."

Tak mendapat sahutan, Namjoon bergegas ke lantai atas. Namun belum sempat ia menginjak anak tangga pertama, matanya membulat tatkala menemukan tubuh Jimin yang terbaring dilantai dengan mata terpejam.

"Astaga Jimin!"

Namjoon bergerak meraih Jimin dengan kalut, wajahnya pias saat menyentuh kulit sedingin es milik Jimin lalu menepuk pipinya pelan.

"Jimin-ah."



****
 



Kembali, untuk kesekian kalinya, Namjoon harus menginjakan kakinya pada bangunan berbau antiseptik tersebut. Dan untuk kali yang tak terhitung Namjoon harus menunggu dengan harap-harap cemas didepan ruang itu.

Pintu itu terbuka, sosok Seokjin muncul dengan wajah lelah yang hampir sama kacaunya seperti Namjoon.

"Jimin baik-baik saja 'kan?"

"Dia tidak pernah baik-baik saja, Namjoon-ah," Seokjin berucap lirih dengan binar sayu dikedua matanya, lirih hampa itu sukses meruntuhkan binar harap dimata Namjoon yang sebelumnya mengharap penuh.

"Dia .., masih bisa bertahan, kan?" getar suara itu bisa Seokjin tangkap dengan jelas. Juga sorot ketakutan seorang ayah yang takut kehilangan presensi putranya.

Seokjin hanya diam, menghela napas panjang lalu menepuk bahu Namjoon. Menyadarkan Namjoon pada realita yang harus ia terima. "Aku tidak bisa berpura-pura menghiburmu. Yang jelas, Jimin bisa hidup dengan normal setelah mendapat jantung baru."

Bahu tegap Namjoon meluruh lemas, ia meraup wajahnya frustasi. Namjoon benar-benar kacau dimata Seokjin, yang membuat Seokjin merasa miris melihatnya.

"Kapan itu terjadi? Aku sudah menunggu selamat sepuluh tahun." Namjoon berujar lirih, menekan sesak yang kembali menggerayai hatinya. "Kau tahu, aku bahkan menyuruhnya berhenti menari, aku menjauhkan Jimin dari dunianya. Apa kau percaya itu?"

"Namjoon-ah." Seokjin memanggil Namjoon, meraih bahu lelaki dihadapannya lalu menatapnya dengan binar penuh keyakinan. "Kita sudah berjuang selama ini. Selebihnya, hanya tuhan yang tahu"

"Aku pamit dulu."

Seokjin melenggang pergi, meninggalkan presensi Namjoon yang tengah hampa ditengah ramainya lalu lalang rumah sakit.


***


Namjoon melangkah pelan memasuki kamar rawat Jimin. Langkahnya ia bawa mendekati ranjang Jimin, mendapati putranya tengah bersandar sambil menundukkan kepalanya.

Mikrokosmos [Twins Brother]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang