Hari-hari yang buruk telah berlalu,
badai yang melingkupi keduanya telah pergi.
Setelah hari-hari penuh rasa sakit itu berakhir, mereka berdua kini bisa saling mengatakan, bahwa mereka telah bahagia.Rewrites The Stars - Kim Taehyung
=======
"Terima kasih kepada kalian semua yang sudah meluangkan waktu untuk datang ke acara peluncuran novel terbaru saya." Kim Taehyung, mengambil alih mic dan mulai berbicara. Mengedarkan pandangan ke setiap sudut kafe menatap satu persatu mereka yang hadir pada hari itu. "Perlu waktu yang lumayan lama untuk saya bisa menyelesaikan cerita ini," Taehyung melanjutkan. "Rewrites the Stars adalah sebuah sequel dari novel pertama saya yang berjudul Moonchild. Tapi berbeda dengan buku yang pertama, buku yang kedua ini berisi kegembiraan antar para tokohnya." Taehyung, menggenggam erat bukunya di tangan, mengusapnya sekilas kemudian mengedarkan pandangan lagi, "melalui buku kedua saya ini, saya berharap kalian bisa memahami bahwa bicara soal Cinta dan kasih sayang bukan hanya ditujukan untuk pasangan saja, tapi juga pada keluarga serta sahabat yang selalu berada di sisi kalian. Terima kasih." Taehyung menutup kata sambutannya sembari membungkuk, mendengar suara tepuk tangan meriah mengiringinya menuju meja yang disediakan untuk tanda tangan.
Kim Taehyung, seperti biasa tersenyum manis pada mereka yang datang ke acara nya kali ini yaitu peluncuran buku serta tanda tangan.
Sudah lama Taehyung tidak merasakan euphoria seperti ini, dadanya berdebar kala bukunya naik cetak dan mulai disebar luaskan. Yang membuatnya penasaran adalah, bagaimana tanggapan orang-orang tentang karyanya kali ini setelah hampir tiga tahun ia vakum menulis dan dia harus menyelesaikan buku itu hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Itu pun dengan susah payah dan hati yang masih harus ia tata karena perasaan kehilangan yang mendalam. Tapi seperti janjinya pada Jimin, ia akan membuat Jimin tetap hidup di dalam cerita yang ia tulis. Itulah salah satu yang dapat menjadi alasan bagi Taehyung untuk bisa menyelesaikan novelnya.
Dan hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Taehyung, bertemu dengan penggemar dan orang-orang yang akan membaca ceritanya juga Jimin.
"Siapa namamu?" Taehyung menarik buku yang disodorkan padanya, menunduk siap menuliskan nama di sana.
"Park Jimin."
Sesaat, Taehyung pikir dia lupa cara bernapas. Genggamannya pada pena di tangannya semakin menguat. Perlahan dia menengadahkan kepala, netranya menatap langsung pada seseorang yang mengenakan topi hitam menutupi matanya, serta masker berwarna sama yang menutupi bagian hidung sampai ke dagu. Meski begitu, Taehyung masih dapat mengenali nya dengan jelas, sosok yang tak asing namun beberapa tahun ini menghilang dari pandangannya.
"Halo, Taehyung."
Bagi Taehyung, ini seperti dejavu saat pertama kali ia bertemu dengan Park Jimin setelah sekian lama. Kali ini, kejadian itu terulang kembali.
"Apa kabar? Lama tidak bertemu."
Kim Taehyung menyadari sesuatu, sahabatnya sudah pulang.
***
Ada hening yang panjang di antara mereka, pada Park Jimin yang tak henti menyunggingkan senyum dengan tatapan hangat pada sahabat yang duduk di hadapannya itu. Sementara Kim Taehyung menatap Jimin dengan sorot mata tak terbaca namun Jimin tahu, Taehyung tengah menahan perasaannya. Mungkin menahan diri untuk tidak memeluknya? Atau, malah sedang menahan diri untuk tidak memukulnya?
Tiga tahun, di mata Jimin tidak ada yang berubah pada penampilan Taehyung. Kacamata yang bertengger di hidung mancungnya, rahang yang kian menegas, bahu yang terlihat lebih lebar dan bidang. Jimin diam-diam merasa bersyukur melihat Taehyung dalam keadaan baik-baik saja. Meski nyatanya tidak ada yang baik-baik saja antara mereka berdua. Pada Taehyung yang ia tinggalkan tiga tahun lalu secara tiba-tiba, pada Jimin yang terpaksa pergi tanpa pamit bahkan tanpa kabar karena tak ingin membuat Taehyung berharap Jimin kembali dengan umur yang lebih panjang.
"Bicaralah, aku ini tidak bisa membaca pikiran, Taehyung." Jimin, akhirnya berucap.
"Kau mungkin sudah tau apa yang sedang aku pikirkan sekarang." sahut Taehyung, tangannya terkepal kuat dengan perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya. Antara marah, kecewa, tapi juga rindu dan rasa syukur yang bercampur menjadi satu.
"Aku minta maaf."
Selalu, Jimin selalu kembali datang padanya dengan kata maaf.
"Kau tahu bagaimana hidupku selama tiga tahun ini?" kilat kemarahan itu muncul di sepasang manik bulatnya. "Kau pergi bahkan tanpa mengucapkan selamat tinggal, aku bahkan harus memohon pada dokter Kang untuk mencari tahu tentang keberadaanmu!" Taehyung meninju meja dengan kepalan tangannya, tidak peduli jika beberapa pasang mata menatap penuh rasa ingin tahu pada mereka.
"Aku pergi ke Amerika, melakukan operasi dan pengobatan di sana."
Taehyung mendengus, apa guna nya Jimin memberitahunya sekarang? Percuma! Taehyung sudah mengetahuinya, dengan susah payah. Memohon seperti seorang tawanan yang minta dilepaskan, kalau harus berlutut, Taehyung mungkin juga akan melakukannya asal bisa mengetahui dimana Jimin saat itu.
"Tapi bahkan tidak ada kabar mengenai keadaanmu selama di sana," tatapan Taehyung berubah melunak, "aku pikir..kau.. Aku pikir kau sudah..." bahkan Taehyung tak cukup mampu melanjutkan kata-katanya. Mengingat bagaimana selama tiga tahun ini dia pikir sudah tak ada harapan lagi untuknya bertemu dengan Jimin, bahwa Jimin sudah menyerah di sana.
Bahwa mungkin, Jimin tak akan pernah pulang.
"Aku pikir juga begitu." Jimin menjawab, menyandarkan punggungnya pada bangku, pemuda itu mengalih kan pandang ke luar jendela. Pada gerimis yang mulai turun mengetuk kaca jendela lebar itu. "Saat aku membuka mata, aku pikir itu mimpi. Saat mereka bilang aku berhasil melewati operasi memiliki kemungkinan untuk benar-benar sembuh aku pikir mereka bercanda." lantas, pandangan Jimin kembali pada Taehyung yang menatapnya lekat. "Tapi ternyata itu semua benar-benar terjadi. Memang butuh waktu lama, kau bisa melihat bagaimana kacaunya penampilanku kalau kau memintanya pada Hoseok hyung." Jimin menyunggingkan senyum kecil.
"Taehyung," Jimin melanjutkan. "Kau percaya keajaiban?" jimin bertanya pada Taehyung. "Bibi Eun Bi bilang yang terjadi padaku adalah sebuah keajaiban. Bibi bilang, mungkin itu berkat perbuatan baik ku padamu. Mungkin tidak, ya?"
"Mungkin yang bibi bilang benar." tangannya menggenggam jemari Jimin, menjabatnya dengan seluruh kesungguhan hati. "Aku benar-benar bersyukur kau ada di sini sekarang."
Jimin, dapat melihat mata Taehyung yang berkaca-kaca. Tiga tahun penantian mereka berdua yang tak sia-sia. Jimin mengusap sampul buku yang sedari tadi ia letakan di atas meja, "kau berhasil menyelesaikannya."
"Butuh waktu lama, tapi itu berisi janji padamu yang harus aku tepati."
"Kau pasti kecewa, ya?"
"Soal apa?"
"Karena kau tidak bisa membantuku mengingat, aku tidak jadi kebosanan melihat wajah yang katanya tampan ini." tawa khas Jimin meledak, tertawa terbungkuk hingga memegangi perutnya yang sakit melihat wajah kesal Taehyung karena Jimin mengingat kata-katanya waktu itu.
"Tertawalah terus Park Jimin," sahut Taehyung dengan nada jengkel. "Kita masih punya banyak waktu untuk saling melihat wajah satu sama lain sampai kita bosan." Taehyung menampilkan seringainya sembari mengangkat gelas kopi nya.
"Kau benar, kita masih punya banyak waktu saling membuat bosan satu sama lain." Jimin menyetujui, ikut mengangkat gelas nya menyesap kopi yang tak lagi hangat
Keduanya lantas melempar pandangan keluar, pada gerimis yang berubah menjadi hujan lebat. Mengingat ke belakang apa yang telah mereka lewati, ribuan hari yang merek lewati tidak hanya mengenai tawa yang pernah mereka rangkai saat usia mereka belasan lalu, tapi juga luka serta rasa sakit yang berhasil mereka lewati dan membawa keduanya pada titik ini.
"Jimin, terima kasih sudah kembali."
Fin
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars ✔
FanfictionKesalahan yang dilakukannya di masa lalu pada Kim Taehyung membuat Park Jimin selalu dikejar rasa bersalah karena sikapnya yang terlalu pengecut. Ketika mereka berdua bertemu lagi, ketika Jimin berusaha untuk memperbaiki ikatan persahabatan mereka...