10

54 7 0
                                    

LAIL akan mengeksekusikan rencananya berdekatan dengan pukul dua belas malam. Nanti pada saat mereka berkumpul, gadis itu akan pergi mengajak teman-temannya ke stand menarik yang ada di dekat sana, menyisakan Dewa dan Audy. Setelah itu, dia akan membawa mereka pergi menuju spot yang bagus untuk menonton kembang api. Itu akan membuat Dewa dan Audy paling tidak punya waktu lima belas menit untuk berdua.

Lail melirik jam. Pukul sebelas lebih dua puluh satu. Raya sudah pulang tadi, dia tahu Lail mau menghabiskan malam ini dengan teman-temannya. Lail pun hanya akan bertambah sedih jika ia melihat wajah cowok itu sekarang. Saat ini, dia butuh waktu untuk sendiri dan berpikir.

Lagipula, dia tidak boleh membiarkan rencananya gagal.

Sebentar lagi adalah waktu dimana mereka semua sepakat untuk berkumpul.

Rasya adalah orang pertama yang datang ke titik itu. Kemudian, Dewa. Lalu, Kyla. Pukul dua belas kurang sepuluh menit, dan Audy maupun Navin belum kelihatan. Padahal, waktu mereka sepakat berkumpul sudah lewat dua puluh menit, dan sebentar lagi jam dua belas.

Tak mungkin ini sebuah kebetulan. Keduanya pasti sedang bersama sekarang, memutuskan untuk berpisah dari mereka. Kalau begini, rencana Lail akan gagal.

Rasya melihat itu semua. Mimik yang dipasang Lail beserta gerakan mondar-mandirnya mengatakan segalanya. Cowok itu menghampiri Lail, memberikannya sebuah tepukan pada bahu. Lail menoleh, mendapati Rasya yang sedang berdiri di belakangnya dengan anggukan meyakinkan. Sebelum berkata pada Dewa dan Kyla, "Lo berdua tunggu di sini, gue sama Lail mau cari minuman."

Rasya mengajak Lail ke suatu sudut yang sepi di festival itu. Setelah merasa aman, cowok itu berhenti berjalan dan membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan Lail.

"Lo nggak apa-apa, La?"

Lail menggigit bibirnya.

"Gue..."

Namun kalimatnya putus akan ragu. Rasya dapat melihat ini.

"It's okay, you can tell me," Rasya berkata lembut. Satu tangannya dia taruh di atas bahu Lail kembali. "Gue mau tahu cerita lo. You have me, La."

Lail tak asing dengan kata-kata itu. Dulu, Rasya-lah yang menjadi teman curhat Lail. Tempat Lail berbagi cerita. Rasya adalah orang yang terpercaya. Dia pendengar yang baik, dan di saat seperti ini, Lail paling membutuhkannya.

Jangan takut sendiri.

Lo nggak boleh sedih lagi.

Semua keraguan Lail sirna begitu saja. Semakin kalimat itu terulang di benaknya, semakin ia mengerti.

Lail pernah merasa seperti itu. Seolah dia sendiri, dan tak punya siapa-siapa. Seolah dia hanya akan membawa kerugian bagi orang-orang di sekitarnya, dan dia merasa begitu sedih karenanya.

Navin tak ingin itu terjadi pada Lail lagi.

Demikian semua keraguan Lail sirna begitu saja. Gadis itu menceritakan semuanya. Beban pikirannya saat ini. Perasaannya kala itu. Rencananya yang terancam gagal. Semuanya, Rasya dengarkan tanpa melewatkan satu pun detailnya. Dia menyimak dari awal sampai akhir cerita Lail.

"Lo care banget, ya, La, sama Dewa?"

Lail berpikir. Benarkah itu? Apakah dia peduli sekali terhadap Dewa?

"I can tell. Gue mau bilang, yang lo lakukan buat Dewa itu sweet," ucap Rasya, membuat Lail merasakan kehangatan. "Gue dukung lo, La. Gue bantu lo cari mereka."

Lail tak membuang satu menit lagi berdiri di sana. Mereka berpencar dalam usaha mencari Audy dan Navin. Dalam perjalanannya, Lail melewati tempat tadi mereka berdiri namun tak menemukan Kyla maupun Dewa di sana.

Cintaku Hilang (Rewriting)Where stories live. Discover now