7 🌹 Takdir ku

3.5K 427 39
                                    

Seokjin's POV

(Flashback 2 hari sebelum kejadian di chapter sebelumnya)











Sepanjang hidup ku, aku selalu bersyukur dan berdoa. Nenek selalu mengajarkan ku untuk memohon pada yang Kuasa untuk meminta perlindungan, pengampunan, dan segala kelancaran. Tak lelah bibir ini berucap berkali kali melantun kan doa. Meskipun banyak hal buruk menimpa ku, aku selalu berfikir bahwa itu lah cara Tuhan untuk menguji ku. Karena aku percaya, Tuhan menguji setiap manusia itu berdasarkan kemampuan manusia itu. Bila Tuhan berkata aku bisa, maka aku pasti bisa.

Meskipun dalam keadaan seperti ini.

Aku lontang lantung.

Tak mempunyai tempat tinggal, tak mempunyai pekerjaan, apalagi uang. Yang ku punya hanya tongkat ku untuk menuntun jalan ku. Sudah genap dua bulan aku di Seoul. Dan rasanya dunia ini bagai neraka untuk ku. Rasanya kata 'kebahagiaan' tak pernah ada dalam kamus hidup ku.

Dua hari yang lalu, Bae Irenne, pemilik apartemen ku mengusirku. Dia bilang aku mencuri emas miliknya. Dan entah bagaimana emas yang sama sekali tak ku ketahui itu bisa berada di kamar ku. Sudah dua hari ini aku duduk dan kadang ketiduran di emperan toko.

Rasanya...

Aku ingin menyerah. Aku ingin pulang saja ke kampung. Tapi rasanya sama saja untuk ku. Di kampung juga tidak ada yang peduli pada ku. Kecuali Jungkook. Tapi dia pasti akan memarahi ku dan menyeret ku pulang jika dia tau keadaan ku sekarang. Tapi aku masih punya sedikit harapan. Aku masih ingin mengadu nasib di sini meskipun sudah dua hari ini dua malam tak ada sedikit pun makanan yang masuk ke perut ku. Tak apa, aku sudah biasa dalam kelaparan seperti ini. Yang bisa ku lakukan hanyalah menggendong ransel ku yang berisi sedikit baju. Hari sudah menjelang malam. Aku yang buta ini mencari tempat untuk tidur. Telinga ku dan seluruh panca indra ku minus mata, merasakan bahwa seperti nya saat ini aku berada di halte. Aku mungkin akan istirahat di halte saja.

Aku duduk di kursi halte itu. Bolak balik ku dengar suara bus berhenti untuk menurunkan penumpang. Aku duduk lama di sana. Aku tidak tau berapa lama aku di sana. Tapi sepertinya hari sudah sangat malam karena ku dengar bus yang baru saja berhenti supirnya meneriakkan bahwa itu bus terakhir. Seseorang turun dari bus dan sepertinya dia duduk sekitar lima puluh senti dari ku. Dari derap kakinya sebelum Ia duduk, aku yakin dia laki laki. Sepertinya tubuhnya agak besar, karena bisa ku rasakan tempat duduk yang kami duduki bersama berdecit ketika Ia mulai duduk. Aku ingin tau jam berapa sekarang. Jadi aku menyapanya.

"Permisi, Apa kau tau jam berapa sekarang?" Aku bertanya.

Ada jeda sekitar sepuluh detik sebelum akhirnya suara beratnya menggema di telinga ku.

"Sekarang jam sepuluh malam." Katanya.

"Ah begitu. Terimakasih." Ujar ku.

"Maaf, apa kau buta?" Dia bertanya, nadanya terdengar merasa bersalah. Aku berusaha mengulas senyum.

"Ya, Aku buta." Kata ku. Dia menggeser duduknya lebih dekat.

"Maaf telah bertanya." Katanya menyesal.

Sepertinya dia orang yang baik.

"Tidak apa, aku sudah biasa."

"Apa kau tinggal dekat sini? Perlu bantuan untuk pulang? Bus terakhir sudah berangkat lima menit yang lalu." Ucapnya.

"Aku... tidak mempunyai tempat tinggal.." Lirih ku.

"Astaga.. maaf.." Ucapnya pelan,

Hening diantara kami. Ku dengar ponselnya berbunyi. Bunyi yang singkat sepertinya ada sebuah pesan. Ia terdiam sekitar lima belas menit. Udara malam ini begitu dingin. Di tambah aku kelaparan, semakin memburuk saja rasanya.

Fluffy Love [NAMJIN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang