Lembar kesembilan

10K 1.1K 157
                                    


         •••••       

Bagi Jimin, Taehyung adalah semestanya, duniannya. Tempat Jimin melepas segala keluh kesahnya, tempat Jimin mengeluh saat orang-orang mengolok-olok dirinya. Juga menjadi tempat Jimin bertopang saat dia berkali-kali terjatuh.

Sejak dulu sekali, bahkan jauh sebelum keluarganya hancur, dan dokter memvonis jantungnya mengalami kerusakan. Taehyung sudah lebih dulu menjadi pelindungnya. Sang adik kembarnya itu yang selalu mengusir anak-anak bongsor yang membullynya dulu, yang selalu membantu Jimin bangkit saat terjatuh, dan yang akan mengobati lukanya saat orang lain mengabaikan mereka.

Memang sejak dulu keduanya hidup dengan kasih sayang seadanya. Mama mereka lebih mencintai dunia malamnya, sampai menelantarkan anak-anaknya saat si kembar menginjak usia tujuh tahun. Lalu Papa mereka pun ikut menyibukkan diri dengan pekerjaan supaya tak bertemu dengan sang Mama dulu.

Karna itu sejak dulu, apapun kesalahan Taehyung, Jimin tidak akan sanggup marah padanya. Bahkan saat hubungan mereka merenggang sejak perceraian kedua orangtua mereka pun, Jimin masih diam-diam menaruh peduli pada Taehyung.

Jadi, saat dia di hadapkan pada Taehyung yang kembali marah padanya, Jimin merasa bingung dengan perasaan tak enak yang memenuhi pikirannya. Dia tidak tahu harus berbuat apa agar Taehyung tak marah padanya. Saat itu Taehyung mulai menerimanya kembali saat dirinya kambuh.

Tapi, Hei!!! Tidak mungkin kan Jimin harus kambuh dulu agar Taehyung memaafkannya!

"Taehyung-ah."

Suara lirih Jimin memecah sunyi yang membentang sedari tadi. Sejak meja makan itu di isi oleh dua presensi yang sedang memiliki hubungan buruk itu, tidak ada yang berniat membuka suara lebih dulu. Sampai suara lirih Jimin akhirnya yang lebih dulu memecah sunyi.

Jimin melirik Taehyung yang hanya diam menikmati sarapan paginya. Anak itu sama sekali tak menggubris panggilannya. "Taehyung aku minta maaf. Kita baru saja berbaikan, bukan? Kenapa kau malah membuat hubungan kita menjadi buruk lagi."

Taehyung mengalihkan atensinya, jadi melirik Jimin sekilas. "Apa kau pikir aku yang melakukannya?"

"Astaga apa ini karnaku? Karna kata-kataku kemarin? Hei, bukankah itu terlalu berlebihan kau marah hanya karna itu."

Taehyung kembali menatap Jimin tajam. Dia menghentikan sarapannya saat atensinya ia alihkan penuh pada Jimin setelah Jimin merampungkan kalimatnya. "Hanya kau bilang? Kau pikir aku marah hanya karna kata-katamu. Memangnya kau sadar apa yang kau katakan. Kau selalu menganggap semuanya ringan, tanpa memikirkan orang lain yang mungkin terluka karna kata-katamu."

Jimin terpekur setelahnya, tak menyangka jika Taehyung akan meninggikan suara dihadapannya. Pun dengan kata-kata yang menampar telak dirinya.

"Kau masih egois seperti sebelumnya. Kau bahkan masih sering mengunjungi sanggar tari tanpa sepengetahuan Papa." Taehyung kembali berujar dengan rendah suara yang membuat Jimin bungkam sepenuhnya. "Apakah permintaan kami terlalu susah Jim. Aku dan Papa hanya memintamu untuk tetap sehat. Sampai kau mendapatkan jantung baru. Apa itu susah bagimu?!"

Jimin diam, semakin membiarkan Taehyung mencecarkan kalimat yang membuatnya ngilu. Seberharga itu dirinya di mata Ayah dan saudara kembarnya. Dan dia dengan tidak tahu dirinya justru hanya bisa menambah susah pada mereka.

"Taehyung bukan begitu..."

"Lalu apa Jim?" Taehyung menyela cepat. Membuat Jimin kembali merunduk dengan jemari bertaut. "Aku setiap hari harus diam saat melihatmu diam-diam mengunjungi sanggar tari. Apa begitu susah meninggalkan duniamu itu untuk tetap hidup."

Mikrokosmos [Twins Brother]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang