18

27 6 0
                                    

DEWA duduk di ruang keluarga dengan posisi bersedekap, dengan ekspresi bete yang tak dia coba untuk disembunyikannya. Jam dinding yang ada di sana menunjukkan pukul empat sore, kira-kira lewat dua menit.

Dewa tak mengerti mengapa tiba-tiba keluarganya mengadakan meeting dadakan. Gawat, kalau begini, dia bisa telat datang ke resital piano Audy.

Cowok itu melihat abangnya datang dari arah kamarnya.

"Bang, gue cabut, ya. Bilangin mama sama papa..."

"Bentar, De, lo harus di sini," begitu kata abangnya Dewa, acuh tak acuh.

Dewa mengangkat sebelah alisnya. Mengapa abangnya bertingkah begitu aneh?

"Gue bisa telat kalo nggak berangkat sekarang. Plis, bilangin mama nanti omongin ke gue kalo udah balik," Dewa, tentunya, tidak langsung menyerah.

Galih tak kunjung membiarkannya pergi. Dewa menatap abangnya itu kesal, apa yang begitu penting sampai harus menunda acaranya hari ini?

"Tapi, gue..."

Dewa hendak beralasan, tapi berhenti di tengah kalimatnya ketika teringat akan sesuatu.

Galih menatapnya lekat-lekat, "Tapi apa?"

Ah, ya, dia hampir lupa. Tidak mungkin dia membawa-bawa nama Audy, karena...

"Gue ada date sama Lail," ujar Dewa. "Pacar gue yang dari rumah sakit. Masih inget, kan?"

Dewa berusaha terdengar semeyakinkan mungkin, berdoa dalam hatinya semoga alasan itu akan meluluhkan abangnya yang jomblo dan cukup mengenaskan.

Abangnya tidak langsung menjawab, namun dari ekspresinya, sangat kecil kemungkinannya dia akan membolehkannya pergi begitu saja.

"Cancel dulu, dan minta maaf kalo lo jantan."

Ketidakadilan macam apa ini, bahkan Dewa sendiri berpikir dirinya cukup jenius untuk dapat kepikiran untuk memanfaatkan hubungan belakanya dengan Lail di depan anggota keluarganya di keadaan mendesak seperti ini. Namun dugaannya salah, karena abangnya yang jomblo sama sekali tidak pengertian.

Icha, kakak perempuan Dewa, datang dengan mamanya menyusul di belakangnya. Mereka mengambil duduk di sofa.

"Udah dateng semua, kan? Sekarang bisa dimulai," kata Dewa tak sabaran.

"Belum. Papa mau dateng."

"Papa?"

Icha mengangguk.

Tumben, batin Dewa. Mama dan papa Dewa sudah lama bercerai. Seingat Dewa, sejak dia berumur dua tahun. Selama ini pria tersebut hanya datang seminggu sekali untuk menghabiskan waktu di rumah, dan sisanya dia kembali ke rumah yang ditinggali keluarga barunya. Meeting keluarga tetap jalan tanpa sosok itu, namun Dewa tak perlu kaget karena yang kali ini terdengar penting.

Penting, tapi untuk saat ini tak ada yang lebih penting bagi Dewa dari menghadiri acara itu bersama teman-temannya. Khususnya, karena acara itu menyorot Audy. Malam itu adalah malam gadis yang disukainya. Lagipula, dia tak sepenuhnya berbohong - Lail juga akan hadir di sana.

"Ma, Dewa nggak boleh pergi dulu?"

Mama menggigit bibir. Anaknya itu, benar-benar, sangat tidak peka dalam urusan ini. Dia bahkan tak bisa merasakan tekanan yang ada di ruangan saat itu.

"Nanti dulu ya Sayang, ini penting soalnya."

Dewa mulai frustrasi. Cowok itu begitu muak mendengar tentang betapa pentingnya meeting keluarga itu, namun tidak ada yang memberi kejelasan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kesabarannya mulai habis diuji seperti ini.

Cintaku Hilang (Rewriting)Where stories live. Discover now