******
'Kerusakan pada katup jantungnya sudah sangat parah.''Bahkan, jantungnya sudah tidak mungkin lagi bekerja dengan normal.'
Rasanya, Taehyung seperti di tarik ke masa-masa yang paling menakutkan saat mendapati sosok itu yang kembali membuatnya dilanda panik.
Taehyung ingin menjauh, menarik diri dari segala kehangatan yang Jimin berikan, atau dari usaha ayahnya yang berusaha mendekatkan diri padanya. Tapi entah kenapa, Taehyung selalu gagal menarik diri saat Jimin lagi-lagi justru menariknya untuk mendekat.
Tapi sekarang, sosok itu tak lagi merecoki hidupnya dengan segala tatapan sendu juga binar penuh lukanya. Matanya terpejam erat dengan wajah pucat dan jemari sedingin salju.
Jika ditanya tentang apa yang paling menakutkan bagi Kim Taehyung. Maka pemuda itu akan menjawab bahwa Jimin lah yang paling ia takutkan. Bukan, bukan presensinya yang menakutkan, tapi Jimin yang rentan lah yang paling ia takutkan.
Sejak dulu, alasan utama Taehyung menjaga jarak dari saudaranya adalah kondisi Jimin. Dia bukannya tidak ingin membuka diri pada saudara kembarnya itu. Taehyung hanya terlalu takut, takut saat ia tak lagi dapat mendengar detak dari jantung yang telah lama rusak itu.
Taehyung tidak berbohong perihal pertengkarannya dengan Jimin waktu itu. Taehyung berujar jujur, jika Jiminlah alasannya rusak. Karna setidaknya saat melihat Jimin kesakitan sambil mencengkeram erat dadanya, Taehyung lah yang merasa sesak.
"Ughh... "
Taehyung tersentak, saat leguhan pelan itu menarik kembali kesadarannya. Ia menoleh, menatap Jimin mulai tersadar dan yang tengah membuka perlahan matanya, dengan kernyitan penuh didahinya.
"Kau sudah bangun?" nada bicaranya terdengar datar. Kontraks dengan wajah nya yang seperti mengajak ribut.
"Eh?" Jimin mengerjap bingung, dengan kedua mata sipitnya yang mengecil ia berujar, "Memangnya aku kenapa?" tanyanya dengan raut polos.
Taehyung mengumpat tanpa suara. Kecemasan benar-benar tidak berguna. Sosok yang ia cemaskan justru memasang raut polos tanpa dosa. "Kau pingsan tadi pagi."
"Ah." Jimin mendesah pelan. Dengan raut yang berubah total, menjadi sayu lengkap dengan senyum miris dibibir pucatnya. "Aku... menyusahkan lagi ya?"
"Tidak usah banyak bicara. Papa bilang kau tidak boleh banyak pikiran." Taehyung kembali menoleh tanpa merubah wajah datarnya, ia menatap Jimin yang kini menunduk dengan jemari saling meremat. "Makanlah." katanya sambil menyodorkan semangkuk bubur yang dibalas lirikan malas dari Jimin.
"Berapa lama aku pingsan?"
"Sejak pukul tujuh pagi. Sekarang sudah pukul sepuluh malam."
"Dimana Papa?"
"Sedang membereskan pekerjaannya yang dia tinggalkan saat kau kambuh." Taehyung menjawa ketus. "sudah, kan? Jika tidak ada yang ingin kau tanyakan lagi cepat habiskan makananmu. Aku ingin cepat-cepat tidur."
"Kau bisa tidur sekarang. Aku sudah tidak apa-apa. "
"Ck, kau ini cerewet sekali sih!" Taehyung berujar kesal. Meraih mangkuk bubur tersebut, dan menyendokannya kehadapan Jimin. "Makanlah. Aku tidak mau dimarahi papa karna tidak becus mengurusimu."
Jimin mendesah, jadi melirik sekilas mangkuk bubur tersebut. "Apa tidak ada makanan lain bagi orang sakit, selain bubur?"
"Kau bukan sakit, kau sekarat sejak kecil jika kau lupa." Taehyung berujar dingin. Tangannya kembali menyendok sesuap bubur lalu menyuapkannya pada Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mikrokosmos [Twins Brother]✔️
FanfictionKata orang, anak kembar itu berbeda. Mereka akan cenderung merasakan apa yang kembarannya rasakan. Kata orang, anak kembar itu kompak, saling terikat dan memahami perasaan satu sama lain. Tapi semua 'Kata orang' itu tidak berlaku bagi mereka. Nyatan...