3

55 9 0
                                    

BARU seminggu satu kelas dan duduk di sebelah Dewa, hidup Lail sudah dipenuhi kekacauan. Tiada hari tanpa bertengkar disertai adu mulut di antara keduanya. Contohnya seperti sekarang.

"De! Balikkin HP gue!"

"Maksud lo ini?" Dewa mengacungkan tinggi-tinggi HP Lail di udara, cukup terhibur melihat gadis berbadan mungil itu dengan susah payah mencoba merebut barang itu dari genggamannya.

"De, plis!"

Sialnya bagi Lail, semua usaha yang dia lakukan untuk merebut HP-nya kembali sia-sia. Tetap saja Dewa memiliki keuntungan yang besar, dia tinggi sementara Lail... tahu sendiri.

Saat itu juga, Reno masuk ke kelas dan melihat pemandangan berupa Dewa yang sedang tertawa puas dan Lail yang menatapnya dengan penuh kekesalan. Dasar berdua, ini masih pagi. Reno melangkah gontai menuju bangkunya sebelum menepuk bahu Dewa.

"Kalo mau pacaran, tuh, bukan di sini tempatnya. Ngerti?" nasihat Reno seenak jidat.

"Heh, pacaran pala lo! Ini bocah daritadi nggak mau balikkin HP gue!" dengus Lail tidak terima. "Awas, De! Gue lagi mau bales chat!"

"Emang orang kayak lo, ada yang nge-chat?" ledek Dewa.

"Terserah! Pokoknya balikkin dulu."

Reno menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sebelum hengkang ke bangkunya sendiri. Memang bukan pacaran lagi sih, kedua ini kelihatannya seperti pasangan suami-istri dengan umur pernikahan sepuluh tahun lebih.

Dewa belum puas menghibur dirinya dengan mengganggu Lail. Jadi, dengan posisi HP milik gadis itu masih tinggi di udara, ia memencet tombol untuk menyalakan layarnya, memunculkan sebuah notifikasi yang masuk semenit yang lalu.

"Ada, nih, dari..." Dewa menggantungkan kalimatnya, membuat Lail menggunakan kesempatan itu untuk mencoba merebut HP-nya tapi gagal kembali. "Oh, dari... Raya."

Lail berubah panik sekarang. Bukan, bukan karena dia menamai contact Raya dengan yang aneh-aneh dan memalukan. Tanpa emot love atau panggilan sayang lainnya yang  menggelikan. Tapi, yang membuatnya panik adalah isi dari pesan yang dikirimkan Raya! Apalagi setelah mendengar kalimat berikut Dewa.

"Mau gue bacain, nggak, isinya? Apa perlu kenceng-kenceng, sekalian?"

"Nggak perlu!"

Akhirnya, genggaman Dewa pada HP Lail melonggar, sehingga ia dapat akhirnya dengan leluasa merebut benda itu darinya. Lail membaca pesan dari notifikasi, dan lega seketika. Raya hanya menanyakan jika dia sudah membeli buku teks Bahasa Jerman yang terbaru. Jari Lail bergerak lincah di atas keyboard untuk mengetikkan balasan.

"So?"

Lail mendongak, hampir lupa kalau dia dan Dewa sebangku dan cowok itu masih berada di sampingnya.

"Apa?"

"Anak baru siapanya lo? Pacar?"

Oh, baiklah. Anak baru? Lail pertama bertemu Raya, anak baru pindahan yang selalu disebut-sebut, ketika cowok itu bergabung dengan ekskul Jurnalistik yang diketuainya waktu kelas sebelas. Mereka berkenalan, tentunya, dan cepat menjadi dekat. Raya aktif dan berpartisipasi dalam setiap program kerja yang diadakan Lail, dan senantiasa selalu siap sedia membantu Lail jika diminta. Cowok itu tak pernah merasa kewalahan walau ikut dua ekskul yang sama-sama memiliki ekspektasi tinggi.

Tapi, pada saat ini, sudah kurang lebih setahun Raya bersekolah di tempat mereka, sudah tidak pantas disebut anak baru. Lail berdecak. Ini alasan mengapa ia memilih hanya memberitahu Audy, Kyla, dan Navin tentang hubungannya dengan Raya yang sebenarnya, karena selain Navin yang cowok selalu salah paham.

Cintaku Hilang (Rewriting)Where stories live. Discover now