24

22 0 0
                                    

Mulai hari Senin itu, siswa dan siswi kelas 12 SMA Nusantara 1 tidak lagi mengikuti upacara bendera. Jadwal yang semakin padat karena adanya tryout beserta Ujian Sekolah mendatang menjadi new normal bagi mereka. Yang jelas, minggu ini beserta minggu-minggu seterusnya akan dipenuhi kesibukan.

Kelas Lail mendapatkan Fisika dengan Pak Hasyim sebagai mata pelajaran pertama setelah tryout. Jujur saja, dia tidak bisa tidur semalam. Alhasil, dia pada saat ini jadi mengantuk dengan kadar dua kali lipat dari biasanya.

"Woi. Perhatiin, bego."

Lail yang tadinya sudah hampir tertidur memandang Dewa datar. Seperti biasa, walau hari masih pagi, teman sebangkunya yang tak punya akhlak itu harus menggangunya.

Padahal, Pak Hasyim saja tidak peduli kalau dia tertidur di kelasnya. Lail kembali menempatkan tangan dan kepalanya di atas meja.

"Berisik lo, De. Pala gue pusing, tau nggak," desah Lail sambil membenamkan lagi kepalanya ke dalam hoodie Raya.

"Pasti gara-gara mikirin gue semaleman."

Pada saat itu, Lail tahu ia tak bisa melihat wajah Dewa. Namun, biasanya, Lail akan langsung menyanggah hal yang tidak-tidak yang kerap keluar dari mulut Dewa.

Tapi... untuk kali ini, mungkin saja, dia ada benarnya.

Mungkin saja, percakapannya dengan Audy kemarinlah yang membuatnya tak bisa tidur.

"Apaan, sih? Kok malah diem," tegur Dewa yang tak mendapat respon dari lawan bicaranya. "Elah, palingan lo begadang juga buat call-an sama Raya."

Lail mendelik, berharap Pak Hasyim tiba-tiba menyuruh Dewa maju untuk mengerjakan soal yang sulit. Tapi, itu tidak terjadi karena hanya beberapa saat kemudian, beliau memberikan tugas mengerjakan satu bab LKS dan keluar dari ruangan.

"Gue harap lo ngerti kerjaan gue bukan cuma makan, tidur, dan ngebucin," gumam Lail dengan pandangan lurus ke depan.

Dewa, menjadi Dewa si manusia paling tidak peka di hidup orang di sekitarnya, bahkan tidak menyadari bahwa sesuatu mengganggu pikiran Lail. Justru, ia berkata sesuatu yang membuat Lail merasa sesak dalam dadanya.

"Ya, iyalah. Masih ada satu lagi kerjaan lo, yaitu bantuin gue."

Mana mungkin Dewa tahu, kalau Lail sudah berubah pikiran tentang itu.

Mana mungkin ia tahu, kalau percakapannya dengan Audy telah mengubah segalanya.

Satu hal yang Lail ingin hindari adalah Dewa yang akan kecewa, karena ia tahu, membantu Dewa sama saja dengan memberinya harapan palsu.

"Apa?"

"Pura-pura nggak tahu terus," Dewa tertawa sambil membolak-balikkan halaman LKS-nya.

Ah, kalau begini Lail tak akan bisa tidur. Ujung-ujungnya, Dewa akan mengajaknya ngobrol sampai akhir pelajaran juga. Lail memutuskan untuk mengangkat kepalanya dari meja dan kembali bersender pada kursinya.

"Lo kenapa seneng banget hari ini?"

"Menurut lo? Karena siapa lagi?"

Lail pura-pura peduli dengan tugas yang diberikan Pak Hasyim tadi. Padahal, dia hanya ingin menghindar dari bersitatap dengan Dewa. Lail memejamkan mata, menghela nafasnya, tahu akan jawaban yang dimaksud.

"Kayaknya, Audy udah ngasih gue lampu ijo, deh."

"La, lo... mau, kan, bantuin gue lagi?"

Rupanya, Dewa melihat kejadian dengan Audy kemarin sebagai suatu tanda yang sebenarnya tidak dimaksud Audy.

"Bantuin gue... ajak Audy ke prom. Sebagai pasangan gue."

Andai Lail bisa berterus terang sekarang juga. Tapi, ia tidak mau menghancurkan harapan Dewa begitu saja. Namun, ia tak punya pilihan lagi. Hanya ada satu cara baginya untuk menghentikan Dewa dari terus-terusan mengejar Audy. Satu cara yang mungkin akan membuat Dewa membencinya, tapi tak apa. Hal itu lebih baik dari menyaksikan hati Dewa patah di akhir, mengetahui bahwa Lail dapat mencegah agar itu tidak terjadi.

"De, sorry, kayaknya gue nggak bisa bantu lo lagi."

Seolah tepat waktu, bel istirahat berbunyi nyaring kemudian. Lail bangkit dari kursinya, dan Dewa tak tinggal diam.

"Tunggu, La, maksud lo apa?" Dewa mencegat Lail di lorong yang ramai akan rombongan siswa yang keluar kelas.

Jika saja Lail bisa mengatakannya. Jika saja ia bisa menyuruh Dewa untuk menyerah. Tapi, dengan ini, dia merasa sudah cukup. Mungkin, dengan menjaga jarak darinya, Dewa akan mengerti. Mungkin, dengan begini, dia akan berhenti.

Maaf, De. Tapi, ini buat kebaikan lo juga.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 19, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cintaku Hilang (Rewriting)Where stories live. Discover now