RWTS | 08

6.7K 1.1K 85
                                    

Ada banyak hal yang disesalkan Park Jimin dalam hidup nya, penyesalan nya pada Taehyung yang coba dia tebus sekarang ini, dan akhir-akhir ini penyesalan nya karena dulu tidak menjadi anak yang baik di panti asuhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada banyak hal yang disesalkan Park Jimin dalam hidup nya, penyesalan nya pada Taehyung yang coba dia tebus sekarang ini, dan akhir-akhir ini penyesalan nya karena dulu tidak menjadi anak yang baik di panti asuhan. Tempat nya dibesarkan hingga usia dua puluh satu tahun sebelum akhir nya dia memutuskan pergi untuk memulai hidup baru sebagai seorang artis. Jimin mengangkat telepon itu dengan susah payah, tangan nya memegang erat pinggiran wastafel berusaha menekan rasa mual yang bergejolak di perut nya.

"Halo, Bibi." Jimin berdehem, apa sudaranya terdengar aneh? Jimin tidak ingin suara nya terdengar seperti orang yang sedang menahan sakit. "Maaf, bulan ini aku belum sempat berkunjung ke sana. Semua baik-baik saja?" tanya Jang Eunbi, wanita yang berusia hampir setengah abad itu, wanita yang merawatnya semenjak kecil. Seorang wanita yang anak-anak panti panggil ibu, tetapi Jimin tidak ingin memanggil nya seperti itu, dia masih berharap bertemu ibu kandung nya.

"Semua baik-baik saja, aku hanya ingin tahu keadaanmu. Kau baik-baik saja? Kau makan dengan baik,kan?"

Jimin mengulas senyum di antara sakit kepala dan mual yang dirasakan nya, Eunbi selalu rutin menanyakan kabarnya seperti ini. Jimin jadi merasa bersalah kalau mengingat kelakuan nya dulu. Anak pembangkang, lebih suka kabur dari panti dan memilih tidur di rumah Taehyung. Jimin tahu bagaimana khawatirnya Eunbi setiap kali Jimin tak pulang ke panti meski wanita itu tahu dimana Jimin berada.

"Aku baik-baik saja, bi. Aku makan dengan baik, istirahat dengan baik. Aku ini penyanyi yang selalu menjaga kesehatanku dengan baik. Bibi tidak perlu khawatir." Jimin ingin tertawa dengan omong kosong yang dia lontarkan, meski dia menjaga kesehatannya dengan baik, tetapi nyata nya ada sesuatu yang tidak beres di otak nya. "Maaf, bi. Aku harus pergi sekarang." Jimin ingin segera menyudahi percakapan ini karena perutnya terasa diaduk-aduk lagi.

"Aku mengerti, kau pasti sibuk. Kalau ada waktu, mampir lah ke panti. Anak-anak ingin berterima kasih karena kau selalu mengirimkan hadiah untuk mereka."

"Ya,bi. Aku akan mampir ke sana nanti." Lalu Jimin mematikan telepon nya. Kesusahan memasukan kembali ke dalam saku celana.

Kedua tangannya menegang, mencengkram pinggiran wastafel kuat-kuat. Memuntahkan semua isi perut nya hingga yang tersisa hanya ludah bercampur air yang dia muntahkan. Tubuhnya gemetaran, mata nya memerah dengan air mata di sudut mata kecilnya, peluh juga menetes dari pelipisnya. Rasa nya menyakitkan, Jimin ingin sekali kalau bisa mencopot kepala nya karena rasa sakit yang tak tertahankan. Jimin merasa ketakutan.

"Jimin-ah!"

Jimin mengangkat wajah, menatap pantulan wajah nya yang berantakan serta pucat. Napasnya masih memburu ketika dia membasuh wajah nya.

"Jimin-ah!" Hoseok masih menggedor pintu kamar nya dengan teriakan.

"Iya, hyung. Aku keluar sebentar lagi." Jimin balas berteriak dari dalam kamar mandi. Dia membasuh wajahnya sekali lagi, sebelum akhirnya keluar dari kamar mandi nya. Jimin sedikit beruntung karena dia mengunci pintu kamar nya. Kalau tidak, mungkin Hoseok sudah akan masuuk ke dalam kamar nya tanpa izin dan tidak menutup kemungkinan melihatnya dalam keadaan seperti ini. Jimin mengambil jaket di ujung tempat tidur, memakai nya sambil membuka pintu. Hoseok berdiri di sana, terlihat tidak senang karena harus menunggu nya.

Rewrite The Stars ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang