Lembar keempatbelas

9K 1.1K 310
                                    

      •••    


Angkasa di atas sana masih sama kelabunya. Deras yang tadi mengguyur bumi kini mulai mereda, menyisakan gerimis yang masih setia membasahi bumi pelan-pelan.

Disana, di sudut ruang itu Kim Jimin mengamati gerimis yang jatuh dari balik tembok kaca yang membentang sepanjang ruang itu. Lalu, ekor matanya kembali melirik Hoseok yang tengah menggerakkan tubuhnya mengikuti irama musik yang berdentum.

Senyum miris itu Jimin perlihatakan untuk sesaat. Merasa miris pada dirinya yang hanya mampu menatap hampa ruang latihan tari yang sejak dulu selalu ia kunjungi, tempatnya melepas penat bersama tubuhnya yang membaur dalam tarian yang ia buat. Tapi sekarang yang ia lakukan hanya melihat tanpa turut serta dalam tarian Hoseok.

Tangan Jimin terangkat menyentuh dada kirinya saat detak disana kembali menciptakan nyeri. Namun hanya sesaat nyeri itu mampir.

Akhir-akhir ini Jimin memang lebih sering merasa nyeri dari sebelum-sebelumnya. Entah apa sebabnya, rasanya barang rusak yang berdetak di tubuhnya itu semakin sulit ia kendalikan. Yang dia tahu, dia harus sebisa mungkin menyembunyikan hal itu dari keluarganya. Sebab sakitnya adalah derita Namjoon dan Taehyung.

Ah, Jimin jadi mengingat Taehyung lagi. Entah bagaimana kondisi Taehyung sekarang. Jimin hanya berharap saudara kembarnya itu baik-baik saja di luar sana, meski Jimin harus setengah mati meredam rindunya yang memupuk.

Jimin mengubah sayu tatapnya saat Hoseok terlihat menyudahi latihannya. Mantan pelatih Jimin itu berjalan mendekati Jimin, meraih botol minuman di sebelah Jimin lalu meneguknya hingga tandas.

"Aku hanya absen satu minggu tapi tarianmu semakin bagus!" Jimin berseru antuasias, melupakan jika beberapa menit lalu ada nyeri yang menikam dadanya.

Hoseok mendudukan dirinya di samping Jimin, membiarkan kakinya telentang meredakan lelahnya. "Aku ini pelatihmu. Tapi tarianmu jauh lebih baik dariku."

"Eyy, kau ini bicara apa." Jimin menyanggah cepat sambil mengibaskan tangannya. "Tarianmu yang hebat. Aku... malah tidak bisa menari lagi."

Ada sesal yang mampu Hoseok tangkap dengan jelas dalam setiap penggal kalimat yang Jimin lontarkan. Ia memang tidak tahu alasan Jimin berhenti menari, pun tidak memaksa Jimin untuk menceritakannya.

Yang Hoseok tahu dari hidup Jimin hanya ayah Jimin yang terlampau posesif terhadapnya. Juga kembaran Jimin yang tak begitu baik hubungan keduanya.

Jimin tidak mungkin menceritakan tentang kondisi fisiknya. Hei! Mana ada sanggar tari yang mau menerima peserta yang memiliki cacat jantung seperti Jimin.

"Lalu apa, kau bilang di telfon kemarin kalau kau sudah berbaikan dengan Taehyung. Bukankah itu bagus? Ayahmu juga sudah berbaikan dengan Taehyung." Hoseok berujar menatap Jimin sepenuhnya. "Kau bisa menari lagi kalau begitu, kan?"

Ucapan Hoseok berhasil mengugurkan binar yang tadinya Jimin umbarkan. Pandangan Jimin hampa, tanpa warna pun tanpa binar di dalamnya. Lidah Jimin mendadak kelu, ia tak bisa memberi jawaban yang tepat atas apa yang Hoseok pertanyakan.

"Aku tidak tahu." kata Jimin akhirnya pasrah. Pandangannya ia lempar keluar jendela, mengamati setiap tetes yang menjatuhi bumi. "Aku sungguh tidak tahu. Tapi memang sepertinya, aku akan benar- benar berhenti menari."

Lagi, kalimat penuh getir itu kembali Jimin ujarkan dengan senyum miris di wajahnya. Seperti ada benang tak kasat mata yang melilit dadanya, Jimin merasa sesak saat harus di jauhkan dari dunianya.

Hoseok, yang menyadari akan raut tak mengenakan itu lekas berdehem canggung sambil menggaruk tengkuknya. "Y-ya itu keputusanmu. Aku tidak akan memaksa,"  katanya sedikit canggung. "Lalu bagaimana dengan Taehyung? Kau bilang akan memperkenalkannya padaku saat hubungan kalian membaik."

Mikrokosmos [Twins Brother]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang