Lembar keduapuluh tiga

8.3K 926 455
                                    

- o 0 o -

Kim Taehyung pernah bahagia sebelumnya. Jauh sebelum Ayah dan Ibunya memutuskan berpisah, juga jauh sebelum dirinya tahu ada yang rusak dalam tubuh saudara kembarnya.

Itu dulu, saat keluarganya baik-baik saja. Saat Papa masih seorang karyawan biasa yang selalu pulang tepat waktu sambil membawakan mainan baru untuknya, saat Jimin masih bisa menemaninya bersepeda sambil berlarian mengejar bola. Meski Mama memang sudah buruk sejak awal. Jarang memberinya afeksi kasih sayang atau pelukan hangat seorang ibu. Kendati begitu, Taehyung selalu menganggap Mama orang paling berharga dalam hidupnya.

Perasaan itu sulit Taehyung gambarkan untuk sekarang. Setelah semua masa-masa pahit yang ia lalui, setelah dirinya sadar seperti apa Mama yang sebenarnya.

Tidak. Taehyung tidak membenci Mama meski telah meninggalkannya bahkan menukarnya dengan uang. Bahkan seumur hiduppun Taehyung tidak akan bisa membenci sang Mama. Mungkin hanya kecewa yang Taehyung rasakan. Kecewa karna apa yang Papa dan Jimin katakan memang benar faktanya. Bahwa Mama memang telah mati hatinya. Mama tidak pernah menganggap presensinya berharga.

Taehyung hancur, hatinya remuk menjadi keping-keping halus yang tak bisa lagi di satukan.

Tapi setidaknya, Taehyung harus bersyukur. Bahwa Papa dan Jimin selalu merentangkan tangan untuknya seburuk apapun sikapnya. Masih ada Papa yang selalu menjadi penopang untuknya, masih ada Jimin yang selalu membagi hangatnya.

Sekarang, bagi Taehyung tidak ada yang lebih berharga dari Papa dan Jimin.

"Apa sudah sampai?"

Taehyung sedikit melirik kebelakang, sambil sesekali memperbaiki posisi Jimin di punggungnya. Dia masih bisa melihat mata Jimin terkatup-katup menahan kantuk.

"Sebentar lagi, rumah kita sudah terlihat dari sini."

Terdengar hela napas Jimin setelahnya, Jimin mengeratkan pegangannya pada Taehyung dengan mata terpejam. Lelah sekali menangis berjam-jam.

Setelah berbicara dengan Mama dan berakhir menangis terisak-isak di halte bus selama berjam-jam, badan Jimin jadi lemas sekali. Napasnya juga sempat sesak dan membuat Taehyung panik tadi. Lalu karna tidak ada bus atau kendaraan yang melintas setelah menunggu berjam-jam, Taehyung memutuskan menggendong Jimin saat suhu tubuh anak itu mendadak panas.

"Kau marah tidak?" Jimin sedikit memiringkan kepalanya, bertanya pada Taehyung dengan suara seraknya.

"Untuk apa aku marah?"

"Karna menemui Mama tanpa memberitahumu, mungkin."

"Jangan konyol," Taehyung terkekeh sebentar. Memperbaiki lagi posisi Jimin saat tangannya mulai keram, lalu tanpa sengaja melirik pada kaki kanan Jimin yang membengkak, "Kakimu bengkak?"

"Aku lupa minum obat sejak kemarin."

"Cari mati kau?"

Jimn tersenyum kecil, menyandarkan kepalanya dengan nyaman pada punggung hangat Taehyung sambil memejam. Membuat Taehyung menghela napas lelah.

"Jangan ulangi lagi, Jim."

"Tidak akan kok."

Jimin memejam nyaman dengan kepala menyandar pada punggung Taehyung. Netranya sulit sekali terbuka saat kantuk semakin menguasai dirinya.

Mikrokosmos [Twins Brother]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang