Jari-jari nya bermain di atas papan ketik, mengetik lalu menghapusnya lagi. Pikiran nya tengah penuh, dan yang dia tulis tak lebih dari deretan kata tanpa nyawa yang tak berguna bagi Taehyung.
Mata nya melirik pada layar ponsel yang tak menyala, lalu pada jam di dinding. Sudah lewat berjam-jam setelah Jimin pergi, tetapi kenapa Taehyung masih juga memikirkan perkataan pemuda itu sebelum pergi? Tidak, Jimin tidak akan sebodoh itu. Dia tidak akan senekad itu untuk menyia-nyiakan nyawa nya.
Aku sekarat, Taehyung.
Apa maksudnya?
Taehyung mengetuk-ngetuk jari nya pada meja. Menelungkupkan kepala nya, dengan desakan kegelisahan yang berada di hati nya.
Pilihan terakhir, seperti nya pilihan yang bagus
Taehyung mengumpat, mendorong kursi nya kasar lalu menyambar kunci mobil dari nakas. Berlari keluar kamar nya, menuruni tangga menuju pintu depan.
"V! Mau kemana?!" teriakan Yoongi dari arah dapur menghentikan langkah Taehyung sejenak.
"Aku ada urusan."
"Kau harus makan dulu, kau belum makan dari kemarin!" Yoongi berniat menyeret Taehyung untuk duduk di meja makan, namun Taehyung sudah berlari lebih dulu ke pintu, menghilang dengan bantingan cukup keras pada pintu depan. "Aish! Kenapa dia tidak pernah mendengarkan aku?" Yoongi mengacak rambutnya kesal,
"Kenapa juga aku tidak pernah bisa marah pada nya?"
***
"Kau benar-benar mau mati rupa nya?" Taehyung menarik bahu Jimin, menjauhkan pemuda itu dari batas pagar. Tak mengira Jimin akan senekad ini, tapi dari dulu memang Jimin sudah memiliki sifat itu hanya saja Taehyung tak mengira Jimin bisa sebodoh ini juga.
Jika saja dia telat sedetik meraih tubuh itu, mungkin Jimin sudah mengambang di sungai yang gelap di bawah sana. Mungkin ini cara Tuhan yang tidak menginginkan Jimin mati sekarang, karena itu Taehyung dengan mudah bisa menemukan Jimin di atas jembatan itu. Atau mungkin, karena di sepanjang jembatan itu tersimpan kenangan masa remaja kedua nya.
"Eoh! Aku mau mati!" sahut Jimin.
Taehyung mendekat, menarik kerah Jimin agar mengikis jarak dengan pemuda itu. "Setelah yang kau lakukan padaku kau berniat mati semudah ini?"
"Ya, bukankah itu lebih baik?" Jimin balik bertanya, "kau bilang, kau merasa lebih baik kalau aku mati. Aku hanya berusaha mengabulkan keinginanmu."
Kemudian Taehyung melayangkan pukulan nya pada wajah Jimin, membuat Jimin terjerembab jatuh. "Apa hanya itu yang bisa kau ucapkan?!" Taehyung berteriak kembali, "apa hanya permintaan maaf yang bisa kau ucapkan padaku?!" Taehyung menarik Jimin untuk kembali berdiri, agak nya dia tidak menyadari wajah Jimin yang memucat di hadapannya, "Aku merindukanmu, brengsek." ucapnya lirih, tak lagi ada emosi yang meledak-ledak. Tatapan nya tak lagi setajam sebelum nya, Taehyung hanya menatap tepat pada kedua netra Jimin dengan tatapan yang melembut. "Apa kau tidak bisa mengatakan nya?" cengkraman Taehyung pada lengan Jimin sedikit mengendur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars ✔
Fiksi PenggemarKesalahan yang dilakukannya di masa lalu pada Kim Taehyung membuat Park Jimin selalu dikejar rasa bersalah karena sikapnya yang terlalu pengecut. Ketika mereka berdua bertemu lagi, ketika Jimin berusaha untuk memperbaiki ikatan persahabatan mereka...