Lembar ketujuhbelas

7.8K 1K 202
                                    

-o0o-

Park Jimin hampir di buat gila setelah mendapat panggilan masuk dari nomor tak di kenal beberapa waktu lalu. Hal yang membuatnya hampir semaput adalah saat mendengar suara bergetar dari sosok yang amat ia kenali suaranya.

Jimin yakin itu Taehyung. Tanpa menyebutkan namanya pun, Jimin sudah lebih dulu mengenali suara berat sang kembaran. Sebab segala hal yang ada pada Taehyung amat Jimin hafal dalam ingatannya.

Tapi yang membuat Jimin hampir gila karna cemasnya adalah bagaimana penggal suara Taehyung yang terdengar bergetar. Lalu saat Jimin hendak menyuarakan tanyanya, Taehyung sudah lebih dulu memutuskan panggilannya. Membuat Jimin di serang cemas setelahnya.

Di luar sana, hujan masih setia membasahi bumi. Gerimis yang tadi bertahan berubah deras bersama guntur dan kilat cahaya yang mengerikan. Membuat Jimin ragu untuk keluar mencari Taehyung. Dia takut Namjoon kembali kecewa padanya.

"Aishh!! Aku bisa gila jika terus begini." Jimin mengacak gemas rambutnya. Memandang hujan dari jendela kamarnya yang semakin deras. Lalu cemas itu semakin membuncah saat mengingat Taehyung yang begitu takut akan kilatan petir juga gemuruh guntur.

"Jimin!!"

Bocah tujuh tahun itu memejam ketakutan sambil memeluk lengan saudaranya saat gemuruh guntur di luar sana terdengar mengerikan bersama kilatan cahaya setelahnya.

Jimin beralih mendekap tubuh bergetar Taehyung lalu mengusap lembut punggungnya. "Tidak apa-apa. Aku di sini Taehyung-ah. Jangan takut."

"Kenapa Mama belum pulang Jim? Ini hari ulangtahun kita. Mama bilang akan datang kali ini. Papa juga belum pulang. A-apa mereka lupa hari ini ulangtahun kita, Jim?"

Bocah tujuh tahun itu mulai terisak mengingat janji sang Mama yang ia nanti. Kedua saudara itu tengah terduduk di ruang tengah dengan kue ulangtahun di depan mereka. Menunggu presensi kedua orangtuanya meski guntur di luar sana terlalu mengerikan untuk di saksikan.

Taehyung hanya tidak tahu, bahwa malam sebelum ulangtahun mereka, Jimin sudah lebih dulu tahu jika kedua orangtuanya telah berpisah. Sang Mama tidak akan kembali meski Jimin mengemis demi Taehyung. Dan Papa juga tidak akan datang sebab memutuskan menyendiri setelah mengucapkan kata cerai.

Satu tetes airmata itu jatuh dari pelupuk Jimin tanpa Taehyung ketahui. Dia mengeratkan rengkuhannya pada Taehyung. Mencoba agar tak meruntuhkan binar harap di mata Taehyung.

"Taehyung-ah, kita tiup saja lilinnya sebelum habis. Mama dan Papa tidak akan pulang karna hujan. Kita tiup saja ya, ini sudah terlalu malam."

"Tapi Jim—"

"Ada aku Tae, aku dan kau sudah cukup. Dan aku akan selalu ada disampingmu."

Jimin tidak peduli lagi akan kondisi tubuhnya jika ingatan masa kecilnya bersama Taehyung kembali terlintas. Taehyung segalanya bagi Jimin, dan saat ini Jimin yakin Taehyung sedang tidak baik-baik saja. Dia harus mencari Taehyung sebab hatinya pun ikut gelisah sejak getar suara Taehyung di perdengarkan.

Jimin melangkah tergesa menuruni tangga sambil memakai mantelnya sembarangan. Wajahnya kentara cemas dengan pikiran yang juga bercabang. Dia kembali melangkah terburu, hendak membuka pintu rumahnya.

Lalu saat pintu rumahnya terbuka sempurna. Jimin di buat mematung di tempatnya saat menangkap presensi sosok yang memenuhi pikirannya, tengah berdiri kaku di depan pintu dengan tubuh basah kuyub juga bibirnya yang membiru.

"Taehyung!" Jimin hampir memangis melihat kondisi Taehyung.

Didepannya, Taehyung masih diam dengan bibir bergetarnya. Binar sayunya menatap Jimin sendu. Wajahnya benar-benar kacau, pun dengan tatapan yang juga menjelaskan bahwa Taehyung tidak baik-baik saja.

Mikrokosmos [Twins Brother]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang