***
Kim Namjoon masih menatap hampa pejam dihadapannya. Ia hanya diam tanpa mengucap kata, tapi siapapun yang menelisik binar itu akan tahu, bahwa ada takut yang membaur bersama cemas yang tak kunjung menghilang.Tidak ada yang Namjoon lakukan sejak tadi sore. Tidak bekerja tidak juga mengurus dirinya. Yang dia lakukan hanya terus duduk di sisi ranjang sambil mengamati pejam yang sejak sore tadi belum kunjung terbuka hingga sekarang.
Namjoon masih ingat tadi, bagaimana sosok asing mengantarkan Jimin yang tak sadarkan diri ke rumah. Namjoon tidak tahu siapa sosok itu, dia hanya bilang bahwa seseorang menyuruhnya mengantar Jimin sampai ke alamat yang diberitahu.
Namjoon tidak memperdulikan siapa yang mengantar Jimin sebab hatinya lebih dulu luluh lantah saat mendapati Jimin kembali pingsan. Padahal baru tiga hari lalu Jimin memaksa pulang ke rumah. Tapi sekarang dia malah di hadapkan pada pejam damai Jimin yang kembali membuatnya di serang takut.
Di tambah dengan masalah Taehyung, Namjoon sama sekali tidak bisa mengistirahatkan otak dan tubuhnya. Sudah hampir satu minggu Taehyung tak pulang. Namjoon pun sudah berusaha keras mencari Taehyung sampai ia lupa kapan ia mengistirahatkan tubuhnya.
"Eung..."
Lamunan Namjoon terbuyar tepat setelah leguhan terlampau lirih itu menarik penuh atensinya. Ia mengerjap pelan, menatap Jimin yang pelan-pelan membuka pejamnya.
Namjoon langsung mendekat, menggenggam jemari Jimin dan menatapnya penuh cemas. "Kau sudah sadar? Apa yang kau rasakan, hm?"
Jimin masih mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Ia melirik Namjoon setelahnya, menangkap jelas cemas yang terlihat di kedua iris sang Ayah.
Dia lantas memutuskan berpaling. Menghindari cemas tatapan Namjoon saat menatapnya. Lalu tubuhnya berbalik menyamping membelakangi Namjoon.
"Jimin-ah." Namjoon berujar lirih. Merasa bingung juga cemasnya menyatu. Belum lagi lelah di tubuhnya yang membuatnya mengeluarkan desahan pelan. "Papa mohon bicara. Jangan diam saja seperti ini. Kau tidak tahu seberapa cemasnya Papa saat kau pingsan, hm?"
Jimin hanya diam. Sebenarnya hanya takut Namjoon mengetahui bahwa ia melanggar janjinya. Jimin hanya takut Namjoon berakhir marah dan ia yang menjadi penyebab kecewa di kedua iris Papanya.
Jimin memejam sejenak, merasakan kacau di hatinya sejak kemarin. Pun dengan kepergian Taehyung yang tak kunjung ia temui hadirnya lagi. "Aku tidak meminta untuk di cemaskan. Papa saja yang terlalu berlebihan."
Disana, tatapan Namjoon berubah tajam. Kedua tangannya jadi mengepal mendengar suara ketus Jimin. "Apa kau pikir Papa berlebihan mencemaskanmu?"
"Ya." Jimin menyahut cepat. Tubuhnya menegak dari baringnya. Ia berbalik menatap Namjoon. "Papa berlebihan sekali padaku. Sampai lupa tentang Taehyung yang bahkan tidak tahu bagaimana keadaannya sampai sekarang."
Namjoon semakin mengepalkan kuat-kuat kedua tangannya hingga buku-buku tangannya memutih. "Apa kau pikir Papa tidak memikirkan Taehyung juga? Kau pikir siapa yang membuatku duduk diam di sini saat harusnya mencari anakku yang lain."
Gantian Jimin yang memaku di tempatnya. Seakan tertampar telak oleh ucapan Namjoon barusan. Ia di buat bungkam tanpa mampu merangkai kata. Tangannya ia biarkan meremat kuat selimutnya dengan bibir yang ia tekan mati-matian menahan sesuatu yang mendesak keluar.
Namjoon masih belum melunturkan tajam tatapnya. Pun kepalan tangan di kedua sisinya. "Apa kau pikir Papa tidak khawatir Taehyung pergi, menyusul Mama kalian yang gila itu. Itu karna kebodohanmu, Jim. Bukankah sudah kubilang jangan pergi kemanapun selama aku mencari Taehyung? Kenapa kau keras kepala sekali. Lihat tidak bagaimana kau berakhir seperti sebelum-sebelumnya lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mikrokosmos [Twins Brother]✔️
FanfictionKata orang, anak kembar itu berbeda. Mereka akan cenderung merasakan apa yang kembarannya rasakan. Kata orang, anak kembar itu kompak, saling terikat dan memahami perasaan satu sama lain. Tapi semua 'Kata orang' itu tidak berlaku bagi mereka. Nyatan...