16

28 6 0
                                    

BILANG ini mimpi. Jika semua yang terjadi di masa lalu sudah menciptakan kenangan buruk, kali ini, bilang ini mimpi. Jangan sampai terulangi.

🥀🥀🥀

Lo pasti bisa, Lail. Lo pasti bisa. Tujuan awal lo ke sini adalah untuk bicara baik-baik sama dia.

Mata Lail menangkap sepasang sepatu lain selain miliknya di lantai. Sejak tadi, ia hanya menontoni ubin di bawah, sibuk dengan pikirannya, memikirkan apa yang harus dikatakannya. Sejak kapan Arka berada di sana?

Dia yang meminta gue menjauh, jadi kenapa sekarang dia yang mendekat?

Tangan Arka terulur, dan menghilang di balik kepalanya. Lail memejamkan matanya, menanti sendiri apa yang akan dilakukan cowok itu. Dia merasa tangan itu dengan perlahan meraih sesuatu di belakang kepalanya.

Rambut panjang Lail tergerai, benda yang baru saja digunakan untuk mengikatnya baru saja dilepas.

"Lo menyimpan ini," Arka menunjukkan barang yang terletak di telapak tangannya. Mau tidak mau, Lail mendongak untuk menemui pandangannya.

Mata Lail membulat sempurna. Bukan, perubahan ekspresinya tidak ada hubungannya dengan cowok yang ada di depannya. Melainkan dengan sosok yang berdiri di belakang Arka.

"Lo ngapain di sini?"

🥀🥀🥀

Riani menonton kepergian Lail dari halte bis. Setelah memastikan Lail benar-benar hilang dari pandangan, Riani meraba saku seragamnya. Dikeluarkannya HP yang bukan miliknya, yang sudah ia pegang dari kurang lebih dua jam yang lalu.

Misi terlaksanakan, Riani membatin puas. Cewek itu hendak menghapus semua pesan yang dikirimkannya melalui HP tersebut ketika ia mendengar suara langkah kaki yang berasal dari arah yang ia ambil waktu ke tempat ini dari sekolah.

"Riani?"

Riani secara insting langsung menyembunyikan benda itu di balik badannya. Wajah dari yang barusan menyebut namanya menyambutnya.

"Hai," sapanya dengan senyum yang terbaik, seperti biasanya. "Kok di sini? Mau pulang? Kok nggak bawa tas?"

"Erm... iya, mau balik, gue. Bang Arief udah nungguin di gerbang. Gue ke sini nyariin lo, tadi satpam yang bilang elo keluar sebentar," Arka menepuk-nepuk bagian seragam volinya yang terkena debu. "Gue nggak nemu HP gue di loker tadi, apa sama lo, Ri?"

Riani mempererat pegangannya pada benda yang disembunyikannya, "Oh... er, udah lo cek lagi? Kali aja cuma keselip..."

"Masa, sih? Terus itu di belakang lo apaan?" Arkana memasang cengiran lebar khasnya, menunjuk ke arah yang dimaksud menggunakan dagu. "Hahaha... sorry, Ri, lo nggak jago nge-prank kayak gue. Yang tau password loker sama HP gue kan cuman lo doang."

Riani bergantian melihat Arka dan smartphone yang telah berpindah tangan, kembali ke pemiliknya, sekarang. Dia tidak punya pilihan. Kalau sudah begini, ia harus memberitahu Arka, karena bagaimanapun juga ia sudah tertangkap basah.

"Arka."

Arka menengadahkan kepalanya untuk menemui pandangan Riani. Senyuman tak luput dari bibirnya, tapi hilang dari bibir cewek berambut sebahu itu. Wajah dan nada yang diambilnya barusan beralih serius.

"Gue mau lo berhenti temenan sama Lail."

Kali ini Arka menatap kekasihnya. Bibirnya terbuka, dahinya mengernyit, sedikit tidak menduga datangnya ucapan Riani barusan.

Cintaku Hilang (Rewriting)Where stories live. Discover now